Aktivis Lingkungan Hidup Kritik Keras terhadap Status Palsu Perlindungan Gajah Sumatera
Aktivis Lingkungan Hidup Kritik Keras terhadap Status Palsu Perlindungan Gajah Sumatera-Hana Kharmila-radarbengkulu
radarbengkuluonline.id – Dalam rangka memperingati Hari Gajah Sedunia, berbagai elemen masyarakat di Bengkulu menggelar aksi bertema Gajah Stateless di Pantai Panjang, Selasa, 12 Agustus 2025 mulai pukul 16.00 WIB. Aksi ini diisi dengan orasi, penampilan musik akustik, dan pembentangan spanduk
Koordinator aksi Cimbyo menjelaskan bahwa istilah gajah stateless secara harfiah berarti gajah tanpa status. Tema ini diangkat sebagai kritik tajam terhadap pemerintah yang dinilai hanya memberi status perlindungan pada gajah Sumatera di atas kertas tanpa implementasi nyata di lapangan.
BACA JUGA:Waketum Pusat Lantik MUI Provinsi Bengkulu Periode 2025–2030, Gubernur Dorong Makmurkan Masjid
Menurut Cimbyo, gajah Sumatera telah ditetapkan sebagai satwa yang dilindungi melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990. Bahkan, Parlemen Lingkungan Hidup Kehutanan (LHK) pada 2018 juga menegaskan hal tersebut.
Dunia internasional pun mengakui gajah Sumatera sebagai satwa sangat terancam punah. “Namun status ini hanya bohong jika di alam mereka tetap diburu, diambil gadingnya, dibunuh, dijerat, dan habitatnya dihancurkan,” ujarnya.
BACA JUGA:Bacakan Pembelaan: Rohidin Mersyah Bantah Pungli Pilkada, Pertanyakan Tuntutan Rp 39 Miliar

Suasana aksi Aktivis Lingkungan Hidup Kritik Keras terhadap Status Palsu Perlindungan Gajah Sumatera di Pantai Panjang-Hana Kharmila-radarbengkulu
Ia menyoroti peran negara dalam kerusakan habitat gajah di Bentang Alam Seblat, Bengkulu. “Negara memberi izin tambang, penebangan kayu, dan perkebunan di kawasan ini. Padahal ini adalah habitat terakhir gajah di Bengkulu,” tegasnya.
Data hasil patroli pada 2023 menunjukkan populasi gajah liar di Bentang Alam Seblat hanya tersisa sekitar 40–60 ekor, jauh merosot dari sekitar 200 ekor pada tahun 1990. Selain itu, terdapat 10 gajah jinak di Pusat Latihan Gajah (PLG). Penurunan populasi ini disebabkan oleh perburuan dan pembalakan hutan tempat gajah hidup.
BACA JUGA:Provinsi Bengkulu Terima Dana Kurang Bayar DBH Lebih dari Rp 131 Miliar
Aksi ini turut melibatkan mahasiswa, kelompok pencinta alam, organisasi lingkungan, hingga pegiat isu HAM. Menariknya, logo One Piece digunakan sebagai simbol perlawanan terhadap status palsu tersebut.
“Kami ingin melawan status palsu itu. Boleh saja disebut hewan dilindungi, tapi implementasi perlindungan di lapangan seperti apa? Negara seolah membiarkan gajah menuju kepunahan,” tutur Cimbyo.
BACA JUGA:Taman Pantai Berkas Mulai Sepi, Bergeser Jadi Lahan Parkir Pejoging
Bentang Alam Seblat sendiri mencakup hutan produksi Air Ipuh I dan II hingga kawasan Taman Wisata Alam Seblat. Wilayah ini dianggap kawasan khusus karena menjadi tempat main gajah terakhir di Bengkulu.
Para aktivis berharap aksi ini menjadi pengingat bagi pemerintah agar tidak bermain-main dengan status perlindungan satwa, dan segera menghentikan perusakan habitat gajah.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
