RBO, BENGKULU - Guruh Indrawan, SH selaku Kuasa Hukum Terdakwa Evi Novianti yang merupakan pemberi pinjaman modal dan barang dalam kasus proyek pembangunan Gedung IAIN Curup menilai dakwan JPU kurang cermat.
Disampaikannya dalam persidangan eksepsi kemarin Rabu (27/1) yang digelar Pengadilan Negeri Bengkulu. Dimana Evy didakwa dengan pasal terkait pidana korupsi sedangkan dalam uraian tersebut tidak dijelaskan secara jelas. Seperti kliennya menjadi pengendali dalam proyek itu, adanya membuat kerugian mencapai Rp 10 miliar lebih, termasuk dengan adanya pertemuan terhadap PPTK yakni Benny Gustiawan. Termasuk dengan adanya pembayaran keuntungan 10 persen diterima oleh kliennya itu. "Terkait uraian dakwaan dari jaksa penutut umum ini tidak menjelaskan secara jelas dan lengkap mengenai tugas dan fungsi tanggung jawab Kuasa Pengguna Anggaran dalam proyek tersebut. Itu tidak dijelaskan dalam Perpres 54 tahun 2010 jo perpes 70 tahun 2012 sehingga dapat dinilai dakwaan tersebut merupakan abscuur libel (tidak cermat.red)," terangnya. Melihat hal tersebut maka pihaknya meminta agar hakim membatalkan demi hukum. Guruh juga mengatakan, tidak ada kejelasan dalam dakwaan tersebut terkait menerima flash disk dan menerima cek dari Bujang Hendri selaku Kontraktor dari Direktur PT Lagoa Nusantara yang mengerjakan proyek tersebut. "Kemudian tidak dijelaskan apa yang dimaksud pengendali dalam proyek tersebut. Dilain pihak kapan dimana PPK memberikan Flashdisk terhadap klien kami, kemudian meneruskan ke Kontraktor. Nanti eksepsi dilanjutkan hari Jumat ini dengan jawaban JPU atas eksepsi kami. Putusan sela ini nanti pada Selasa depan, kami berharap majelis hakim dapat memandang objektif soal eksepsi ini," tambahnya. Lanjut Guruh juga menambahkan, seyognya dalam perkara ini Evi merupakan berstatus saksi. Terlebih lagi, kliennya pun pernah meminjamkan uang sebesar Rp 2,5 miliar yang belum dikembalikan. "Kita menjelaskan adanya uang yang dipinjam oleh PPK Kontraktor sebesar Rp 2,5 miliar sampai sekarang belum dikembalikan. Menjadi pertanyaan dimana klien kami melakukan tindakan korupsi, kalau ada pinjam meminjam ini maka masuk dalam tindakan perdata," tutup Guruh. Sekedar mengingatkan, pembangunan gedung akademik tersebut berdasarkan kontrak pada Agustus 2018 dan selesai pada 31 Desember 2018 atau 114 hari kalender. Pekerjaan diduga bermasalah sehingga akhir tahun 2018 proyek tidak selesai. Sempat diberi tambahan waktu sampai 40 hari, tetapi proyek tidak juga selesai sehingga Februari 2019 proyek diputus kontrak. Kerugian negara diduga Rp 28 miliar. Diduga terjadi mark up dalam pekerjaan fisik, sehingga proyek tersebut bermasalah. Pelaksana pekerjaan dari PT LN dengan konsultan pengawas dari PT CE dan Konsultan Perencana PT GKU. Nilai kontrak Rp 28 miliar dengan sumber dana dari Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Kemenag RI. (bro)PH: Dakwaan JPU Kurang Cermat
Rabu 27-01-2021,21:30 WIB
Editor : radar
Kategori :