radarbengkuluonline.id - Dibalik semangat pengukuhan anggota paskibraka seluruh Indonesia, muncul kontroversi terkait kebijakan yang melarang penggunaan jilbab ketika pengukuhan yang dilakukan presiden.
Gubernur Rohidin Mersyah, dengan tegas menolak kebijakan tersebut, yang ia anggap sebagai pelanggaran terhadap norma dan nilai keberagamaan yang dijunjung tinggi di Indonesia.
“Kebijakan ini sangat mencederai norma dan nilai keberagamaan yang dijunjung tinggi di negara kita. Larangan penggunaan hijab tidak hanya melanggar hak asasi individu, tetapi juga bertentangan dengan prinsip kebebasan beragama yang dijamin oleh Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945,” tegas Rohidin dengan lantang.
BACA JUGA:Minat Umrah Masyarakat Bengkulu Terus Meningkat, Ini Bukti Ekonomi Masih Stabil?
Ia menyerukan kepada Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) pusat untuk mengkaji ulang keputusan tersebut, yang menurutnya diskriminatif dan bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila serta semangat kebhinekaan yang seharusnya menjadi pedoman bagi setiap warga negara.
Komitmen Gubernur Rohidin dalam menjaga dan memperjuangkan hak-hak setiap individu untuk menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan mereka tanpa adanya diskriminasi, mendapat apresiasi dari berbagai pihak.
BACA JUGA:DPRD Provinsi Optimis Pembahasan APBD Perubahan 2024 di Bengkulu Tuntas Tepat Waktu
BACA JUGA:Agusrin Bisa Menggantikan Posisi Rohidin di Pilgub Bengkulu 2024? Ini Penjelasannya
Pengukuhan Paskibraka Bengkulu tahun ini pun menjadi simbol perlawanan terhadap kebijakan melepas jilbab paskibraka wanita, sekaligus pengingat bahwa nilai-nilai kebangsaan dan kebhinekaan harus terus dijaga.
Dengan pengukuhan ini, Bengkulu bukan hanya mencetak pengibar bendera, tetapi juga generasi muda yang siap menjaga dan meneruskan semangat perjuangan bangsa.
Di tengah kontroversi yang ada, Gubernur Rohidin memastikan bahwa nilai-nilai keberagaman dan kebebasan beragama tetap dijunjung tinggi, mengukuhkan Bengkulu sebagai wilayah yang setia pada semangat kebhinekaan Indonesia.