“Karena topografi yang berbukit dan rawa itulah, mengalirlah anak sungai atau siring yang lumayan dalam dengan aliran deras. Tepat di lokasi aliran deras itulah jembatan ini dibangun, dan untuk mengenang riwayat tersebut, dinamakanlah Jembatan Air Cugung Patil,” jelas Suherman.
Pembangunan Jembatan Air Cugung Patil menjadi contoh nyata kolaborasi antara infrastruktur modern dengan kearifan lokal, di mana solusi teknis mengatasi bencana alam berjalan beriringan dengan pelestarian cerita sejarah di Kota Bengkulu.