Bendungan PLTA Berkontribusi Banjir di Desa Tanjung Alam dan Desa Air Hitam

Bendungan PLTA Berkontribusi Banjir di Desa Tanjung Alam dan Desa Air Hitam

RBO, KEPAHIANG - Tim kajian dari Universitas Bengkulu (Unib) menyatakan keberadaan bendungan PLTA Ujan Mas jadi salah satu penyebab banjir di Desa Tanjung Alam dan Desa Air Hitam pada 26 April 2019 lalu. Bendungan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) tersebut berkontribusi nyata terjadinya sendimentasi atau penangkalan terhadap kedalaman sungai. Sebab, tanah dibawa arus sungai tertahan dibendungan lama kelamaan akan menempuk hingga sungai menjadi dangkal sehingga membuat air sungai musi tidak berjalan dengan normal dan menimbulkan genangan.

Hasil kajian tersebut disampaikan ke Kades Tanjung Alam, Air Hitam, Ketua DPRD Kepahiang Windra Purnawan SP, Sekda Kepahiang Zamzami Zubir, SE, MM serta puluhan perwakilan masyarakat dari wilayah terdampak banjir ditahun lalu. Dalam pemaparan lebih dari satu jam tersebut, Fajrin Hidayat, M.Si dosen Fakultas Kehutanan Unib mengatakan banjir di Tanjung Alam dan Air Hitam bukan hanya semata-mata disebabkan oleh keberadaan bendungan PLTA. Fakta lainnya yang memiliki kontribusi lebih besar terhadap terjadinya banjir. Faktor kerusakan alam dialiran ulu sungai Musi. "Kalau kita petakan kedalaman dasar sungai dari hulu hingga ke hilir (PLTA) memang sudah terjadi sendimentasi. Faktanya daerah hilir sendimen sudah tinggi, sehingga ada dibagian hulu sendimentasi sungainya lebih rendah. Mungkin inilah hal itu terjadi, mungkin salah satunya dibendung Dam," ungkap Fajri.

Lanjut Fajri, jika tidak terjadi hujan deras dibagian hulu sungai musi tepatnya diwilayah Kabupaten Rejang Lebong tetapi hujan terjadi diwilayah Kepahiang saja banjir atau genangan akan tetap terjadi. "Katakanlah di hulu tidak ada hujan, tetapi terjadi disini tetap terjadi genangan karena airnya dinaikkan dalam titik maksimal akan tetap ada genangan," imbuhnya.

Lanjutnya, adanya kerusakan hutan lindung bukit daun yang menjadi aliran hulu dari sungai musi juga dinilai memberikan kontribusi cukup besar kepada terjadi banjir yang merendam Desa Tanjung Alam dan Air Hitam tahun lalu. Karena, disaat hujan dengan curah tinggi atau suasana cuaca ekstrim melanda maka air hujan tidak terserap secara maksimal kedalam tanah, akibatnya jadi air permukaan yang mengalir menuju sungai tingginya jumlah volume air itu lari kedalam sungai. "Data dari Kementerian yang kita dapatkan, data itu dari tahun 2006 hingga 2018. Faktanya 2019 itu hutan lindung kita masih 576 sementara 2018 tinggal 398. Artinya apa, tinggal 16,6 persen hutan lindung kita yang masih berupa hutan. Itupun hutannya tinggal hutan sekunder," bebernya.

Sementara itu, masyarakat Desa Tanjung Alam dan Air Hitam, Kecamatan Ujan Mas masih belum mendapatkan kepastian akan nasib pemukiman mereka. Pasalnya, keluarkan kajian dari tim Unib tidak memberikan kepastian dari PLN UPDK Bengkulu akan membayar ganti untung lahan masyarakat terdampak banjir sesuai dengan kesepakatan dalam hearing dengan DPRD Kabupaten Kepahiang sebelumnya.

Managemen PLN UPDK Bengkulu juga tidak memberikan kepastian akan melaksanakan pembebasan lahan seperti rekomendasi Unib atau tidak. "Keinginan masyarakat itu simpel, mereka itu berikan kepastian akan melakukan pembebasan atau tidak," tegas Kades Tanjung Alam Feri kemarin.(ide)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: