DAMPAK HUKUM ANJURAN DAN HIMBAUAN PENANGGULANGAN COVID DI PROVINSI BENGKULU

DAMPAK HUKUM ANJURAN DAN HIMBAUAN PENANGGULANGAN COVID DI PROVINSI BENGKULU

OLEH : AURA PUSPITA RAMADHANI

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bengkulu

  1. Pendahuluan

Beberapa hari terakhir, masyarakat Bengkulu dihebohkan dengan informasi terbaru terhadap lonjakan angka pasien posistif terinfeksi Covid 19. Fakta yang paling mengagetkan adalah adanya informasi tentang petinggi POLDA Bengkulu yang terinfeksi, dan juga beberapa tenaga kesehatan baik dokter spesialis maupun tenaga kesehatan lainnya. Lonjakan angka ini seharusnya menjadi warning bagi seluruh pemangku kepentingan di provinsi ini. Apa langkah yang harus dilakukan oleh pemangku kepentingan menjadi pertanyaan yang ditunggu jawabannya oleh masyarakat Bengkulu saat ini. Apakah kebijakan yang sudah ada saat ini akan dilanjutkan dengan menganjurkan masyarakat memakai masker, dan menjaga jarak dan sering-sering cuci tangan saja? Sudah efektifkah anjuran tersebut atau perlu dikaji ulang? Sebelum hal tersebut dibahas, perlukah pemangku kepentingan mulai memikirkan untuk mengundangkan PERDA sebagai dasar hukum untuk menangulangi Covid 19 yang termasuk di dalamnya refokus masyarakat yang menjadi pengganggaran dikala pandemi ini.

  1. Penanggulangan Covid 19 di Provinsi Bengkulu

Seperti yang telah disinggung sebelumnya, kasus positif Covid-19 di Provinsi Bengkulu kian bertambah. Dari update data perkembangan kasus Covid-19 Bengkulu pada Sabtu (9/5), positif Covid-19 bertambah menjadi 23 orang, sehingga total kasus Covid-19 di Provinsi Bengkulu menjadi 37 orang. Pemerintah  Provinsi Bengkulu harus segera mengambil kebijakan untuk menanggulangi covid 19 agar jumlah tersebut tidak naik dan kemudian menurun secepat mungkin.

Idealnya ada beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk menanggulangi Covid-19 ini, baik yang secara langsung pada upaya menanggulangi Covid-19 dan menanggulangi dampak kebijakan penangulangan Covid-19, yaitu :

  1. Upaya pembatasan pergerakan anggota masyarakat

World Health Organization (WHO) sebagai badan dunia yang menangani masalah Covid-19 ini menganjurkan agar Indonesia untuk memperketat himbauan untuk diam di rumah, dan menurunkan penyebaran penyakit dengan karantina wilayah dalam skala besar. Namun sebagian orang masih mengabaikan himbauan tersebut tanpa memedulikan resiko penularan virus Corona. Lalu mengapa orang tidak menganggap serius ancaman virus corona?

Langkah pertama yang harus dilakukan dalam menyusun kebijakan penanggulangan Covid-19 adalah memahami karakter Covid-19 tersebut. Penularan penyakit Corona menjadi pandemi, karena wabah yang berjangkit serentak di mana-mana, meliputi daerah geografi yang luas. Seluruh kontinen, kecuali Greenland, telah melaporkan kasus infeksi virus Corona. Saat ini ada 120 negara/kawasan dengan kasus virus korona. [1]

Pada awal periode infeksi, beberapa kasus melibatkan warga negara asing (WNA) seperti yang terjadi pada kasus-kasus di Indonesia.  Kemudian mulai ditemukan imported cases seperti pada kasus  yang baru saja terjadi yaitu warga Indonesia anak buah kapal (ABK) dari kapal pesiar Diamond Princess yang sebelumnya di karantina selama 14 hari di Jepang karena berpenumpang positif Covid-19. Saat itu juga mulai ditemukan banyak imported cases lainnya, dari warga Indonesia yang pulang dari bepergian ke luar negeri.[2]

Waktu awal pandemi, kasus Covid-19 muncul di luar negeri, sehingga membuat pandangan pemerintah, pandangan masyarakat lainnya, menganggap kejadiannya yang jauh, di China, di Eropa, dan lain-lain tidak akan mempengaruhi kehidupan di Indonesia.  Namun tidak dengan kenyataan yang terjadi hari ini, penularan sudah terjadi di tengah masyarakat dari anggota masyarakat itu sendiri.[3] Kondisi ini juga dialami oleh masyarakat Bengkulu yang pada saat kondisi hijau kita beranggapan bahwa upaya menghadang orang asing ke Bengkulu merupakan upaya yang efektif. Tetapi saat ini sudah berbeda kondisinya, kita sudah masuk zona merah dan penularannya dapat terjadi kepada semua warga, tanpa pandang bulu.

Berkaca pada data jumlah pasien yang terpapar Corona Virus atau Covid-19, yang pertumbuhannya cukup mengkhawatirkan, menempatkan Indonesia sebagai negara dengan Case Fatality Rate dalam urutan tertinggi dunia. Menyikapi hal tersebut, pemerintah menempuh langkah-langkah strategis guna melindungi warga negaranya. Pemerintah Indonesia sendiri telah menetapkan wabah Corona Virus atau Covid 19 sebagai Bencana Nasional sejak tanggal 14 Maret 2020, yang diumumkan oleh Presiden melalui Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007. Tidak hanya itu, Presiden juga membentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Gugus tugas itu dalam rangka mengkoordinasikan kemampuan pemerintah pusat dan daerah untuk memastikan upaya pencegahan munculnya sebaran baru berjalan.

Belajar dari pengalaman pemerintah pusat dan daerah lainnya, maka provinsi bengkulu atau kabupaten dan kota bengkulu perlu secara sigap melakukan kebijakan penanggulangan pademi Covid 19 ini. Tindakan ini harus cepat dan lugas sehingga jumlah orang yang terpapar tidak bertambah.

  1. Upaya mengatasi dampak pembatasan pergerakan anggota masyarakat.

Belajar dari beberapa daerah yang telah lebih dahulu mengambil kebijakan pembatasan pergerakan manusia di dalam suatu wilayah, maka perlu dicermati upaya yang harus dilakukan agar kebijakan pembatasan pergerakan manusia tersebut menjadi efektif. Agar masyarakat mematuhi kebijakan tersebut, maka perlu dipikirkan upaya-upaya yang harus dilakukan untuk menegakkan himbauan/anjuran atau penegakan hukum.

Kebijakan akan efektif apabila diputuskan dengan mengetahui dan memahami faktor penyebab orang mematuhi atau tidak mematuhi anjuran/himbauan atau aturan pembatasan pergerakan manusia. Asumsi jika pemerintah daerah provinsi Bengkulu mengambil kebijakan untuk membatasi pergerakan orang, maka perlu dipikirkan kemungkinan sebagian orang tidak dapat memenuhi anjuran/himbauan dan aturan tersebut.

Dilihat dari sudut pandang karakter masyarakat, pengamat sosial dari Universitas Indonesia, Devie Rahmawati menyebutkan bahwa opsi lockdown di Indonesia cenderung sulit untuk direalisasikan, apalagi jika sampai menerapkan sanksi bagi yang melanggar[4]. Ia menyebut ada tiga faktor menjadi penyebabnya, yaitu sosial, kultural dan spiritual. Secara sosial, masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang sangat komunal, artinya memiliki ketergantungan yang sangat kuat atas kebersamaan dengan orang lain.

Secara kultural, ia menyebut bahwa masyarakat Indonesia masuk dalam kategori 'masyarakat jangka pendek' atau short term society, yang ditandai dengan jargon "kita hidup untuk hari ini." Hal ini berbeda dengan masyarakat Barat yang menurutnya masuk dalam kategori long term society, di mana warganya terbiasa menyusun langkah-langkah hidup secara sistematis. Hal inilah yang membuat konteks pengaturan masyarakat barat akan lebih mudah untuk diajak duduk bicara secara objektif, untuk memikirkan langkah-langkah ke depan dalam berbagai aspek kehidupan.

Selain itu, aspek spiritual yang sangat kuat membuat masyarakat selalu percaya bahwa akan ada kekuatan lain yang membantu mereka melampaui persoalan-persoalan yang ada, dalam hal ini bencana COVID-19. Sehingga Alih-alih menerapkan lockdown daerah  dengan sanksi, masyarakat lebih baik diberikan insentif supaya mereka tergerak untuk mau melakukan penjagaan jarak aman dari kerumunan sosial.

Selain itu perlu juga dipertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat. Pandemi ini  hampir menghentikan aspek kehidupan sehari-hari, perdagangan dan aktivitas ekonomi lainnya. Negara bahkan harus mengucurkan dana untuk menunjang kebutuhan hidup bagi rakyatnya yang dirumahkan atau untuk mengkonstruksi fasilitas medis baru. Menurut analisis International Monetary Fund (IMF), ekonomi global bakal menyusut setidaknya 3% tahun ini karena pandemi ini, sedangkan di Indonesia, Menteri Keuangan Sri Mulyani memprediksi ekonomi Indonesia minus 0,4% tahun ini. Sejak kasus pertama Covid-19 diumumkan awal Maret 2020 lalu, data Kementerian Ketenagakerjaan mendapati bahwa sudah ada 1,5 juta orang di-PHK, sehingga faktor ekonomi menjadi salah satu sebab mengapa Masyarakat Masih Melanggar aturan dari Pemerintah.

  1. Perlunya Peraturan Daerah Penanggulangan Covid-19 di Provinsi Bengkulu

Indonesia sebagai negara hukum memiliki karakteristik mandiri, yang berarti kemandirian tersebut terlihat dari penerapan konsep atau pola negara hukum yang dianutnya. Konsep yang dianut oleh negara kita disesuaikan dengan kondisi yang ada di Indonesia yaitu Pancasila. NKRI sebagai negara hukum yang berdasarkan pada pancasila, pasti mempunyai maksud dan tujuan tertentu yaitu bertujuan untuk mewujudkan tata kehidupan negara kita sebuah negara yang aman, tentram, sejahtera, dan tertib dimana kedudukan hukum setiap warga negaranya dijamin sehingga bisa tercapainya sebuah keserasian, keseimbangan, dan keselarasan antara kepentingan perorangan maupun kepentingan kelompok (masyarkat). Konsep negara hukum pancasila artinya suatu sistem hukum yang didirikan berdasarkan asas-asas dan kaidah atau norma-norma yang terkandung/tercermin dari nilai yang ada dalam pancasila sebagai dasar kehidupan bermasyarakat.

Kebijakan penanggulangan Covid-19 di Bengkulu juga membutuhkan Peraturan Daerah baik pada tingkat provinsi maupun pada tingkat kabupaten/kota. Penanggulangan Covid-19 di Provinsi Bengkulu harus mengikutsertakan rakyat melalui wakilnya di DPRD provinsi dan atau kabupaten/kota. Kebijakan tersebut berkenaan dengan upaya pencegahan dan pemberantasan Covid-19, yang meliputi penyediaan obat, pelayan kesehatan sarana prasarana untuk isolasi mandiri, penyediaan tenaga kesehatan, alat kesehatan, menyediakan alat pemindai suhu tubuh, menyediakan cairan antiseptik untuk pembersih tangan, pembagian masker kepada mayarakat, dan kebutuhan pencegahan dan penyembuhan serta pengurangan angka pasien yang terpapar Covid 19, perlu diatur langkah langkah yang harus dilakukan.

PERDA juga diperlukan sebagai dasar pengaturan mengenai dampak kebijakan pembatasan pergerakan manusia. Bantuan sembako kepada masyarakat terhadap pemenuhan kebutuhan primer karena keterbatasan pendapatan di masa pembatasan pergerakan manusia ini harus ada jaminan bahwa setiap warga dapat memenuhi kebutuhan hidupnya selama kegiatan pembatasan tersebut.  Konsekuensi kebijakan yang dirumuskan dalam PERDA tersebut adalah adanya penyediaan dana dan penggunaan dana, sehingga perlu refocusing anggaran pada APBD Provinsi, Kabupaten/kota.  Langkah ini penting dilakukan agar penggunaan dana refocusing tersebut memiliki dasar kebijakan yang kuat, jangan sampai himbauan/anjuran kepada daerah menjadi dasar refocusing anggaran, hal ini agak sulit dipertanggungjawabkan secara hukum.

Pentingnya Peraturan daerah sebagai upaya untuk memperkuat surat edaran Menteri Dalam Negeri mengenai Himbauan agar tidak melaksanakan pertemuan yang melibatkan banyak orang. Perlu diingat dalam melaksanakan surat edaran tersebut diharuskan adanya peraturan daerah yang mana menurut Hans kelsen, norma itu bersifat berjenjang dan berlapis-lapis dalam susunan hierarkis. Artinya norma hukum yang diatas, harus memberikan pedoman kepada norma hukum yang dibawahnya, begitupun sebaliknya, norma hukum yang dibawah harus tidak bertentangan dengan norma hukum diatasnya[5], sehingga terjadi kesesinambungan antara undang-undang tersebut dalam mencegah, menanggulangi Covid 19 seperti diatur dalam Undang Undang Nomor  6 tahun 2018 tentang karantina kesehatan  dengan peraturan di bawahnya yaitu Peraturan Daerah Provisinsi, atau kabupaten/kota.

Lembaga legislatif perlu bergerak cepat dalam membuat norma/aturan tersebut,  karena tanpa adanya PERDA tentang Covid-19 ini, maka anjuran atau himbauan yang berdampak pada penggunaan dana negara menjadi riskan. PERDA sangat dibutuhkan agar kebijakan penanggulangan Covid-19 menjadi sistematis dan terstruktur dan mencegah terjadinya salah target dan terkesan asal-asalan saja.

  1. Penutup

Segala upaya yang dilakukan untuk mengatasi pandemi ini diharuskan untuk menurunkan Pengidap Covid-19 ini, yang mana semakin hari semakin melonjak tinggi, bahkan saat ini kasus positif Corona di provinsi bengkulu terus bertambah, yang awalnya hanya 3-7 orang sekarang menjadi lebih dari 30 orang. Dibutuhkan aturan yang tegas dalam mencegah pergerakan manusia, selain itu dana daerah bisa dipertanggung jawabkan, maksudnya bahwa dengan terserukturnya manajemen keuangan daerah bengkulu, maka akan mempermudah pemerintah dalam memberi bantuan kepada masyarakat yang membutuhkan, hal ini juga agar tidak terjadi kesalahpamahan yang mana dana tersebut dipakai secara sembrono dan tidak sesuai dengan targetnya.  Peraturan Daerah diperlukan untuk melindungi pejabat pengendali dan pelaksana kegiatan penanggulangan Covid-19. (**)

Sumber bacaan:

[1] https://bebas.kompas.id/baca/riset/2020/03/14/memahami-karakter-virus-dan-penyakit-korona-covid-19

[2] Luthfia Ayu Azanella. https://www.kompas.com/tren/read/2020/04/10/204500665/csis-rilis-temuan-awal-karakteristik-dan-sebaran-covid-19-di-indonesia-apa

[3] Ibid

[4] https://sumbar.antaranews.com/nasional/berita/1383198/terkait-covid-19-pengamat-jangan-ada-tokoh-justru-sesatkan-publik?utm_source=antaranews&utm_medium=nasional&utm_campaign=antaranews

[5] Benyamin Akzin, Law, State and International Legal Order,: essays in Honor kelsen,  Knoxville the University of Tennesee, 1964, hlm 3-5

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: