Makin Menarik, DKPP Gelar Sidang Lanjutan
Keputusan DKPP Berpengaruh Terhadap Etik Penyelenggara
RBO, BENGKULU – Dua sidang dugaan pelanggaran kode etik yang digelar Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI di Bawaslu Bengkulu berlangsung menarik. Setelah sidang, Ketua Majelis tim pemeriksa DKPP Dr. H. Alfitra Salam, APU yang datang bersama M. Afifuddin, S.TH.I., M.SI. memutuskan untuk menjadwalkan sidang lanjutan.
“Setelah mendengarkan pernyataan dari saksi. Kami dari majelis bersama Pak Afif merasa belum cukup informasinya, kami harus menghadirkan Kalapas Sukamiskin, permintaan KPU RI harus menghadirkan Menteri Hukum dan HAM, juga kami akan mengundang kejaksaan, kepolisian dan juga Pokja. Sidang kedua nanti akan ditentukan oleh DKPP,” ungkap Ketua Majelis pemeriksa DKPP RI Dr H. Alfitra Salam, usai sidang, Senin (16/11).
Adapun terkait apa keputusan DKPP nanti. Alfitra Salam hanya memastikan akan dilaksanakan sidang kedua. “Kalau keputusannya kita lihat nanti. Yang jelas akan dijadwalkan sidang kedua. Nanti agenda sidang kedua mendengarkan keterangan saksi, Kalapas, kepolisian, Pokja. Nanti ini akan jadi bahan kami untuk memutuskan. Dari keputusan DKPP nanti hanya akan berpengaruh terhadap etik penyelenggara. Keputusannya terhadap etika penyelenggara apakah itu Bawaslu, atau KPU. Dan kenapa kita jadwalkan sidang kedua, itu karena terkait ada beberapa surat yang harus diklarifikasi dengan surat lapas, surat remisi, kita harus jelas terlebih dahulu,” kata dia.
Sementara itu dari perwakilan Cagub Agusrin Maryono Najamuddin yang menghadiri sidang DKPP di Bawaslu Provinsi Bengkulu Drs Jumanto SH dimana dia juga merupakan saksi fakta Agusrin. Jumanto menegaskan bahwa terkait kode etik itu, apa yang telah dilakukan oleh KPU Provinsi Bengkulu melanggar kode etik. Yang pertama adalah terkait permohonan surat. KPU punya kewenangan seperti diatur Undang-Undang itu untuk melakukan verifikasi. Bukan klarifikasi. Ini tidak ada dalam rumus apapun dalam UU klarifikasi. Yang ada verifikasi, apakah benar surat yang dikeluarkan oleh Lapas benar apa tidak? Itu yang mestinya dilakukan. Tidak dilakukan oleh KPU Provinsi Bengkulu hanya karena opini sehingga dia mengklarifikasi karena untuk memberikan keyakinan pada KPU.
“Dalam undang-undang gak boleh beropini atau asumsi. Hukum itu adalah pasti. Itu yang harus dipakai penyelenggara negara. Kami menduga KPU tidak memverifikasi, mereka hanya klarifikasi. Terus yang kedua KPU Bengkulu meminta surat yang frasenya dirubah, dari frase bebas akhir menjadi frase bebas murni. Bebas murni dalam ilmu hukum, saya ini sarjana hukum. Jadi disitu orang bebas murni adalah orang yang diputus oleh pengadilan yang tidak bersalah bebas murni namanya. Kemudian sesuai fakta sidang Bawaslu saksi dari pengadilan tinggi mengatakan bahwa yang mengetik surat itu dari Pokja, itu kan pelanggaran. Yang kedua kita diberikan berkas untuk perbaikan. Tapi kenyataannya setelah surat kita dapatkan, tidak ada verifikasi dari KPU kembali. KPU merasa cukup dari surat yang mereka dapatkan. Dan harapan kita dari sidang DKPP ini, jadi pelajaran bagi seluruh penyelenggara pemilu di Indonesia. Dan untuk remisi Pak Agusrin itu dalam SK pembebasannya tanggal 24 Juli 2014, mestinya Agusrin sudah keluar, tapi faktanya Agusrin baru keluar tanggal 6 November 2014. Karena dia tidak keluar, sebab itu Agusrin punya hak dapat remisi, sebab itu remisinya jadi tujuh bulan,” pungkas Jumanto yang juga merupakan Ketua Forum Mantan Napi Indonesia tersebut.
Setelah sidang, dari Ketua KPU Provinsi Bengkulu Irwan Saputra S.Ag, MM yang hadir di sidang bersama empat komisioner KPU Provinsi Bengkulu lainnya menyampaikan. Pihaknya mempedomani surat yang mereka terima saat klarifikasi dan yang kedua keputusuan MenkumHAM yang menjelaskan jumlah remisinya empat bulan. Itu yang mereka pedomani.
“Surat itu menjelaskan surat itu diberikan dari MenkumHAM. Surat dari Kalapas sampai proses pencalonan, kita tidak menerima surat selain dokumen-dokumen resmi yang kita terima. Itu saja yang kita pedomani, yang kita verifikasi ke Lapas Sukamiskin berdasarkan surat yang disampaikan yang saat itu belum menjelaskan secara detil status pidananya,” pungkas Irwan Saputra. (idn)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: