Kanopi Imbau KLHK Tindaklanjuti Laporannnya Tentang Amdal

Kanopi Imbau KLHK Tindaklanjuti Laporannnya Tentang Amdal

RBO, BENGKULU - Yayasan Kanopi Hijau Indonesia melaporkan dugaan pelanggaran Amdal dan RKL-RPL proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara Teluk Sepang 2 x 100 Megawatt, ke Dirjen Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Laporan tersebut, berdasarkan hasil pemantauan dan kajian yang telah dirilis dalam laporan publik yang disampaikan ke publik pada 12 November 2020 kemarin.

Juru Kampanye Energi Kanopi Hijau Indonesia, Olan Sahayu mengatakan, proyek ini diduga telah melakukan pelanggaran terhadap dokumen adendum Amdal, dan RKL-RPL yang sejatinya, dokumen ini adalah dokumen perusahaan untuk menjalankan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.

"Dugaan pelanggaran ini dimulai dari proses pengangkutan batu bara, yang melewati jalur darat. Padahal dalam Amdal disebutkan pengangkutan lewat jalur laut, pengelolaan abu dasar, dan abu terbang sisa pembakaran tidak memiliki kolam pengendapan abu. Padahal, dalam dokumen Amdal disebutkan harus membuat kolam pengendapan (sedimen pond). Begitu pula pengangkutan abu pembakaran batu bara, yang merupakan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dalam dokumen Amdal disebut harus dalam keadaan tertutup. Sementara fakta lapangan bak truk terbuka," ujar Olan kepada radarbengkuluonline.com, kemarin.

Tidak hanya itu, lanjut Olan, proyek ini juga tidak membangun pagar yang berfungsi mencegah abu keluar dari area penumpukan. Padahal dalam Amdal disebut harus dibangun. Akibatnya, saat angin bertiup, abu yang ditumpuk tempat penumpukan sementara itu berpotensi terbang ke segala arah.

"Padahal, abu sisa pembakaran ini sangat berbahaya bagi lingkungan, dan kesehatan manusia. Abu ini, mengandung logam berat. Seperti mercuri, arsenik, nikel, timbal. Apabila masuk ke dalam tubuh manusia, dan terakumulasi sampai bertahun-tahun akan menumpuk di paru-paru dan dapat mengakibat penyakit stroke, jantung, ginjal dan kanker," terangnya

Namun, setelah Kanopi menyampaikan laporan ini ke publik, lima hari kemudian, tepatnya pada 17 November 2020, terlihat ada pekerja yang sedang membuat pagar.

Temuan lain adalah abu batu bara atau limbah B3 tersebut ditumpuk di lokasi penumpukan sementara dengan lapis karpet. Padahal dalam Amdal disebutkan abu harus disimpan dalam tempat penyimpanan yang kedap air. Dengan kata lain, tidak merembes ke dalam tanah.

"Sementara dari pantauan kami, volume air kolam pada saat tertentu menyusut, artinya terjadi rembesan," paparnya.

Bukan masalah abu saja, limbah air bahang yang seharusnya dibuang dalam keadaan tidak berbau, faktanya limbah berbau menyengat. Kenaikan suhu air laut juga dibahas Olan. Baku mutu air laut dalam KepmenLH No. 51 tahun 2004, standar baku mutu adalah, alami yang sesuai dengan standar normal perairan Bengkulu. Yakni 28-30 derajat Celcius. Selain itu, dalam Kepmen ini juga disebutkan bahwa, kenaikan suhu air laut hanya dibolehkan naik 2 derajat Celcius dari suhu normal tersebut. Dengan kata lain, suhu air laut tidak boleh melebihi 32 derajat Celcius. Karena, akan mengganggu organisme laut.

Sementara fakta di lapangan, suhu air bahang 33,80 °C serta menimbulkan bau menyengat.

"Memang ada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup nomor 8 tahun 2009, tentang Baku Mutu Air Limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik tenaga termal, menyebutkan kadar maksimum suhu air bahang 40 derajat Celcius dan ini ambigu atau tidak sinkron dengan Kepmen nomor 51 tahun 2004," jelasnya.

Atas dasar tersebut, Kanopi telah melaporkan pelanggaran ini kepada Ditjen Gakkum secara tertulis pada 18 November 2020, melalui jasa pengiriman pos Indonesia. Pengaduan juga disampaikan secara online melalui https://pengaduan.menlhk.go.id/ pada 19 November 2020.

"Kami mendesak Ditjen Gakkum segera merespon cepat laporan kami demi keselamatan lingkungan," katanya.

Respon cepat yang dimaksudkan Kanopi adalah meminta kepada Ditjen Gakkum untuk segera melakukan verifikasi lapangan dan menjatuhkan sanksi atas pelanggaran yang telah dilakukan oleh PT Tenaga Listrik Bengkulu (TLB).

Kanopi juga telah melaporkan pelanggaran ini ke Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Bengkulu pada 19 November 2020. (**)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: