Masih Marak Terjadi Kasus Kekerasan

Masih Marak Terjadi Kasus Kekerasan

radarbengkuluonline.com, BENGKULU - Hingga penghujung tahun 2021 ini di Provinsi Bengkulu masih marak kasus asusila maupun kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Bahkan beberapa waktu lalu sempat menjadi perhatian nasional.  Seperti ada kasus seorang kakek yang memperkosa anak dan cucu kandungnya sendiri. Melihat kenyataan ini, anggota Komisi I DPRD Provinsi Bengkulu yang juga aktivis perempuan, Sefty Yuslinah S.Sos, M.AP mengungkapkan sebaiknya kedepan Pemerintah Daerah (Pemda) bisa lebih tegas dalam menegakkan aturan terhadap kejadian tersebut.

SILAHKAN BACA: Bengkulu Selatan Tak Bisa Ikut Lomba Kabupaten Sehat 2021 Karena Ini

"Tidak terasa, kita sudah di penghujung tahun 2021 yang hanya tinggal hitungan jam dan akan berganti ke tahun 2022. Dan kita lihat di Bengkulu, selama  tahun 2021 ini, masih marak kejadian-kejadian kasus asusila maupun kekerasan terhadap anak dan perempuan. Kasusnya cukup tinggi. Bahkan kejahatan seks terhadap anak itu di Bengkulu masih sering terjadi. Tentu ini sangat kita sesalkan masih terjadi," ungkap Sefty Yuslinah saat diwawancarai sedang berada di ruangan Komisi I DPRD Provinsi sebelum paripurna, Kamis (30/12).

BACA DULU: Inilah Pemenang Lomba Inovasi Daerah di BU

Bahkan kasus-kasus tersebut,  lanjut politisi perempuan PKS Dapil Kota Bengkulu ini, tidak hanya terjadi di daerah kabupaten, tapi juga terjadi di Kota Bengkulu yang meskipun Kota secara pendidikan maupun secara ekonomi termasuk yang unggul jika dibandingkan dengan daerah kabupaten. "Tapi faktanya kejadian-kejadian tersebut masih terjadi di Kota Bengkulu. Disini tentu jadi catatan penting bagi kita semua dan perlu perhatian lebih dari unsur elemen masyarakat, dari DPRD, dari Pemda, kepala daerah serta aparat penegak hukum selaku yudikatif harus berkolaborasi guna meminimalisir kejadian kekerasan terhadap perempuan dan anak."

BACA JUGA: Ini Dia Orang Bengkulu Yang Tersangkut Namanya di Jalan (23)

Kejahatan seks ini, menurut Sefty merupakan sebuah penyakit sosial, yang perlu diberantas. Mereka, lanjut Sefty selaku pihak legislatif wakil rakyat di DPRD Provinsi, telah melahirkan sebuah regulasi, yaitu Perda Nomor 03 tahun 2019 tentang pembangunan ketahanan keluarga dan anak. "Perda ini sudah ada, namun mungkin belum tersosialisasikan dengan baik. Selain itu, Perda tersebut hendaknya bisa dipakai sebagai rujukan guna menekan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di daerah. Pemda harus tegas menegakkan aturan sesuai regulasi yang ada. Kemarin juga dari pihak KPAI sudah datang turun ke Bengkulu guna ikut mensosialisasikan terkait perlindungan perempuan, anak serta ketahanan keluarga. Sekali lagi saya katakan, kedepan perlu sosialisasi lebih massif terhadap aturan yang ada," papar Sefty.

Sementara itu, dari data Cahaya Perempuan Women Crisis Center (WCC) Provinsi Bengkulu hingga November tahun 2021, telah terjadi sebanyak 2.218 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Propinsi Bengkulu. Yaitu, dengan jenis kasus meliputi kekerasan terhadap istri (kti), incest, pelecehan seksual, percobaan pencabulan, pencabulan, percobaan perkosaan, perkosaan, kekerasan dalam pacaran, trafficking/perdagangan orang, sodomi dan kekerasan terhadap anak. Dalam proses konseling yang dilakukan CPWCC , 1 orang korban kekerasan mengalami 2-3 bentuk kekerasan sekaligus, terutama jika korban mengalami kekerasan seksual, korban pasti juga mengalami kekerasan fisik dan atau psikis.  (idn)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: