Konsorsium Bentang Alam Seblat Harapkan HP Menjadi HK

 Konsorsium Bentang Alam Seblat Harapkan HP Menjadi HK

radarbengkuluonline.com, BENGKULU – Bentang alam seblat merupakan benteng ekologis dengan fungsi utama sebagai penyangga sumber penghidupan komunitas flora dan fauna dari Kecamatan Ketahun, Kabupaten Bengkulu Utara sampai dengan Kecamatan Lubuk Pinang, Kabupaten Mukomuko. Wilayah ini membentang tidak kurang dari 323 ribu hektar dan menjadi hulu dari sungai-sungai besar. Diantaranya Sungai Ketahun, Sungai Seblat dan Sungai Majunto, serta terbagi menjadi beberapa daerah aliran sungai (DAS) yang meliputi DAS Teramang, Retak, Ipuh, Air Rami, Seblat, Sabai dan Senaba. Wilayah ini juga menjadi habitat satwa kharismatik, seperti gajah Sumatera, harimau Sumatera, tapir dan lain sebagainya.

Konsorsium Bentang Alam Seblat Ali Akbar menuturkan, populasi Gajah Sumatera di Bengkulu saat ini sangat mengkhawatirkan. Data mengatakan, di tahun 2010 sampai dengan tahun 2020, estimasi Gajah Sumatera berada di angka 100-150 ekor. Akan tetapi, dari hasil pemantauan tim Konsorsium Bentang Alam Seblat dan pihak terkait di tahun 2017, jumlah populasi Gajah Sumatera saat itu  diperkirakan tidak lebih dari 50 ekor.

“Dalam kurun waktu kurang dari 15 tahun populasi Gajah Sumatera yang katanya 100-150 ekor, sekarang jumlahnya tinggal 50 ekor saja. Namun, memang belum ada proses identifikasi yang dilakukan secara mendalam,” tutur Ali sebagai pemateri pertama diskusi Media Briefing Konsorsium Bentang Alam Seblat di Umak Coffee, Kamis (24/02/2022).

Ia mengatakan bahwa BKSDA mencatat dalam kurun waktu 10 tahun terakhir terdapat 16 ekor gajah yang mati di Bengkulu. Kemudian, pada tahun 2017 hingga 2021 terdapat sekitar 3 ekor gajah yang ditemukan mati, yang salah satunya merupakan gajah jinak. Mayoritas kematian gajah terjadi secara tidak alami. Seperti diracun, ditembak dan diburu. Dalam analisis yang dilakukan Konsorsium Bentang Alam Seblat, bahwa banyaknya kasus kematian gajah disebabkan oleh masih adanya stigma masyarakat yang mengganggap gajah sebagai hama. Stigma inilah yang menjadikan alasan utama bagi para pemangku perkebunan untuk membunuh kawanan Gajah Sumatera.

“Pada tahun 2019 itu, ada beberapa ekor gajah mati karena diracun dan awal tahun 2021, 1 ekor gajah ditemukan mati sudah menjadi bangkai sekitar 2 bulan. Belum ada perkembangan lebih lanjut dari kepolisian mengenai hal ini. Diyakini gajah diracun, sebab terdapat bukti racun yang digantung. Modelnya itu adalah sabun yang dikasih racun.”

Lebih mirisnya lagi, ia mengungkapkan bahwa terdapat satu ekor Gajah Sumatera bernama Pratama, yang ditemukan mati disebrang Sungai Seblat dalam keadaan mengenaskan. Gajah tersebut, ditemukan mati dalam keadaan sudah dicincang dengan gading yang sudah tidak ada lagi. “Tentu hal ini, menjadi puncak perhatian bahwa Gajah Sumatera ini perlu perlindungan agar tidak punah.”

Sejauh ini, timnya bersama aparat kepolisian sudah melakukan olah TKP. Akan tetapi dari pihak kepolisian sampai saat ini belum memiliki cukup bukti untuk membekuk pelaku dari dalang pembunuhan terhadap Gajah Sumatera tersebut. Padahal, Ali mengatakan tim patrolinya sudah melakukan investigasi dan menemukan bahwa terdapat upaya pembunuhan gajah menggunakan racun. “Pelaku belum pernah tertangkap. Dari aparat kepolisian juga mereka mengatakan masih kekurangan alat bukti.”

Dalam riset analisis tutupan hutan yang dilakukan oleh Konsorsium Alat Seblat, menemukan seluas 39.812,34 atau 49% telah menjadi hutan lahan kering sekunder dan seluas 23.740,06 hektar atau 29% sudah beralih fungsi menjadi non hutan. Kemudian, sejak tahun 2018, pemerintah telah menetapkan Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Koridor Gajah Sumatera seluas 29 ribu hektar, yang meliputi Hutan Produksi (HP) Air Rami, Hutan Produksi Terbatas (HPT) Lebong Kandis, Teman Wisata Alam (TWA) Seblat, Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) dan sebagian konsesi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dan Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit.

Akademisi Universitas Bengkulu, Gunggung Senoaji menuturkan, bahwa habitat Gajah Sumatera saat ini berada di Hutan Produksi (HP), yang mana fungsi hutan tersebut boleh ditebang secara legal. Kemudian ditambah lagi dengan adanya perencanaan pengaktifan tambang batu bara diaeral habitat gajah yang justru akan memperbesar ancaman kematian Gajah Sumatera.

Dengan melihat ini, konsorsium tentunya mempunyai target untuk merubah Hutan Produksi (HP) menjadi Hutan Konservasi (HK), sehingga mengurangi ancaman kematian terhadap populasi gajah tersebut. “Lokasi habitat gajah saat ini berada di HP Air Teramang, HP Air Rami, dan HPT Lebong Kandis yang secara legal ada pengelolaannya. Parahnya lagi ada rencana pengaktifan tambang baru bara disana. Kalau bisa kawasan ini berubah fungsi, dari HP menjadi HK, ” tutur Gunggung sebagai pemateri kedua diskusi Media Briefing Konsorsium Bentang Alam Seblat.

Egi Ade Saputra mengatakan, timnya sudah melakukan diskusi dengan masyarakat disana, tentang pandangan mereka yang menyebut gajah sebagai hama. Teryata, dari laporan masyarakat tersebut, gajah disebut hama memiliki sejarahnya. Ia menjelaskan, dari cerita masyarakat disana pada tahun 90an, kawanan gajah pernah masuk ke wilayah pertanian dan merusak tanaman warga dan sampai pernah ada korban. Namun, dengan memberikan pengarahan, terutama 7 desa yang ada disana dan dekat dengan wilayah Konsorsium Bentang Alam Seblat mereka mulai sadar.

“Setelah melakukan pendekatan internal dengan masyarakat bagaimana pentingnya satwa gajah, mereka mulai merubah statement tersebut. Karena mereka berpikir gajah tidak ada lagi masuk ke desa-desa mereka. Jikalaupun masuk, mereka langsung menghubungi pihak terkait. Dan juga, beberapa dari mereka sudah mulai menyadari habitat gajah sudah mulai terusik dan krisis. Alhamdulillah 7 desa tersebut, dan setuju untuk ikut menjaga kawasan ini. Dan harapan mereka, ingin menjadi desa yang dikenal dengan wisata sawta gajah yang dilindungi, seperti di provinsi lain,” tutup Egi dari Genesis Bengkulu sebagai pemateri ketiga diskusi Media Briefing Konsorsium Bentang Alam Seblat. (Mg-4)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: