Tidak Benar, Kebun Plasma Dianggap Gagal

Tidak Benar, Kebun Plasma Dianggap Gagal

radarbengkuluonline.com, MUKOMUKO - Pemilik lahan kebun plasma perusahaan perkebunan kelapa sawit PT. Daria Dharma Pratama (DDP) merasa kecewa. Sebab, program kemitraan antara PT. DDP dengan masyarakat itu dianggap gagal. Bukannya memberi untung bagi masyarakat,  justru sebaliknya, pemilik lahan merasa dirugikan. Hal ini diungkapkan Rahmadi, salah satu anggota kebun plasma di Desa Gajah Makmur, Kecamatan Malin Deman yang tergabung dalam wadah Koperasi Unit Desa (KUD) Maju Bersama. Menurut Rahmadi, pemilik lahan hanya diberi hasil Rp 75 ribu per bulan setiap 1 hektar lahan. "Kalau PT. DDP itu mengatakan kebun binaannya itu 400 hektar lebih di Desa Gajah Makmur memang benar. Cuman masyarakat merasa tertipu dengan kebun binaan dari PT. DDP tersebut karena gagal dan masyarakat merasa dirugikan," ujar Rahmadi ketika dihubungi radarbengkuluonline.com, Kamis (17/3). Rahmadi mengatakan, luas lahan kebun plasma KUD Maju Bersama itu 400 hektar lebih. Dibangun dua tahap. Yakni pada tahun 2010 dan 2012. Melihat usia tanaman sawit yang sudah berusia 7 tahun lebih, tidak masuk akal dengan nilai yang diterima pemilik lahan setiap bulannya. "Makanya kami katakan gagal," tegasnya. Sebagai anggota KUD Plasma, Rahmadi dan beberapa anggota lain bakal meminta pertanggungjawaban PT. DDP dan pengurus KUD Maju Bersama terkait masalah ini. "Kami minta pihak PT. DDP bertanggungjawab atas kebun binaan yang gagal itu." Sementara itu, Sekretaris KUD Maju Bersama, Suratno ketika dikonfirmasi mengatakan, apa yang disampaikan oleh Rahmadi, sama sekali tidak benar. Menurutnya, sistem pembagian kebun plasma yang mereka kelola yaitu 40% untuk pemilik lahan dan 60% kredit. Uang yang diberikan kepada anggota KUD (pemilik lahan) setiap bulan sudah sesuai dengan hasil lahan setiap bulan dengan metode pembagian 40% - 60%. "Gak ada itu Rp 75 ribu sebulan. Itu tergantung hasil dan harga sawit. Kadang lebih dari Rp 100 ribu, kadang di bawah itu. Pernah sampai Rp 300 ribu per hektar lahan," ungkapnya. Pada tahun 2022 ini, sistem pembagian dengan pemilik lahan berbeda. Tidak lagi dengan pola persentase hasil. Akan tetapi, setiap hektar dibayar Rp 500 ribu per bulan. "Untuk tiga bulan awal ini (Januari - Maret 2022) nanti akan dibayar Rp 1.500.000 per bulan. Tinggal menunggu acc Jakarta lagi," sebutnya. (sam)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: