Menumbuhkan Kedermawanan Dalam Kehidupan Sehari-hari
Zubaedi-Adam-
Oleh : Zubaedi
(Sekretaris PWNU Bengkulu Dan Warek 2 UIN Bengkulu)
Dari : Masjid Baitul Izzah Kota Bengkulu
Ma’asyirol muslimin rahimani wa rahimakumullah …
RADARBENGKULUONLINE.COM - Segala puji milik Allah Swt, Tuhan Yang Maha Kasih. Segala anugerah yang telah kita nikmati sampai detik ini, Khususnya, nikmat iman, nikmat Islam, juga nikmat sehat wal afiat.
Kondisi sosial ekonomi masyarakat pasca pandemi diakui secara berangsur-angsur sudah mulai membaik. Masyarakat mulai recovery, pergerakan ekonomi mulai menggeliat, dan kehidupan sosial mulai normal. Meskipun demikian, belum semua masyarakat bisa bangkit pasca pandemi. Angka kemiskinan di negara kita masih tergolong tinggi.
Untuk mengatasi kemiskinan ini, tentu saja kita hanya menggantungkan sepenuhnya kepada upaya pengentasan kemiskinan yang diprogramkan pemerintah.
Sebagai seorang muslim, kita seyogyanya terpanggil untuk ikut ambil bagian dalam mengatasi problem kemiskinan ini dengan menggelorakan semangat berderma serta membangkitkan kesadaran untuk berbagi (thanks giving/futuwwah).
Sidang Jum’ah Rohimakulullah
Islam mengajarkan bahwa kedermawanan adalah cerminan kualitas iman dan Islam. Bahwa kadar kualitas iman dan Islam seseorang dibuktikan dengan sifat ihsan berupa: amal soleh dan kesalehan sosial. Sifat dermawan menjadi salah satu sifat yang terpuji yang harus dipraktikkan oleh seseorang yang mengaku muslim, mu’min dan muhsin.
Menurut Prof Dr. Wahbah Az-Zuhaili (Ulama Fiqih Kontemporer Internasional), ada beberapa keutamaan bagi seseorang yang memiliki sifat dermawan. Pertama, Kedermawanan akan mengantarkan masuk surga. Kedua, sifat dermawan merupakan salah satu ciri-ciri para kekasih Allah SWT. Ketiga, orang dermawan adalah pembesar (sayyid) kaumnya dan juga mahkota bagi kelompoknya. Keempat, Allah akan menghapus dosa orang yang dermawan.
Menurut suatu pendapat, asal kedermawanan adalah keimanan. Oleh sebab itu, Allah menyebut para penghuni gua dengan kata fityah ketika mereka beriman kepada Allah. Allah berfirman, “Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda (fityah) yang beriman kepada Tuhan mereka.” (QS al-Kahf [18]: 13)
Dari sini, asal-usul sebagian ulama menyebut sifat kedermawanan dengan term futuwwah. Futuwwah secara bahasa artinya kedermawanan dan kerelaan hati. Sedangkan menurut istilah ahli hakikat, futuwwah berarti mendahulukan orang lain dengan jiwamu setelah mendahulukan mereka dengan hal-hal duniawi dan ukhrawi dengan cara mengorbankan jiwamu pada setiap keinginan buruk atau baikmu, dan memungkinkan dirimu untuk mengeluarkannya.
Ulama lain memaknai, futuwwah adalah seorang hamba selalu memperhatikan urusan orang lain. Senada dengan hal ini, Nabi bersabda, “Allah selalu memberikan pertolongan kepada seorang hamba, selagi hamba tersebut membantu saudaranya.”
Ulama lain mengartikan, futuwwah adalah memaafkan segala kesalahan saudaranya dan menutup aib-aib mereka. Sebagian ulama menganggap kondisi sebagai derajat minimal futuwwah.
Secara bahasa, sifat dermawan dikenal dengan term sakha’ dan jud. Dalam pandangan ahli hakikat, kedua kata ini memiliki perbedaan. Sakhi (dermawan) adalah orang yang memberikan sebagian hartanya dan menyimpan sebagian lainnya.
Adapun jawad adalah orang yang mengorbankan banyak hal dan menyisakan sedikit bagi dirinya. Sebenarnya sifat kedermawanan yang paling tinggi adalah mu’tsir, yakni orang yang menanggung kesulitan dan kerugian serta sangat bermurah hati. Sifat mu’tsir tercermin pada kepribadian kaum Anshar.
Dalam kaitan ini, Allah berfirman, “Dan mereka (orang Anshar) mengutamakan (orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung.” (QS al-Hasyr [59]: 9)
Nabi bersabda, “Seorang sakhi (dermawan) dekat dengan Allah, dekat dengan manusia, dekat dengan surga, dan jauh dari neraka. Sedangkan orang kikir jauh dari Allah, jauh dari manusia, jauh dari surga dan dekat dengan neraka.”
Menurut Ibnu Maskawaih, sifat dermawan (sakha”) adalah buah dari keberhasilan seseorang mengendalikan quwwatun Syahwiyah (nafsu) disebut juga quwwatun bahimiyyah (daya hewan ternak), yakni dorongan nafsu makan, keinginan kepada kelezatan makanan/minuman/ seksualitas dan segala macam kenikmatan indrawy (al-lazzatul hissiya) alat yang dipergunakannya dari dalam badan manusia adalah "perut".
Dari pengendalian ini memuncul sifat iffah (kesucian diri). Sifat utama ini nampak pada waktu seseorang mengendalikan nafsunya (setelah responsi indra terhadap suatu stimulus) dengan pertimbangannya yang sehat sehingga dia tidak tunduk pada nafsunya itu. Kondisi membebaskannya dari perbudakan hawa nafsunya.
Dari sifat 'iffah melahirkan sifat-sifat mulia yaitu: saikhaa (dermawan/cukup pemurah), hayaa (rasa malu), wadaah (tenang pembawaan), shabr (sabar menahan gejolak nafsu), hariyyah (kepantasan), qana'ah (bersahaja), damaatsah (kelembutan), musalamah (suka kedamaian), dan intizhaam (kerapian), waqaar (sopan/anggun), wara' (teguh mental).
Sidang Jum’ah Rohimakulullah
Pengertian dermawan adalah menebarkan kelebihan (karunia) dalam aspek-aspek (proyek-proyek) kebajikan dan kebaikan kepada hamba-hamba Allah yang beriman. Sebaliknya sifat bakhil adalah enggan melaksanakan semua kewajiban atau sebagiannya. Penyebab kebakhilan adalah dominasi syahwat, panjang angan-angan, terlalu sayang pada anak, takut miskin, kurang yakin dengan datangnya rezeki, dan terlalu cinta pada harta itu sendiri.
Abu Ali ad-Daqqaq berkata, “Sesungguhnya sempurnanya kedermawaan dan kerelaan hati tidak dimiliki oleh seorang pun manusia kecuali Nabi Muhammad. Karena, pada Hari Kiamat nanti, setiap Nabi akan berkata, Duhai jiwaku, jiwaku sedangkan beliau berkata, ‘Wahai umatku, umatku?”
Muhammad bin Abdullah adalah manusia paling dermawan jiwa dan tangannya. Beliau memberikan bantuan bagaikan orang yang tidak takut fakir. Beliau berinfak padahal tidak punya, dan memberi padahal beliau sendiri membutuhkan. Beliau mengumpulkan ghanimah dan membagikannya, tetapi tidak mengambilnya sedikit pun. Meja makannya senantiasa tersajikan untuk setiap pendatang.
Dalam Syarh al-Bukhari karya Ibnu Abi Jumrah diriwayatkan, Rasulullah bersabda, “Aku ibarat kota kedermawanan, dan Abu Bakar adalah pintunya. Aku ibarat kota keberanian, dan Umar adalah pintunya. Aku ibarat kota malu, dan Utsman adalah pintunya. Aku adalah kota ilmu, dan Ali adalah pintunya.”
Sidang Jum’ah Rohimakulullah
Nabi adalah teladan kedermawanan yang tidak dapat dibandingkan dengan para dermawan Arab, seperti Hatim, Harim, dan Ibnu Jud'an. Sebab, beliau memberi bantuan bagaikan orang yang tidak mengharap balasan kecuali dari Allah.
Beliau bederma bagaikan orang yang mencurahkan jiwa, harta, dan semua miliknya di jalan Allah. Beliau adalah manusia paling dermawan, paling toleran, dan paling suka memberi.
BACA JUGA:Inilah Riwayat Selingkar Tanah Bengkulu Tempo Dulu (13)
Diriwayatkan oleh Anas bin Malik yang berkata, "Tidaklah Rasulullah dimintai sesuatu, melainkan beliau memberikannya untuk menyenangkan pada Islam. Seorang laki-laki pernah mendatanginya, lalu beliau memberinya kambing di antara dua gunung. Kemudian orang tersebut kembali kepada kaumnya dan berkata, 'Wahai kaumku, peluklah Islam. Sesungguhnya Muhammad memberi bantuan tanpa takut miskin,"" (HR. Muslim).
Ketika membagikan ghanimah Hunain, Nabi tidak menyimpan untuk dirinya satu dirham atau dinar pun. Tidak pula satu unta ataupun domba. Jubair bin Muth'im meriwayatkan bahwa saat dia berjalan bersama Rasulullah dan pasukan yang kembali dari Hunain, tiba-tiba orang-orang badui mulai meminta kepadanya, hingga mendesaknya ke pohon samurah.
Kedermawanan Nabi mencakup jiwa, tangan, dan akhlak, Kedermawanan Nabi adalah tabiat yang Allah & karuniakan kepadanya.
BACA JUGA:Istri Gubernur se Indonesia Jahit Bendera Merah Putih di Bengkulu
Diriwayatkan oleh Uqbah bin Amir, dia berkata, "Aku pernah shalat Asar di belakang Nabi di Madinah. Usai salam, beliau bergegas berdiri dan melangkahi leher-leher jemaah untuk menuju ke sebagian kamar istrinya, Jemaah pun merasa heran dengan ketergesa-gesaannya.
Ketika Nabi keluar, beliau menyadari keheranan mereka dan bersabda, 'Aku teringat pada emas kami. Aku tidak ingin keberadaannya mengganggu kekhusyu'anku, sehingga aku pun memerintahkan untuk membagikannya,"" (HR. al-Bukhari).
Sesungguhnya para dermawan sepanjang sejarah memiliki peran dalam berbagai aspek kedermawanan. Ada yang dermawan dengan ruhnya, ada yang dermawan dengan hartanya, ada yang dermawan dengan makanannya, ada yang dermawan dengan pakaiannya, ada yang dermawan dengan ilmunya, dan ada yang dermawan dengan kedudukannya. Adapun Rasulullah, seluruh hidupnya terisi dengan kedermawanan, baik malam maupun siang.(*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: