Transformasi Digital BRI dan Fenomena Gema Lato-Lato

Transformasi Digital BRI dan Fenomena Gema Lato-Lato

Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat mencoba permainan Lato-lato disela-sela kunjungan kerja ke Subang, Jawa Barat belum lama ini.-Ist/RBO-

 

Oleh : Agustian

(Penulis adalah penerima beasiswa S2 BRI Fellowship Journalism Batch 3 Bank BRI, dan Jurnalis Aktif Surat Kabar Harian RADAR BENGKULU)

 

RADARBENGKULU.DISWAY.ID - Tek-tek-tek. Bunyi benturan dua bandul bola plastik keras yang terhubung dengan seutas tali terdengar dimana-mana. Tak hanya bergaung di kompleks perumahan, tepi jalan, mall, dan gang-gang sempit, tetapi juga di ruang virtual berbagai media sosial.

 

Siapa pun bisa dan mencoba memainkannya, mulai dari anak-anak, remaja, orang dewasa, artis, termasuk Presiden Joko Widodo (Jokowi). Siapa pun bisa dengan mudah menjual atau membelinya. Tak hanya di toko mainan dan pedagang mainan keliling, tetapi bisa didapat juga di toko peralatan tulis dan fotokopian, bahkan toko kelontong di sekitar permukiman. Bahkan dengan adanya transformasi digital seperti sekarang ini, mainan tradisional yang berusia puluhan tahun ini bisa dibeli secara online di market place.

 

Sepintas mungkin terdengar aneh, apa hubungannya lato-lato dan transformasi digitalBank Rakyat Indonesia (BRI)..?. Akan saya jabarkan alasannya.

 

Fenomena gema Lato-lato yang kembali menjadi trendsaat ini menggambarkan geliat perkembangan perekonomian di Indonesia, khususnya terhadap Usaha Ultra Mikro dan Mikro. Mulai dari ekonomi konvensional menujuekonomidigital seperti sekarang ini. Saat ini gema ekonomi digital seperti gema Lato-lato yang terus menjadi buah bibir ditengah masyarakat melalui implementasi revolusi industry 4.0 dan Bank BRI yang kini telah berusia 127 tahun turut serta mengambil peran dalam menyukseskan program transformasi digitalisasi yang digaungkan oleh pemerintahpusat tersebut.

 

Ketika internet pertama kali ditemukan pada tahun 1980-an, jaringan nirkabel memiliki kecepatan akses yang sangat terbatas (1G sama dengan 2,4 kb/s). Tapi, hanya dalam beberapa dekade berikutnya perubahan besar terjadi dan sekarang kita dapat menikmati kecepatan 5G setara dengan 1 gb/s. Perubahan besar ini berdampak besar pada pola masyarakat yang semakin peka terhadap teknologi dan memanfaatkan akses jaringan nirkabel untuk berbagai aktivitas, terutama di bidang ekonomi. Selain itu, lonjakan start-up dan platform digital telah meningkatkan proses transisi menuju ekonomi digital. Transformasi digital ini akan berdampak pada inovasi, akselerasi, efisiensi, dan produktivitas dalam masyarakat yang semakin beragam.

 

Transformasi ekonomi dari ekonomi konvensional menjadi ekonomi digital merupakan kebijakan dalam meningkatkan pembangunan ekonomi di Indonesia,  melalui penerapan Revolusi industri 4.0, pengembangan sektor keuangan melalui teknologi finansial (Fintech) dan memperluas perdagangan berbasis digital (e-coomerce). Di sisi lain untuk meningkatkan efesiansi dalam transaksi keuangan masyarakat didorong untuk menggunakan transaksi e-money agar terjadi sistem transaksi pembayaran tanpa uang kertas atau cashless payment.

 

Didalam perkembangan ekonomi digital, semua aktivitas dan transaksi yang menggunakan berbagai platform internet akan terekam dan terkumpul sebagai kumpulan data (big data) yang sangat besar, kompleks, dan terstruktur. Big data merupakan aset baru yang harus dijadikan dasar bagi perencanaan pengembangan inovasi produk dan sirkulasi inovasi dan kebijakan pemerintah ke depan. Kemampuan menguasai dan menganalisis big data harus dipandang sebagai aset yang dapat dikapitalisasi untuk mempermudah produksi dan distribusi barang dan jasa. Kemampuan untuk memiliki dan memanfaatkan big data adalah prioritas utama di era digital.

 

 

BACA JUGA:Mendambakan Hidup Tentram, Ini Cara Merengkuh Kebahagiaan

BACA JUGA:Kasus OTT Oknum Wartawan Makin Dalam, Penyidik Panggil Kades

 

 

Ekonomi Digital di Indonesia Tertinggi di Asia Tenggara

Pemerintah Indonesia sejak tahun 2018 lalu telah meluncurkan kampanye “Membangun Indonesia 4.0”. Gerakan ini sejalan dengan era digital dan mengedepankan integrasi informasi untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi dan kualitas layanan. Pemanfaatan ekonomi digital memiliki potensi besar karena potensi Indonesia dalam hal sumber daya manusia dan infrastruktur mendukung perluasan akses ekonomi digital secara inklusif.

 

Pengembangan ekonomi digital menjadi salah satu strategi utama transformasi ekonomi Indonesia. Pengembangan ekonomi digital ini juga didorong oleh adanya pergeseran perilaku masyarakat yang cenderung menggunakan platform digital di berbagai sektor.

 

Sementara itu, menurut data Google, Temasek, Bain & Company potensi ekonomi digital Indonesia pada tahun 2025 mendatang akan menjadi yang terbesar di Asia Tenggara, nilainya diprediksi tumbuh hingga mencapai US$146 miliar.Sementara itu, berdasarkan informasi dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) RI ekonomi digital di Indonesia tertinggi di Asia Tenggara, nilai ekonominya di tahun 2021 tercatat sekitar USD 70 Miliar.

 

Pemerintah pun berkomitmen untuk terus menciptakan ekosistem yang mendukung pengembangan ekonomi digital di Indonesia. Dalam rangka ini, Pemerintah telah mempersiapkan kerangka pengembangan ekonomi digital hingga tahun 2030. Kerangka ini akan menjadi guideline dalam mewujudkan visi menjadi kekuatan ekonomi digital yang mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif, terhubung, dan berkelanjutan.

 

Selain itu, Pemerintah juga turut mendukung kemajuan industri digital agar dapat menciptakan iklim usaha yang kondusif, tak terkecuali bagi para pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).Pasalnya, UMKM merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia dan ASEAN. Berdasarkan data dari Kementerian Kominfo RI sekitar 88,8-99,9 persen bentuk usaha di ASEAN adalah UMKM, dan menyerap 51,7-97,2 persen tenaga kerja di ASEAN. Di Indonesia sendiri, UMKM memiliki daya tahan tinggi yang mampu menopang perekonomian negara, bahkan saat terjadi krisis moneter tahun 1998, krisis globalhingga adanya pandemi Covid-19.

 

Meski teknologi dan ekonomi digital adalah suatu keniscayaan di era digitalisasi, para pelaku UMKM di Indonesia kerap menghadapi berbagai tantangan, terutama dalam hal peningkatan kapasitas, akses modal dan pendanaan alternatif, akses teknologi, akses pasar global, serta integrasi mata rantai regional dan global.Melihat itu Bank BRI selalu hadir memberikan solusi bagi para pelaku UMKM di Indonesia dengan membuat program-program yang proUMKM sehingga para pelaku UMKM mulai dari kota hingga pelosok desa di Indonesia bisa tetap eksis dan tentunya naik kelas atau go internasional.

 

 

BACA JUGA:Waduh,, Warga Binaan Masih Banyak Belum Punya KTP?

 

Manfaatkan Digitalisasi BRI Pelaku UMKM Naik Kelas

 

Transformasi digitalisasiBank BRI juga dirasakan manfaatnya oleh pelaku UMKM di Provinsi Bengkulu yang mendorong pelaku Usaha mikro kecil menengah atau (UMKM)  untuk naik kelas atau  go internasional. Salahsatunya Atiqah Opet Owner brand Atiq batik Besurek khas Bengkulu yang usahanya pernah mendapatkan penghargaan Paramakarya dari Presiden Joko Widodo dan mendapatkan undangan khusus dari Raja Arab Saudi King Salman. Tak hanya itu, berkat adanya transformasi digitalisasi wanita asal Kota Bengkulu ini bisa dengan mudah mempromosikan produknya hingga ke luar negeri. Bahkan, karena usaha batiknya sudah dikenal  Atiq sering diundang mengikuti pameran ke luar kota bahkan hingga ke luar negeri. Seperti pameran di Perancis, Korea Selatan, Singapura, Malaysia, Thailand, Dubai, India dan Arab Saudi.

 

Tak hanya Atiq, pelaku UMKM lain asal Provinsi Bengkulu yang sudah go internasional karena adanya transformasi digitalisasi adalah Suminah, salahseorang pelaku UMKM warga Desa Harapan Makmur, Kecamatan Pondok Kubang, Kabupaten Bengkulu Tengah (Benteng-red) Provinsi Bengkulu.

 

Ibu Rumah Tangga (IRT) ini berhasil menyulap limbah pelepah pohon pisang yang selama ini hanya dianggap sampah oleh masyarakat menjadi barang bernilai ekonomi tinggi. Tak ingin sukses sendiri, Suminah juga sukses memberdayakan warga desanya agar tetap produktif.

 

Atas dedikasinya itu, Suminah pernah diundang ke negara Ukraina. Serta, hasil produk UMKM dengan Brand Mega Souvenir dari serat pelepah pohon pisang yang dirintisnya kini sudah merambah pasar dunia internasional, yaitu negara Cina dan negara Eropa.

 

Dua srikandi pelaku UMKM yang berasal dari provinsi tempat lahirnya ibu Negara pertama Fatmawati Soekarno ini merupakan contoh yang merasakan eksistensi Bank BRI yang terus mendukung serta membantu mengembangkan usaha para pelaku UMKM di Bengkulu, dan juga mendukung menyiapkan fasilitas perbankan seperti ATM, BRILink, dan membantu permodalan usaha, serta program peningkatan kualitas dan kuantitas usaha dalam era digital marketing sehingga pelaku UMKM bisa tetap eksis dan naik kelas go internasional.

 

 

BACA JUGA:Peluang Tambahan Jutaan Rupiah, Tenaga Harian Lepas Dinsos Provinsi Bengkulu Teken Perjanjian Kerja

 

Manfaatkan Transformasi Digital BRI Terus Berinovasi

 

Inovasi teknologi yang berkembang pesat pada berbagai aspek mulai dari kebijakan publik hingga ekonomi juga turut mendorong Bank Rakyat Indonesia (BRI) dalam melakukan berbagai inovasi.

 

Adapun transformasi digital dilakukan dengan fokus untuk mendapatkan efisiensi melalui digitalisasi proses bisnis dan menciptakan nilai baru melalui new business model.

 

Contoh nyata efisiensi digitalisasi proses bisnis yakni dengan adanya BRISPOT atau aplikasi pemrosesan kredit secara mobile yang digunakan oleh tenaga pemasar (Mantri) BRI.

 

Berdasarkan rilis resmi dari BRI, dengan BRISPOT, produktivitas kredit mikro meningkat dari rata-rata Rp2,5 triliun per bulan menjadi lebih dari Rp 4 triliun per bulan. Selain itu, proses kredit menjadi jauh lebih cepat, dari sebelumnya membutuhkan waktu dua minggu menjadi rata-rata dua hari, bahkan dapat lebih cepat.

 

Sementara, contoh keberhasilan new business model adalah layanan perbankan melalui agen yang dinamakan agen BRILink yang kini eksistensinya menjamur ditiap jengkal wilayah Indonesia dengan volume transaksi yang telah menembus lebih dari Rp 1.000 triliun.

 

Transformasi budaya di BRI dilakukan untuk membangun performance driven culture dengan membangun performance management system, yang membutuhkan sistem manajemen informasi yang didukung oleh data yang valid dan akurat.

 

Seluruh transformasi digital dan budaya tersebut tercakup dalam BRIvolution 2.0. yang ditetapkan sejak tahun 2020 lalu untuk merespons COVID-19, yang ternyata menghantam UMKM, serta sebagai transformasi dari BRIvolution 1.0.

 

Selain itu, dalam rangka transformasi digital BRI juga menggunakan metode pembayaran Quick Response Code Indonesia Standard (QRIS). QRIS sendiri merupakan sebuah kemudahan dalam bertransaksi dengan memindai barcode pada merchant terdaftar untuk melakukan pembayaran secara mudah dan cepat. Sejalan dengan visi sistem pembayaran Indonesia 2025, dimana salahsatu poinnya adalah mendukung integrasi ekonomi-keuangan digital nasional melalui open-banking maupun pemanfaatan teknologi digital yang mampu mendukung masyarakat non-tunai (cashless society).

 

Teknologi QRIS ini hadir dengan mengedepankan aspek efisiensi dan kepraktisan dalam bertransaksi tanpa uang tunai. Semua inovasi yang dilakukan hadir untuk memberikan kemudahan kepada para pelaku UMKM dan masyarakat untuk bertransaksi dengan aman dan mudah serta mengurangi resiko kerugian akibat biaya administrasi, pencurian maupun penularan virus Covid-19 karena semua transaksi dilakukan dengan online serta pembayaran dilakukan dengan hanya melakukan scan barcode pada merchant-merchant terpilih sehingga menghindari kontak fisik. Berbagai inovasi yang telah dilakukan memberikan sebuah peluang dalam mengimplementasikan masyarakat 5.0 guna mendukung revolusi industri 4.0.

 

 

Program Desa BRILian Jadi Role Model

 

Guna mewujudkan transformasi digitalisasi di desa, Bank BRI membuat program Desa BRILian yang didirikan BRI sejak tahun 2020 untuk mendukung peningkatan kapasitas desa. Program ini sebagai bentuk nyata dan upaya pemberdayaan serta mendorong pertumbuhan ekonomi diperdesaan secara berkelanjutan kepada segmen Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Oleh karenanya peran BRI tidak terbatas pada peran financial intermediary, namun juga pemberdayaan, baik kepada individu pelaku usaha maupun lembaga desa.

 

Pemberdayaan wilayah perlu diperhatikan mengingat perkembangan desa di Indonesia relatif belum merata. Berdasarkan Indeks Desa Membangun (IDM) tahun 2022, terdapat 4.982 desa sangat tertinggal di Indonesia pada 2022. Jumlah tersebut setara dengan 6,65% dari total desa yang memiliki status Indeks Desa Membangun (IDM) sebanyak 74.955 desa.  Berdasarkan kondisi tersebut, sejak tahun 2020 BRI hadir untuk turut serta mengembangkan desa melalui program Desa BRILian.

 

Desa BRILian ini merupakan program inkubasi yang bertujuan menghasilkan role model dalam pengembangan desa. Tentunya melalui implementasi praktik kepemimpinan desa yang unggul serta semangat kolaborasi untuk mengoptimalkan potensi desa berbasis Sustainable Development Goals (SDG’s).

 

Desa yang mengikuti program ini diharapkan menjadi sumber inspirasi pembangunan yang dapat direplikasi ke desa-desa lainnya. Sebab program Desa BRILian berfokus pada pengembangan 4 aspek penting yang terdapat di desa. Pertama, BUMDES sebagai motor ekonomi desa. Kedua, digitalisasi, implementasi produk dan aktivitas digital di desa.

 

Ketiga, keberlanjutan, tangguh dan berkesinambungan dalam membangun desa. Dan yang terakhir, kreatif dalam menciptakan inovasi dalam mengembangkan potensi usaha didesa.

 

Sementara itu, satu-satunya desa BRILian BRI di Provinsi Bengkulu terpilih yang mengikuti pendampingan dan pelatihan Desa BRILian BRI yakni Desa Arga Jaya, Kecamatan Air Rami, Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu.

 

Dengan hadirnya program Desa BRILian, desa dapat meningkatkan produktifitas usaha-usaha kreatif dipedesaan, meningkatkan nilai tambah, membuka jaringan pemasaran global bagi UMKM. Serta, bagi Pemerintah Desa dapat memberikan pelayanan instan yang optimal bagi warga berbasiskan pelayanan digital.

 

 

Transformasi Digital BRI dan New Business Model

 

Berdasarkan rilis resmi Bank BRI, dengan adanya transformasi digital, laba Bank BRI terus naik dari tahun ke tahun. Strategi transformasi yang telah dipersiapkan sejak jauh hari tersebut pun sudah membuat BRI mencatatkan kinerja cemerlang, yakni salah satunya adalah pencapaian laba sebesar Rp12,54 triliun pada triwulan II 2021 atau tumbuh 22,93 persen dibandingkan triwulan II 2020. Bahkan pada tahun 2022 dalam 9 bulan, BRI  berhasil mencatatkan laba bersih senilai Rp 39,31 triliun atau tumbuh 106,14% year on year (yoy) dengan total aset meningkat 4,00% yoy menjadi Rp.1.684,60 triliun. Ditambahkan, dari aspek penyaluran kredit, hingga akhir September 2022, total kredit dan pembiayaan BRI Group tercatat sebesar Rp.1.111,48 triliun atau tumbuh 7,92% yoy. Secara khusus, portofolio kredit UMKM BRI tercatat meningkat sebesar 9,83% yoy dari Rp.852,12 triliun di akhir September 2021 menjadi Rp.935,86 triliun di akhir September 2022. Hal ini menjadikan proporsi kredit UMKM dibandingkan total kredit BRI terus meningkat, menjadi 84,20%.Adapun transformasi digital dilakukan dengan fokus untuk mendapatkan efisiensi melalui digitalisasi proses bisnis dan menciptakan nilai baru melalui new business model.

 

 

Tantangan Transformasi Digitalisasi

 

Saat masa pandemi Covid-19 kemarin, hampir semua sektor mengalami kelesuan terutama sektor industri mikro, kecil dan menengah seperti akomodasi, penyediaan makan minum dan jasa pariwisata. Banyaknya usaha yang tutup dan mengurangi pegawai sebagai imbas dari kelesuan ekonomi turut berdampak besar terhadap tingginya angka pengangguran dan kemiskinan. Namun, dibalik hal itu semua, kondisi ini banyak menjadi momentum UMKM untuk naik kelas dengan memanfaatkan teknologi dalam memasarkan produk, jasa pengantaran barang/jasa, hingga akses perluasan pasar kepada generasi muda atau biasa disebut millennial. Hal ini didasari oleh semakin cepatnya proses transformasi teknologi yang berkembang saat ini.

 

Provinsi Bengkulu sebagai tempat lahirnya ibu Negara pertama Fatmawati Soekarno menjadi sebuah daerah yang memiliki potensi ekonomi dan pariwisata yang luar biasa. Dengan ditopang oleh industri jasa dan pariwisata, Provinsi Bengkulu terus berusaha melebarkan akses jaringan informasi dan teknologi yang dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat Bengkulu.

 

Namun, tantangan yang dihadapi dalam era digitalisasi cukup besar. Tantangan pertama adalah masih cukup banyak daerah yang belum terjangkau sinyal (blind-spot) sehingga akses jaringan belum banyak dirasakan oleh masyarakat. Hal ini terjadi dikarenakan infrastruktur yang belum memadai, sulitnya akses untuk pembangunan serta populasi yang masih sedikit di daerah tersebut sehingga valuasi ekonomi rendah.

 

Tantangan berikutnya  adalah kecepatan atau bandwidth internet rata-rata di Indonesia masih rendah. Dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia atau Thailand, kecepatan internet di Indonesia rata-rata hanya sebesar 17,26 Mbps, bandingkan dengan Malaysia yang mencapai 33,9 Mbps dan Thailand sebesar 47,35 Mbps (Ookla Speedtest Global Index, 2018).

 

Tantangan lain adalah literasi digital masyarakat yang cenderung masih rendah sehingga pemanfaatan teknologi masih sebatas sosial media maupun hiburan saja. Masyarakat, khususnya pelaku UMKM perlu diedukasi tentang pengetahuan dan kecakapan untuk menggunakan peralatan digital (terutama smartphone), untuk membantu mereka menganalisa pasar, memasarkan  hasil produksi serta memanfaatkan data sebagai rencana mengembangkan bisnisnya.

 

Pemerintah harus hadir dalam mengatasi permasalahan diatas agar pengoptimalan ekonomi digital dapat optimal dan dirasakan oleh masyarakat. Peran serta pemerintah ini juga dapat diwujudkan dengan inovasi-inovasi terbaru yang berkaitan dengan kemudahan masyarakat dalam melakukan aktivitas ekonomi.  Masih banyak transaksi-transaksi di masyarakat di Provinsi Bengkulu yang seharusnya sudah berdasarkan platform digital, seperti transakasi parkir, pengisian bahan bakar  minyak di SPBU, juga pembayaran pajak kendaraan bermotor.  Juga perlu disiapkan sarana dan prasarana sistem pembayaran digital di pasar-pasar tradisional. Inovasi ini tentu saja akan memberikan dampak yang sangat baik dalam efisiensi transaksi di masyarakat.

 

Transformasi digital BRI bak fenomena gema Lato-lato yang mengembalikan optimisme bahwa dunia konvensional masih memiliki harapan dengan adanya digitalisasi dan inovasi, sesuai dengan perkataan William Pollard “Without change there is no innovation, creativity, or incentive for improvement. Those who initiate change will have a better opportunity to manage the change that is inevitable.” (***)

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: