Pemerintah Terus Berusaha Mengangkat Harkat dan Martabat Masyarakat
Kepala Dinas Sosial Kota Bengkulu Sahat Marulitua Situmorang,-Riski/MC-Radar Bengkulu
radarbengkuluonline.id - Kebijakan sejumlah daerah di Indonesia yang memasang stiker bertuliskan Keluarga Miskin Penerima Bantuan Sosial di rumah warga menuai beragam tanggapan. Langkah itu awalnya dimaksudkan untuk meningkatkan transparansi penyaluran bantuan sosial dan memastikan data penerima tepat sasaran.
Namun, kebijakan tersebut justru menimbulkan polemik karena dinilai bisa menimbulkan stigma dan mempermalukan masyarakat penerima bantuan. Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Sosial Kota Bengkulu Sahat Marulitua Situmorang, menegaskan penolakannya terhadap kebijakan tersebut menurutnya, pemasangan stiker dengan label keluarga miskin bukanlah langkah yang mendidik dan bertentangan dengan semangat perlindungan sosial.
BACA JUGA: MUI Wajib Jaga Kemaslahatan Umat
“Tugas pemerintah adalah mengangkat harkat dan martabat masyarakat miskin. Bukan mempermalukan mereka dengan menempelkan stiker di rumahnya,” ujarnya (2/11/25).
Sahat menjelaskan, negara melalui Undang-Undang Dasar 1945 telah menegaskan bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara. Karena itu, menurutnya, pemerintah wajib hadir melalui bantuan sosial, bukan dengan memberikan label yang justru menurunkan martabat warga.
BACA JUGA:Pegawai PDAM Tirta Hidayah Harus Bekerja Secara Profesional
“Republik Indonesia berdiri atas dasar Undang-Undang Dasar 1945. Di situ jelas disebutkan, fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara — bukan dipasang stiker,” ujarnya.
Ia menilai, kebijakan pemasangan stiker di beberapa daerah merupakan bentuk kesalahpahaman terhadap peran Dinas Sosial dan mekanisme penyaluran bantuan sosial. Menurutnya, penetapan penerima bantuan sosial sudah memiliki mekanisme resmi dan berjenjang dari tingkat bawah hingga pusat.
BACA JUGA:Kota Bengkulu Perkuat Program Pemberdayaan Sosial Ekonomi
“Dari RT, RW, lalu musyawarah kelurahan atau desa, kemudian ke camat, naik ke kepala dinas sosial, disampaikan ke walikota atau bupati. Setelah itu, barulah usulan tersebut diteruskan ke Menteri Sosial untuk mendapatkan persetujuan,” ucapnya.
Sahat juga menyoroti dampak sosial yang bisa timbul akibat adanya label keluarga miskin di rumah warga. Ia khawatir hal itu dapat menimbulkan rasa malu dan diskriminasi, terutama terhadap anak-anak dari keluarga penerima bantuan.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber: