Pelabuhan Pulau Baai Bengkulu Paling Cepat Alami Dangkal

Senin 20-07-2020,10:13 WIB
Reporter : radar
Editor : radar

Ekspor Komoditas Daerah Terhambat

RBO  >>>  BENGKULU >>>  Kepala Kantor Pengawasan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Bengkulu, Ardhani Naryasti menyebut ekspor sejumlah komoditas unggulan daerah itu terhambat lantaran alur di Pelabuhan Pulau Baai Bengkulu kerap mengalami pendangkalan.

Kata Ardhani, ada dua produk unggulan Bengkulu yang saat ini permintaannya cukup tinggi di luar negeri. Yaitu batu bara dan cangkang kelapa sawit. Namun ekspor terkendala karena kapal besar tak bisa bersandar di Pelabuhan Pulau Baai.

"Permintaan untuk cangkang sawit itu luar biasa banyaknya, tetapi sayangnya ekspor ini tidak bisa terealisasi karena adanya pendangkalan di Pelabuhan Pulau Baai, sehingga kapal tidak bisa merapat," ungkap Ardhani kepada RADAR BENGKULU, kemarin (19/7).

Ia menjelaskan, para pengusaha cangkang kelapa sawit di Bengkulu akhirnya memilih melakukan ekspor melalui pelabuhan lain. Seperti melalui Pelabuhan Bakauheni Lampung dan Pelabuhan Teluk Bayur Padang. Ia menjelaskan, jika ekspor tetap dipaksakan melalui Pelabuhan Pulau Baai Bengkulu, maka semakin menambah biaya transportasi. Sebab membutuhkan kapal tongkang untuk mengangkat cangkang dari dermaga ke tengah laut untuk kemudian dipindahkan ke kapal yang lebih besar.

"Kapal yang tidak bisa menepi itu akhirnya melakukan eksportasi dengan kapal tongkang dulu. Kemudian baru diangkut ketengah untuk dipindahkan ke kapal. Inilah yang kemudian menghambat ekspor," paparnya. Terkait hal tersebut, General Manajer PT Pelindo II Cabang Bengkulu, Silo Santoso mengatakan, pihaknya sedang merencanakan pengerukan alur pelabuhan pada Agustus mendatang.

Kata Silo, dari panjang alur Pelabuhan Pulau Baai Bengkulu yang sekitar tiga kilometer, pada spot tertentu mengalami pendangkalan dengan kedalaman lima meter LWS. Ia mengakui Pelabuhan Pulau Baai Bengkulu merupakan salah satu pelabuhan yang paling cepat mengalami pendangkalan dibandingkan pelabuhan lainnya di Indonesia. Sebelumnya, pada Desember 2019 lalu pihaknya sudah melakukan pengerukan alur di kedalaman 10 meter LWS, dengan mengeluarkan hampir 600 ribu meter kubik pasir, namun saat ini sudah kembali mengalami pendangkalan.

"Karena pelabuhan ini berada persis di laut barat Sumatera, berhadapan langsung dengan Samudra Hindia, berhadapan langsung dengan laut lepas, sehingga mempercepat pendangkalan," kata Silo.

Menurutnya, saat ini pihaknya hanya bisa melakukan pengerukan alur pelabuhan sebanyak satu kali dalam satu tahun. Karena biaya untuk setiap kali pengerukan sangat besar. Bisa mencapai Rp 50 hingga Rp 60 miliar.

Silo mengaku, pihaknya saat ini sedang mempelajari perilaku perairan pantai di Bengkulu untuk nantinya dijadikan acuan pengambilan kebijakan terkait pendangkalan alur. "Kita sedang lakukan studi untuk mengamati perilaku gelombang dan ini sudah berlangsung enam bulan. Nanti hasilnya akan dijadikan acuan treatment apa yang akan dilakukan," demikian Silo.(idn)

Tags :
Kategori :

Terkait