Catatan Dahlan Iskan: Arief Kabel

Sabtu 16-10-2021,07:13 WIB
Reporter : radar
Editor : radar

ORANG-ORANG media heboh sendiri: siapa itu Arief Nurrohman? Direktur TV Swasta di Jatim? Yang ditangkap polisi Polda Metro Jaya?

Saya ikut heboh. Semua berita yang terkait dengan penangkapan itu saya baca. Sampai pun saya berkali-kali terkecoh. Terutama oleh judul berita yang menjanjikan sesuatu. Misalnya judul ini: Siapa Direktur TV yang Ditangkap itu. Saya pikir saya akan mendapat profil orangnya. Ternyata isinya sama saja dengan judulnya. Jadi, siapa yang ditangkap itu? Tidak terjawab. Isi berita itu ternyata memang ya pertanyaan itu.
“Oh… ternyata begitu ya wartawan online menulis berita” ujar saya dalam hati. Judulnya bertanya, isinya juga bertanya.

Maka kalau saya harus menelusurinya sendiri, itu karena saya benar-benar penasaran: siapa orang yang ditangkap itu.

Akhirnya saya tahu sedikit: ia orang Bondowoso. Namanya Arief Nurrohman.

Ternyata saya tidak punya cukup banyak teman di Bondowoso. Semua saya tanya: kenalkah orang itu. Jawab mereka: tidak.

Saya pun menghubungi sastrawan di Banyuwangi: Mas Udi. Siapa tahu ia punya teman di Bondowoso. Punya. Namanya Eko. Lengkapnya: Gugah Eko Saputro. Ia wartawan Radar Jember.

Saya telepon Mas Eko. Ternyata ia kenal orang yang ditangkap itu. “Seumur dengan saya,” ujar Eko. Berarti sekitar 35 tahun.

Kenal banget juga tidak. Arief orang Bondowoso. Eko orang asli Jember. Arief ternyata juga bukan wartawan.

Arief tinggal di sebuah desa, sekitar 7 Km dari kota Bondowoso. Tentu jauh sekali. Bondowoso saja jauh. Apalagi desa itu: Grujugan.

Di depan rumah Arief, kalau pagi, jadi pasar krempyeng.

Orang Bondowoso mengenal Arief sebagai pengusaha yang sukses –untuk tingkat lokal. Bisnisnya, ini dia: TV Kabel. Nama stasiun TV-nya: BSTV –Bondowoso TV. Saya cari di daftar anggota asosiasi TV lokal Indonesia. Tidak saya temukan nama itu.

BSTV adalah TV Kabel dalam pengertian yang sebenarnya –pelanggannya menarik program lewat kabel beneran.

Dengan berlangganan TV Kabel itu banyak sekali channel yang bisa dilihat. Tidak kalah dengan berlangganan Indovision atau Telkomvision. Program dari stasiun-stasiun TV Jakarta dan mancanegara bisa ditonton di Bondowoso. Termasuk siaran-siaran langsung olahraga dunia.

Perbedaan yang mencolok dengan Indovision adalah: uang langganannya murah sekali, Rp 15.000/bulan. Bandingkan dengan kalau berlangganan Indovision. Yang bisa mencapai Rp 250.000/bulan.

Orang Bondowoso sangat berterima kasih kepada Arief. Dengan Rp 15.000/bulan sudah serasa berlangganan Telkomvision.

Yang seperti itu juga pernah terjadi di banyak kota di luar Jawa. Seperti di Balikpapan. Tapi di Kaltim yang seperti itu dianggap melanggar UU. Lalu dilarang.

Saya belum berhasil menelusuri apakah yang di Bondowoso itu legal. Pun belum tahu seperti apa pula bentuk perizinannya. “Pelanggannya ribuan rumah. Termasuk rumah saya,” ujar Eko, yang juga alumni Unej.

Sebagai TV Lokal, BSTV juga punya channel berita lokal. Isinya: kegiatan Pemda, rumah sakit, DPRD, dan sejenisnya. BSTV juga mendapat iklan dari Pemda. Rutin. Ada kontraknya. Sekitar Rp 200 juta/tahun.

Menurut Eko, siswa-siswa SMK jurusan audio visual menjadi wartawannya.

Sebenarnya Arief sudah punya pendapatan cukup dari ribuan pelanggan lewat TV kabelnya. Tapi ia melihat peluang lain: jadi YouTuber. Insting beritanya cukup kuat. Ia tahu berita seperti apa yang disukai di YouTube. Ia memang pernah menjadi aktivis mahasiswa. Yakni saat kuliah di Fakultas Teknik di Universitas Negeri Jember.

Sebenarnya, berita kawin-cerainya artis termasuk yang paling disukai. Tapi di Bondowoso tidak ada artis. Rupanya ia tahu berita tentang Habib Rizieq banyak pemirsanya. Apalagi yang nadanya membela sang Habib.

Yang juga laris adalah: kalau beritanya anti-China. Maka poros pro-Habib-anti-China jadi pilihan video yang ia buat.

Video-video itu ia unggah ke YouTube. Laris. Kian banyak lagi yang dibuat. Kian pro-Habib pula. Sekalian kian anti-China.

Ada unggahannya yang ditonton sampai lebih 500.000 orang. Ada yang di atas 300.000. Paling apes di atas 100.000.

Video itu ia unggah atas nama Aktual TV. Saya tidak pernah tahu nama Aktual TV. Setelah penangkapan itu barulah saya buka YouTube. Saya cari Aktual TV. Ampuuuuun, begitu banyak yang sudah diunggah. Lebih 500 video. Produktif sekali.

Wajar kalau dari YouTube Aktual TV bisa dapat banyak uang. Menurut polisi sudah mencapai hampir Rp 2 miliar. Selama kurang dari dua tahun ini.

Dari sudut pandang jurnalistik, video itu sama sekali tidak memenuhi syarat. Video itu sama sekali bukan produk jurnalistik. Itu lebih tepat disebut sebagai produk industri video rumahan.

Saya sebut rumahan karena, untuk membuat video seperti itu, kamera pun tidak perlu punya. Video itu murni bisa dibuat dari mengambil cuplikan-cuplikan video lain.

Yang diperlukan hanyalah keberanian. Ditambah kemampuan mengoplos gambar dari mana pun asalnya.

Betapa berani video itu menyebutkan bahwa Pangkostrad Mayjen Dudung Abdurrachman adalah tentara dari Tiongkok yang diselundupkan ke Indonesia. Lalu ada lagi video ini: Xi Jinping memutuskan menarik kembali Jenderal Dudung ke Tiongkok. Gambar Xi Jinping ada di situ. Gambar Dudung ada di situ. Cukup panjang juga menyiarkan gambar Xi Jinping lagi berpidato dalam bahasa Mandarin. Yang rupanya itu pidato lama. Saya ngerti isi pidato itu: saat menyambut Presiden SBY –entah apa hubungannya dengan Dudung.

Hampir semua judulnya dimulai dari kata ini: GAWAT!!! .

Serba gawat. Rupanya agar terasa penting. Waktu itu soal Habib memang lagi hot. Dudung memang dianggap lawan Habib. Demikian juga Kapolda Fadil Imran. Yang terkait dengan tewasnya 6 pengikut Habib di KM-50 jalan tol dekat Karawang.

Tapi apakah Aktual TV itu alat bisnis? Atau alat perjuangan?

Itulah yang masih didalami oleh polisi.

Sebagai pengusaha muda, Arief sendiri pernah menjadi Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Bondowoso.

Ia dikenal sebagai alumnus SMAN 2 Bondowoso yang meneruskan kuliah di Universitas Negeri Jember. Ia masuk fakultas teknik jurusan mesin. Saat itulah ia menjadi aktivis mahasiswa dan tergabung ke dalam organisasi himpunan mahasiswa.

Arief punya dua karyawan: yang satu bertugas mengolah video, satunya lagi mengisi suara. Dua-duanya ikut dibawa polisi ke Jakarta.

Di tengah berita penangkapan itu ada satu orang yang merasa beruntung. Ia seorang penyiar radio. Ia direkrut Arief sebagai pembaca narasi. Tidak jadi. Namanya Yudi.

Kita tentu menunggu sikap Arief setelah ditangkap polisi. Benarkah semua itu.

Yang jelas sampai tadi malam TV Kabel-nya masih berjalan normal. Para pelanggan di Bondowoso masih bisa menikmati puluhan channel seperti orang Jakarta.

Semua itu diatur dari rumah Arief di desa itu. Di rumah gedung berantai dua itu. Di rumah itu pulalah studio BSTV berada. Betapa majunya desa kita. Pun yang di daerah yang begitu pelosoknya.(Sumeks.co)

Tags :
Kategori :

Terkait

Terpopuler

Terkini