Gubernur Bengkulu ,Dr. drh. H. Rohidin Mersyah, M.M.A dan Wakil Gubernur Bengkulu, Dr. H. Rosjonsyah, S.I.P., M.Si yang memimpin Provinsi Bengkulu saat ini, termasuk para pejabat di Bengkulu harusnya bersyukur dan berterima kasih dengan tokoh-tokoh dan rakyat Bengkulu tempo dulu. Sebab, mereka sudah berjasa besar berjuang hingga berdiri dan diresmikannya Provinsi Bengkulu tanggal 18 November 1968 . Pendirian Provinsi Bengkulu itu bukan hadiah, tapi, ada proses perjuangan panjang warga dan tokoh masyarakat Bengkulu. Sebab, Bengkulu waktu itu adalah Residen Bengkulu yang merupakan bagian dari Provinsi Sumatera Selatan. Pemisahan diri dari Sumatera Selatan itu juga tidak mudah. Mereka banyak yang terlibat dan bolak balik untuk memperjuangkan Provinsi Bengkulu. Perjuangannya itu mirip dengan pendirian negara Republik Indonesia. Ini perlu diketahui oleh semua warga Bengkulu agar semua tahu dan menghargai perjuangannya. Dengan demikian nantinya dan bisa juga mengisi pembangunan ini bersama pemerintah. Mengapa memisahkan diri? Apa yang dihadapi? Siapa yang terlibat? Mau tahu! Gampang! Baca Laporan wartawan radarbengkuluonline.com secara sambung menyambung mulai hari ini.
AZMALIAR ZAROS – Bengkulu Kue Pembangunan Belum Menyentuh Lapisan Masyarakat Bengkulu Menurut penuturan salah seorang tokoh yang terlibat langsung dalam pendiri Provinsi Bengkulu yang juga Ketua Harian Angkatan 45, (alm) Syarif Syafri dan dilengkapi dengan data-data dari buku Kenang-Kenangan Perjuangan Bekas Keresidenan Bengkulu yang dicetak Pemerintah Provinsi Bengkulu di Sriwijaya Media Utama Palembang 1993 karena daerah Bengkulu waktu itu kurang tersentuh pembangunan. Maklum saja, Bengkulu waktu itu merupakan daerah residen. Yaitu Residen Bengkulu. Residen Bengkulu ini dibentuk oleh pemerintah RI sejak 12 Oktober 1945 bagian dari Provinsi Sumatera Selatan. Segala sesuatunya, mereka menginduk ke Sumatea Selatan yang kotanya di Palembang. Kalau ada hubungan dengan pemerintah pusat, maka harus melalui Gubernur Sumatera Selatan dulu. Tidak bisa langsung ke pusat. Yang masuk wilayah Sumatera Selatan itu, tidak hanya Bengkulu, tetapi juga Residen Lampung, Residen Jambi, Residen Bangka Belitung. ‘’Dari zaman penjajah sampai Indonesia Merdeka tahun 1945 itu kita selalu menginduk ke Sumatera Selatan itu,’’jelas (alm) Syarif Syafri yang ditemui di rumahnya di Padang Harapan. Bayangkan saja, katanya, walaupun Negara Indonesia sudah merdeka, transportasi tidak lancar. Bukan hanya ke pemerintah pusat, ke Palembang, ke ibukota kabupaten juga demikian. Kalau kita mau ke Pondok Kelapa saja susah bukan main. Sebab, jembatan tidak ada karena sudah dihancurkan oleh masyarakat saat masa penjajajahan. Ini dilakukan untuk menghalangi gerak gerik penjajah yang masih ingin menjajah Bengkulu. Namanya politik bumi hangus. Selain itu, pembangunan di daerah ini boleh dikatakan tidak ada. Bangunan pemerintah juga sangat minim. Seolah-olah Bengkulu waktu itu kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Akibat dari kurang tersentuhnya daerah Bengkulu tersebut, papar ketua Dewan Harian Angkatan 45 Provinsi Bengkulu itu, maka warga merasa sedih sekali. Kesedihan ini berlangsung lama. Ini tak hanya dirasakan oleh warga. Tokoh masyarakat juga merasakan hal serupa. (bersambung)Inilah Orang-Orang Yang Terlibat dan Bolak Balik di Provinsi Bengkulu (1)
Selasa 01-02-2022,10:36 WIB
Editor : radar
Kategori :