Berpuasa, Keimanan, dan Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

Jumat 31-03-2023,05:57 WIB
Reporter : Adam
Editor : Yar Azza

 

Oleh  : Dr. H. Mawardi Lubis, M.Pd

(Dosen UIN FAS Bengkulu dan Imam Masjid Raya Baitul ‘Izzah Provinsi Bengkulu)

Dari : Masjid Jami' Babussalam, Jalan P.Natadirja KM.8 Kelurahan Jalan Gedang Kecamatan Gading Cempaka

 

RADARBENGKULU.DISWAY.ID - Secara konseptual, ajaran Islam terdiri tiga dimensi. yakni Iman, Islam, dan Ihsan. Dimensi Iman terdiri dari enam rukun. Yakni beriman (percaya) kepada Allah SWT, malaikat-malaikatNya, Kitab-kitabNya, Rasul-rasulNya, hari akhirat, serta qadha dan qadar.

 

 

 

 Dimensi Islam terdiri dari lima rukun, yakni mengucapkan dua kalimat syahadat (syahadatain), mendirikan salat lima waktu dalam sehari semalam, berpuasa pada bulan Ramadan, menunaikan zakat, dan mengerjakan haji.

Dimensi Ihsan adalah seseorang beribadah (menyembah) kepada Allah SWT seolah-olah dia melihat Allah SWT, jika dia tidak bisa melihat Allah SWT maka dia merasakan bahwa Allah SWT selalu hadir dan mengawasi dirinya. (HR. Bukhari dan Muslim dari Umar Bin Khaththab RA).

Ketika tiga dimensi tersebut di atas (Iman, Islam, dan Ihsan) berbanding lurus (linier) dalam diri seseorang. Artinya, seseorang yang sudah mempunyai keyakinan (Iman), kemudian dia bisa buktikan dengan perbuatannya/ta’at beribadah kepada Allah SWT (Islam) dan memiliki kebagusan dalam berperilaku (Ihsan), bertakwa kepada Allah SWT, serta berakhlak mulia.

Namun, kenyataan dalam kehidupan sehari-hari ketiga dimensi ini (Iman, Islam, dan Ihsan) sering kurang linier dalam diri seseorang, sehingga menjadi akar permasalahan bagi kurang suksesnya seseorang dalam meraih kebahagiannya, baik di dunia maupun di akhirat.

Begitu juga halnya dengan konsep kehidupan berbangsa dan bernegara. Dimana ada empat dimensi yang menjadi penentu dan memiliki pengaruh yang sangat urgent terhadap kehidupan seseorang dalam berbangsa dan bernegara, yang dikenal dengan empat pilar kebangsaan.

Yakni Pancasila, UUD 45, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. Ketika empat pilar kebangsaan tersebut berada pada posisi linier dalam kehidupan seseorang, maka seseorang akan memiliki banyak kontribusi terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara.

Namun sering terjadi sebaliknya, dimana seseorang belum mampu untuk menjadi warga negara yang menjadikan empat pilar kebangsaan sebagai sesuatu yang linier dalam kehidupannya.

 

Berpuasa, Keimanan, dan Kehidupan Berbangsa dan Bernegara sebagaimana dijelaskan diatas, berpuasa di bulan suci Ramadan merupakan salah satu keawajiban dan pertanda (indikator) seseorang disebut sebagai orang yang beriman (mukmin/mukminat), yang akan mengantarkan dia menjadi pribadi yang bertakwa kepada Allah SWT (ikhlas dalam melaksanakan segala perintah Allah Swt dan menjauhi laranganNya). (Q.S : 2, al-Baaqarah, ayat 183). 

Oleh karena itu, ketika seorang mukmin/mukminat menjalankan ibadah puasa, dia dituntut untuk mengikuti aturan Allah SWT dan Rasulullah SAW.

Orang yang berpuasa wajib memenuhi syarat, rukun, dan menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa serta termasuk menjaga diri hal-hal yang bisa merusak pahala puasanya atau memelihara lidah dan anggota badannya dari semua kekejian dan pelanggaran-pelanggaran. Seperti, tidak boleh berkata kotor, marah-marah. (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).

Tidak boleh berbohong, ghibah (membicarakan orang lain), adu domba, sumpah palsu, dan melihat lawan jenis dengan syahwat (nafsu) (Hadits dari Anas bin Malik). Artinya, Orang yang berpuasa adalah orang yang berusaha melatih, mendidik, dan membiasakan dirinya untuk berprilaku terpuji/mulia (al-akhlaq al- madzmumah/al-karimah). 

 

Oleh karena itu, orang yang berpuasa memiliki peluang besar untuk menjadi warga negara yang baik, yang dapat memberikan kontribusi atau manfaat yang luar biasa bagi kehidupan berbangsa dan bernegara dalam rangka menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila, UUD 45, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.

Artinya, menjadi warga negara baik harus selalu berusaha membaguskan dan menjaga hubungannya kepada Allah SWT (hablumminallah), selalu baik kepada sesama manusia (toleran, dll) (hablumminannaas) (Q.S : Ali Imran, ayat 112), dan juga selalu baik dan menjaga ekosistem dan keseimbangan lingkungan sekitarnya (hablumminal’alam) (Q.S : 30, Ar- Ruum, ayat 41).

Demikian khutbah singkat ini, semoga bermanfa’at bagi kita semua. Amin ya Rabbal ‘alamin.(cae-1)

 

 

 

Kategori :