Setelah gurunya menerjemahkan, ia buru-buru pulang ke rumah. Rumahnya tak jauh dari sekolah itu. Kira-kira waktu 5 menit perjalanan. Ia memberi kabar kepada ibu dan ayah dan menyerahkan telegram tersebut.
Sepenerima telegram itu, ia merasa lega bercampur lemas.Lega, karena setelah menunggu berkepanjangan dari tahun 1939-1943.
BACA JUGA: Penurunan Stunting 4 Persen Dapat Apresiasi dari Presiden Jokowi
Lemas, karena membayangkan kehidupan baru sebagai istri Bung Karno nanti. Mampukah ia akan memenuhi harapan calon suaminya. Dan tentunya harapan rakyat , sebagai pendamping pemimpinnya dimasa perjuangan ini
Saat pernikahan pun datang. Yang bertindak sebagai wali Fatmawati, datuknya Basarudin. Sedangkan Bung Karno diwakili oleh opseter Sarjono.
BACA JUGA:Ini Masalahnya, Penetapan Harga TBS Sawit Ditunda
Sanak famili semua diundang dan tak ketinggalan pula para anak yatim piatu. Pernikahannya diadakan sangat sederhana. Fatmawati berpakaian kain dan kebaya saja. Tak ada tabuhan. Keadaan prihatin. Apalagi pihak pengantin lelaki ada di seberang. Sebagian dari famili tidak setuju. Yaitu famili dari pihak ayah atas perkawinan ini.
Akan tetapi kemudian mereka berbaik kembali. Alhamdulillah ... Akhirnya tibalah saat dia meninggalkan Kota Bengkulu, tempat ia dilahirkan dan dibesarkan. Sebelum berangkat, ia memohon diri kepada datuknya. Datuknya itu sudah uzur. Ia bersandar ketika Fatmawati menemuinya. Fatmawati mencium tangan dan pipinya yang sudah keriput itu.
BACA JUGA:Sudah Berdatangan, 20. 000 Jemaah Laki-Laki akan Berdoa di Kota Bengkulu
''Ma permisi mau pergi sekarang datuk,'' kata Fatmawati berpamitan.
''Ma hendak meninggalkan datuk. Hati-hati Cung (yang dimaksud adalah Fatmawati-red),'' pesannya.''Ingatlah,Betawi bukan Bengkulu,'' ucapnya sambil menghisap rokoknya. Itulah pesan datuknya.
BACA JUGA:Begini Cara Mengajari Anak Mulai Berbicara