Anak buah dari pasukan Cut Nyak Dien yang bernama Pang Laot melaporkan lokasi markasnya kepada Belanda karena iba, akibat dari itu Belanda menyerang markas Cut Nyak Dien di Beutong Le Sageu, mereka pun terkejut dan bertempur mati matian. Dien pun berusaha untuk melawan menggunakan rencong, namun aksinya berhasil dihentikan oleh Belanda. Lalu Cut Nyak Dien ditangkap sementara itu anaknya Cut Gambang melarikan diri ke hutan dan meneruskan perlawanan yang sudah dilakukan oleh ayah dan ibunya.
Setelah ditangkap, Cut Nyak Dien dibawa ke Banda Aceh dan mendapatkan perawatan, penyakit yang dialaminya juga berangsur semakin sembuh. Namun akhirnya Cut Nyak Dien dibuang ke Sumedang Jawa Barat. Karena ketakutan Belanda bahwa kehadirannya akan menciptakan semangat perlawanan dan juga karena ia selalu dan terus berhubungan dengan pejuang yang belum tunduk.
BACA JUGA:Tentara Israel Klaim Sudah Membunuh Komandan Jabalia Hamas
Ia dibawa ke Sumedang pada tahun 1906 bersama dengan tahanan politik aceh lainnya. Hal itu menarik perhatian dari Bupati Suriaatmaja, salah satu tahanan mereka menyatakan perhatian mereka kepada Cut Nyak Dien, namun tentara belanda dilarang untuk mengungkapkan identitasnya. Sehingga warga sumedang pun tidak mengetahui identitas asli Cut Nyak Dien hingga akhir hidupnya. Ia ditahan bersama dengan ulama yang bernama Illyas yang menyadari bahwa Cut Nyak Dien merupakan ahli dalam bidang agama islam, sehingga ia dijuluki sebagai Ibu Perbu dan diminta menjadi guru mengaji bagi warga setempat.
Tepat pada tanggal 6 November 1908 Ibu Perbu meninggal karena usianya yang sudah tua, dan makam dari Ibu Perbu baru ditemukan 1959 dengan permintaan dari Gubernur Aceh Ali Hasan. Dari hasil yang ia selidiki bahwa makam Ibu Perbu tersebut adalah makam Cut Nyak Dien.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News