Inilah Keutamaan Taubat Dalam Memelihara Ketakwaan kepada Allah SWT

Jumat 03-05-2024,01:01 WIB
Reporter : Adam
Editor : Azmaliar Zaros

Taubat juga merupakan sifat orang mukmin yang bertakwa, bahkan ia adalah sifat para Nabi. Para Nabi dikenali dengan sifatnya yang ma’shûm (terhindar dari dosa, baik kecil atau pun besar). Karena itu taubat mereka sebagaimana yang dikabarkan Allah di dalam al-Qur’an adalah usaha mereka agar mendapatkan derajat tinggi di sisi Allah dan mendapatkan kebaikan yang lebih banyak.

Sesungguhnya Allah mencintai orang yang suka bertaubat dan orang yang suka mensucikan diri. Dengan demikian bertaubat bukan hanya karena adanya kekurangan, namun ia merupakan kesempurnaan yang paling utama.

 

Sehingga dikatakan, “Kebaikan al-Abrâr (orang yang berbakti) adalah taubatnya al-Muqarrabûn (orang yang dekat kepada Allah).” Karena itu seorang hamba tidak dapat mencapai kesempurnaan kecuali dengan bertaubat. Taubat pun menjadi sebuah keniscayaan bagi orang-orang mukmin. Kedekatannya kepada Allah tidak akan sempurna kecuali dengan taubat.  

Karena itu kita melihat para salaf shaleh begitu perhatian dengan perkara taubat ini. Meskipun mereka memiliki ilmu dan mengamalkan ilmunya. Mereka hidup zuhud dan wara’, tapi mereka tetap membiasakan diri bangun malam, dan ketika sahur mereka tenggelam dalam istighfar mereka.

 

Hal itu mereka lakukan terus menerus tanpa berhenti. Kenapa mereka melakukannya? Padahal hidup mereka dipenuhi dengan ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla? 

Jawabannya ialah, karena mereka mengetahui bahwa sebanyak apa pun ibadah yang mereka lakukan, sekeras apa pun diri mereka menghindari maksiat, hati mereka tetap meyakini bahwa mereka tidak akan bisa melakukan ibadah dengan sempurna.

 

Bagi mereka, ibadah yang mereka persembahkan kepada Allah senantiasa memiliki kekurangan. Begitu juga dengan maksiat. Hati mereka juga meyakini bahwa sekeras apa pun usaha mereka untuk meninggalkan maksiat, tetap saja mereka tidak bisa betul-betul meninggalkan maksiat.  Sehingga salah seorang dari mereka pernah berkata, “Istighfar  kami memerlukan istighfar (yang lain).”

Taubat pun menjadi gerakan hidup dan nafas mereka. Mereka senantiasa kembali dan kembali kepada Allah dengan hati penuh penyesalan. Air mata yang berlinangan dan jiwa yang khusu’ tunduk kepada Allah. Gerakan taubat ini pun tidak pernah mereka hentikan sampai ajal menjemput mereka. Berdiri dihadapan Allah adalah awal perjalanan mereka. Berjalan di jalan Allah adalah amalan mereka, sementara taubat menjadi bekal mereka dalam menempuh perjalanan. 

 

Ibn Qayyim berkata, “Taubat adalah awal manâzil (tingkatan dalam perjalanan) pertengahan dan juga akhirnya. Hamba yang berjalan menuju Allah tidak akan pernah melepaskan taubat dan akan tetap seperti itu sampai kematian menjemputnya.”  

Bagi orang-orang shaleh terdahulu, taubat sendiri memiliki tiga tingkatan.

 

Pertama, taubat orang awam, yaitu taubat dari perbuatan dosa dan maksiat yang bersifat zahir. Seperti berzina, membunuh, berjudi, mencuri dan lain sebagainya. Kedua; taubat orang khusus, yaitu taubat dari maksiat batin. Yaitu dosa yang bersarang di dalam hati. Seperti: riya, takabbur, ujub, hasad dan lain sebagainya daripada penyakit hati. 

Kategori :