Rosjonsyah juga menjelaskan bahwa penanaman pohon akan menjadi salah satu kegiatan utama dalam program ini, termasuk di daerah aliran sungai (DAS) yang berada di bawah pengelolaan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH).
“Pentingnya memilih tanaman produktif, seperti buah-buahan, untuk memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat sekitar,” tegasnya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Bengkulu, Safnizar, menambahkan bahwa ada 15 program kerja yang akan dilaksanakan untuk menurunkan emisi GRK dari sektor kehutanan. Program tersebut meliputi rehabilitasi kawasan, reboisasi, dan peningkatan pendapatan masyarakat sekitar hutan melalui pengembangan Perhutanan Sosial.
“Kami ingin memastikan masyarakat lokal dapat terlibat aktif dalam pengelolaan sumber daya hutan yang berkelanjutan,” ungkapnya.
Sebagai lembaga perantara, Direktur KKI Warsi, Adi Junedi, menekankan bahwa program ini memiliki tiga fokus utama: pengurangan deforestasi dan degradasi hutan, peningkatan keanekaragaman hayati, serta penguatan sumber penghidupan masyarakat. Dana sebesar USD 103,8 juta dari GCF akan dikelola oleh BPDLH dan disalurkan ke provinsi yang berhasil mengendalikan deforestasi.
“Program ini memberikan insentif kepada daerah yang berhasil menekan emisi. Kami berharap langkah ini memotivasi provinsi untuk menjalankan strategi pengurangan emisi yang efektif,” ujar Adi.
Program RBP REDD+ GCF Output 2 yang diluncurkan di Bengkulu ini merupakan contoh konkret bagaimana kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga non-pemerintah dapat mengubah tantangan perubahan iklim menjadi peluang bagi pembangunan yang lebih berkelanjutan.