Dengan demikian, bila seorang berhaji telah menyadari hal ini, in shaa Allah dia akan selalu bersikap dan berprilaku yang terbaik, karena dia selalu terbayang-bayang dengan kematian.
Sedangkan kematian bukanlah akhir dari segalanya, melainkan awal dari kehidupan yang sangat panjang pada hari akhirat kelak, dan kita sebagai seorang muslim harus berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai kematian itu (husnul khatimah) dalam keadaan tunduk dan patuh terhadap perintah-perintah Allah SWT. yang dilandasi dengan keimanan dan ketaqwaan yang sebenarnya Firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 102 :
يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوا اتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاتَمُوْتُنَّ اِلا وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.
Artinya :"Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa, dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan berserah diri kepada Allah (dalam keadaan Islam)."
Kaum jamaah Jumat rahimakumullah
In shaa Allah jamaah Haji kita mendapatkan Haji yang mabrur.
Ada beberapa ciri-ciri haji yang mabrur?
1. Diniatkan dengan ikhlas karena Allah
Haji bukan untuk pamer, bukan karena status sosial, tapi karena ketaatan kepada perintah Allah.
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
“Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya…” (HR Bukhari dan Muslim)
Niat ikhlas karena Allah adalah fondasi dari ibadah haji. Tanpa keikhlasan, haji bisa menjadi perjalanan fisik belaka tanpa nilai ibadah yang sejati. Maka, penting bagi setiap muslim yang ingin berhaji untuk meluruskan niatnya hanya karena Allah semata.
2. Dilaksanakan sesuai tuntunan Nabi SAW sebagaimana sabdanya :
خُذُوا عَنِّي مَنَاسِكَكُمْ "Ambillah dariku tata cara manasik kalian." (HR Muslim)
Melaksanakan haji sesuai tuntunan Nabi Muhammad SAW berarti menjadikan beliau sebagai pedoman dalam setiap aspek ibadah haji. Dengan mengikuti cara beliau, seorang muslim menunjukkan ketaatan yang sejati, menjaga kemurnian ibadah, dan berharap agar hajinya diterima oleh Allah dan menjadi haji mabrur.
3. Menjaga diri dari rafats, fusuq, dan jidal . Menjaga diri dari rafats, fusuq, dan jidal selama haji merupakan perintah langsung dari Allah untuk menjaga kesucian dan kekhusyukan ibadah haji.
Ibadah haji bukan hanya sekadar menjalankan manasik, tapi juga latihan spiritual untuk menjadi manusia yang lebih sabar, bersih dari dosa, dan berakhlak mulia.
Inilah jalan untuk meraih haji mabrur—haji yang diterima oleh Allah dan berdampak nyata dalam perubahan hidup.
Sebagaimana firman Allah:
فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ
"Barangsiapa yang telah menetapkan niat haji, maka tidak boleh berkata kotor, berbuat maksiat, atau bertengkar." (QS Al-Baqarah: 197)
4. Meningkatkan amal shalih dan akhlak setelah haji
Ibadah haji bukan sekadar ibadah ritual semata, tapi harus berdampak pada kehidupan sehari-hari, penuh kepatuhan kepada Allah, dan menghasilkan perubahan hidup yang nyata setelah pulang dari tanah suci.
Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ حَجَّ فَلَمْ يَرْفُثْ، وَلَمْ يَفْسُقْ، رَجَعَ كَيَوْمَ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ
"Barangsiapa berhaji, lalu tidak berkata kotor dan tidak berbuat dosa, maka ia pulang seperti saat ia dilahirkan oleh ibunya." (HR Bukhari dan Muslim)
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah
Demikian khutbah yang dapat disampaikan, semoga dapat bermanfaat.