radarbengkuluonline.id — Kebijakan Gubernur Bengkulu Helmi Hasan yang melarang segala bentuk pungutan di sekolah negeri jenjang SMA/SMK/SLB menuai polemik. Meskipun kebijakan ini bertujuan mulia untuk menciptakan pendidikan bebas biaya, namun di lapangan, sekolah-sekolah justru menghadapi kekhawatiran serius mengenai kelangsungan operasional mereka.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Komisi IV DPRD Provinsi Bengkulu bersama Forum Komite Sekolah, Kamis (19/6/2025), Ketua Forum Komite Sekolah Bengkulu, Tarmizi Gumai, membeberkan angka yang cukup mencengangkan. Untuk menjalankan kebijakan sekolah gratis secara menyeluruh, Pemprov Bengkulu harus menyediakan dana sekitar Rp 297 miliar per tahun dari APBD.
BACA JUGA:Dinas PUPR Provinsi Bengkulu Segera Lakukan Titik Nol Pengerjaan Infrastruktur Jalan
“Dana BOS dari pemerintah pusat hanya mencukupi sekitar Rp1,5 juta per siswa SMA dan Rp 1,6 juta per siswa SMK per tahun. Padahal berdasarkan kajian Kemendikbudristek, kebutuhan ideal biaya pendidikan mencapai Rp 5 juta per siswa. Artinya, masih ada selisih sekitar Rp 3,5 juta per siswa yang belum tertutupi,” papar Tarmizi.
Selama ini, paparnya, kekurangan dana operasional pendidikan di Bengkulu ditutupi melalui sumbangan komite sekolah, yang disepakati bersama orang tua siswa. Dana itu digunakan untuk berbagai kebutuhan. Seperti pembayaran guru tidak tetap (GTT), pegawai tidak tetap (PTT), biaya ekstrakurikuler. Maka kedepannya Komite dan anggota Komisi IV DPRD Provinsi Bengkulu bersepakat mengambil langkah-langkah untuk memenuhi kebutuhan sekolah yang tidak terakomodir oleh dana BOS sembari menunggu anggaran dari pemerintah provinsi.
BACA JUGA:Provinsi Bengkulu Laksanakan Pemilihan Kepala SMA/SMK Secara Terbuka dan Transparan
"Jadi, tadi kita sepakat Komite boleh mengambil langkah atau kata lain meminta iuran menunggu anggaran dari APBD. Dana BOS yang sejatinya merupakan dana bantuan dengan dana terbatas, tidak bisa membiayai uang untuk honorer Kepala sekolah, kemudian honor wakil kepala sekolah, Guru, penjaga," jelasnya.
Namun sejak diterbitkannya kebijakan larangan pungutan, sekolah dilarang meminta iuran apa pun kepada wali murid, meskipun bersifat sukarela. Akibatnya, sejumlah sekolah mulai kelabakan karena tidak lagi memiliki dana tambahan untuk mendanai kegiatan penunjang pendidikan.
BACA JUGA:Bapenda Provinsi Bengkulu Klaim Masyarakat Makin Patuh Bayar Pajak
“Kami tidak menolak larangan pungutan. Kami sangat mendukung program pak gubernur sekolah gratis. Tapi, kebijakan seperti ini perlu diiringi kesiapan anggaran dari pemerintah daerah,” tegas Tarmizi.
Kekhawatiran serupa juga disampaikan akademisi sekaligus tokoh pendidikan Bengkulu, Prof. Sudarwan. Ia menilai bahwa larangan pungutan tanpa dukungan fiskal justru berisiko menurunkan kualitas pendidikan.
BACA JUGA: Ribuan Kasus ISPA Muncul, 4 Wilayah di Provinsi Bengkulu Masih Aman