Himasel menilai, proyek tambang emas tersebut tidak hanya mengancam lingkungan, tetapi juga berpotensi melanggar tiga regulasi utama.
Pertama, UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mensyaratkan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) sebelum izin usaha diterbitkan.
BACA JUGA:SDM Pengurus Koperasi Kelurahan Merah Putih Kota Bengkulu Ditingkatkan
Kedua, UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang secara tegas melarang aktivitas tambang terbuka di kawasan hutan lindung.
Ketiga, Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2018, yang melarang kegiatan pertambangan di wilayah cekungan air tanah lindung.
BACA JUGA:Walikota dan Wakil Walikota Tanam Pohon di Kelurahan Sidomulyo
“Jika izin tetap diterbitkan, itu bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi juga pengkhianatan terhadap konstitusi yang menjamin hak warga atas lingkungan hidup yang sehat,” ujar Rego.
Himasel kemudian menyampaikan tiga tuntutan utama. menolak total seluruh aktivitas eksplorasi dan eksploitasi emas oleh PT ESDM di Seluma; mendesak pemerintah daerah dan Kementerian ESDM mencabut izin pertambangan; serta mengajak seluruh masyarakat bergabung dalam gerakan “Seluma Melawan Tambang.”
Penolakan terhadap tambang emas Seluma juga mendapat dukungan dari organisasi mahasiswa tingkat nasional. Wakil Sekretaris Jenderal PB Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Maulana Taslam, menilai proyek tambang terbuka di Seluma merupakan bentuk nyata ketundukan negara terhadap kepentingan modal besar.
Menurutnya, metode open pit mining atau tambang terbuka akan menggali tanah hingga kedalaman puluhan meter, meninggalkan lubang raksasa yang tak mungkin dipulihkan kembali. Dampaknya bukan hanya kerusakan hutan, tapi juga pencemaran air dan degradasi tanah dalam skala besar.
BACA JUGA:Ratusan Konten Kreator Ikuti Lomba Konten Video Literasi: Wujudkan SDM Unggul dan Sejahtera