Muspani, SH: Orang Gila Tidak Bisa Tentukan Pilihan
RBO, BENGKULU - Langkah Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, mengakomodir masyarakat yang mengalami ganguan mental menggunakan hak pilih pada Pemilu serentak 2019 mendapatkan beragam tanggapan dari Calon Legislatif (Caleg). Baik tingkat provinsi, maupun pusat. Seperti Caleg DPR RI Dapil Provinsi Bengkulu dari PDI Perjuangan, Muspani, SH.
Laki-laki yang juga berprofesi sebagai pengacara ini mengatakan, kebijakan diakomodirnya pemilih ganguan mental untuk memilih ini tidak logis. Karena, tak ada yang sedang mengalami gangguan bisa membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik.
"Kan mereka (Orang Gila-red) tidak bisa menentukan pilihan. Karena apa? Ya, pikiran mereka terganggu. Tidak mungkinkan kita mau menyerahkan nasib negara ini kepada orang terganggu mentalnya," ungkap Muspani, kemarin (27/11).
Jadi, sambung Muspani, kebijakan ini mengalami sesat pikir. "Karena tak mungkinlah, sebab pemilihan itukan orang yang dipilih dan memilih itu ada kategori.
Kategori yang dipilih itu, orang yang sehat secara jasmani dan rohani. Karenanya Caleg, Calon Kepala Daerah hingga Presiden, dan Wakil Presiden dilakukan tes kesehatan. Kalau hasil tesnya dinyatakan tidak sehat, baik itu rohani ataupun jasmani, mereka gugur dan tidak bisa mencalonkan diri," terangnya.
Nah, lanjut Muspani, begitu juga dengan pemilih. Karena pemilih harus yang sehat, khususnya sehat rohaninya. Sehingga bisa menentukan pilihan terbaik dan menentukan nasib negara selama 5 tahun ke depan.
"Bagaimana dia (Orang gangguan mental, red) mau memilih Caleg terbaik, Kepala Daerah Terbaik serta presiden dan wakil presiden terbaik. Karena dia saja tidak bisa memikirkan yang terbaik bagi dirinya. Segala urusannya diurusi orang lain," ujarnya.
Sakit jasmani dan rohani, tambah Muspani, konteks penilaiannya harus dibedakan. "Yang sakit jasmani tidak bisa datang ke TPS. Difasilitasi untuknya, agar bisa memilih dan ini adalah hal yang sangat benar. Sebab dia hanya sakit anggota tubuhnya saja, sementara pikirannya sehat. Sehingga dia bisa menentukan mana yang baik dan mana yang tidak baik. Tapi kalau orang yang sakit rohaninya, ya bagaimana bisa dia menentukan yang terbaik," jelasnya.
Apalagikan 2019, tutur Muspani, merupakan pemilu serentak dengan 5 surat suara yang harus dibuka satu persatu dalam TPS dan dicoblos satu-satu.
"Ya pertanyaannya, apa mungkin orang gangguan mental melaksanakan itu. Orang yang sehat saja dipastikan kerepotan melakukan itu. Terlepas nanti itu untuk teknisnya khusus bagi orang yang terganggu mentalnya ada bantuan dari orang lain. Saya rasa kebijakan orang yang tenganggu mentalnya bisa memilih ini, tetap tidak logis dan tidak tepat untuk diterapkan," tandas Muspani.
Sementara itu, Caleg DPRD Provinsi Bengkulu dari Partai Golkar Dapil Bengkulu Utara-Bengkulu Tengah, Imron Rosyadi mengatakan, KPU harus benar siap.
Ketika kebijakan orang gangguan mental bisa memilih dalam Pemilu 2019, karena ada kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan saat orang yang terganggu mentalnya berada di TPS.
"Teknisnya bagaimana. Kalau mereka memilih di TPS, apa nanti tidak ribut. Kan mereka itu tidak ingin atau takut kalau banyak orang disekitarnya. Nanti bukannya mencoblos, tapi surat suaranya disobek dan TPS dirusaknya," ujar Imron.
Sehingga, jelas Imron, kondisi ini menyebabkan masyarakat lain tidak bisa memilih atau enggan untuk memilih.
"Kalau itu terjadi, penyelenggara harus bisa bertanggungjawab. Kalaupun itu terjadi, artinya kerugian bagi kita. Jadi KPU harus benar-benar siap menghadapi kemungkinan terjadinya kondisi seperti ini. Terkait orang terganggu mentalnya diakomodir memilih, ya memang kita semua punya hak yang sama. Namun, tetap saja semua harus disiapkan dengan baik. Supaya hajatan demokrasi 5 tahunan ini berjalan lancar," tutup Imron. (idn)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: