Merdeka Belajar dan Empat Kebijakan Kemendikbud RI

Merdeka Belajar dan Empat Kebijakan Kemendikbud RI

Ade Erlangga: Ada Dua Tahap, Sekolah Dasar dan Pendidikan Tinggi

RBO, BENGKULU - Dalam rangka meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI Nadiem Anwar Makarim telah menetapkan 4 kebijakan pendidikan dasar dan dua kebijakan untuk perguruan tinggi, “Merdeka Belajar.”

Empat kebijakan pendidikan tersebut, meliputi Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional (UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi, telah mulai disosialisasikan pihak Kemendikbud RI ke seluruh tenaga pendidikan di negeri ini, termasuk di Bengkulu.

“Ada dua tahap kebijakan, pertama untuk pendidikan dasar yang berlaku untuk SD, SMP, hingga SMA/SMK kemudian satu tahap kebijakan untuk perguruan tinggi. Empat program pokok kebijakan pendidikan dasar tersebut, akan menjadi arah pembelajaran kedepan dalam rangka meningkatkan kualitas SDM,” ungkap Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI Nadiem Anwar Makarim melalui Kepala Biro Kerjasama dan Hubungan Masyarakat (Humas), Drs. Ade Erlangga Masdiana, M.Si, dalam pertemuannya dengan insan pers di Bengkulu, Sabtu (24/1).

Dikatakan Ade, untuk USBN tidak akan ada lagi dan diganti dengan Ujian Sekolah (US), dengan dimulai pelaksanaannya tahun 2020. Hanya saja jika masih ada pihak sekolah yang ingin menyelenggarakan USBN, tidak dilarang atau diberikan kebebasan. “Untuk UN pada tahun ini masih ada dan baru tahun 2021 ditiadakan. Tidak adanya UN lagi, akan diganti dengan assesment kompetensi minimum dan survey karakter. Sedangkan teknis pelaksanaan assesment berupa pengembangan soal-soal yang lebih kearah penalaran/ analisis dan bukan hafalan. Sementara survey mulai dilakukan pelajar dimulai dari kelas empat, delapan dan kelas sebelas, dengan nilai kelulusannya minimal baik,” ujar mantan Kepala Dinas Pendidikan Nasional (Diknas) Provinsi Bengkulu ini.

Selain itu dijelaskan, untuk kebijakan PPDB Zonasi sepenuhnya akan diserahkan ke daerah, termasuk juga pemeratan gurunya.

Hanya saja khusus untuk zonasi ada sedikit perubahan dari sebelumnya jika komposisi PPDB jalur zonasi dapat menerima siswa minimal 80 persen, namun kebijakan baru minimal 50 persen. Lalu jalur afirmasi minimal 15 persen, dan jalur perpindahan maksimal 5 persen. Kemudian untuk jalur prestasi atau sisa 0-30 persen lainnya disesuaikan dengan kondisi daerah.“Dalam pelaksanaan zonasi ini agar tidak dimanfaatkan oleh oknum pejabat untuk memasukan anaknya ke sekolah favorit, memang bertahap dulu, tapi kita (Kemendikbud,red) tetap mengawasi dan mengingkatkan koordinasi dengan Pemerintah Daerah,” terangnya.

Lebih lanjut ditambahkannya, untuk penyusunan RPP, dalam kebijakan baru akan lebih sederhana dengan memangkas beberapa komponen. Dimana guru secara bebas dapat memilih, membuat, menggunakan, dan mengembangkan format RPP. Sehingga guru memiliki lebih banyak waktu untuk mempersiapkan dan mengevaluasi proses pembelajaran itu sendiri.

“Tiga komponen inti RPP, terdiri dari tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan asesmen. Tidak perlu panjang-panjang, cukup satu halaman asalkan sudah mencakup semuanya,” tutup Ade Erlangga.

Dan untuk tahap kedua kebijakan pendidikan perguruan tinggi. Ade menerangkan, kebijakan Merdeka Belajar. Diberi tajuk Kampus Merdeka, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim memberikan empat penyesuaian kebijakan di lingkup pendidikan tinggi.

"Kebijakan Kampus Merdeka ini merupakan kelanjutan dari konsep Merdeka Belajar. Pelaksanaannya paling memungkinkan untuk segera dilangsungkan, hanya mengubah peraturan menteri, tidak sampai mengubah Peraturan Pemerintah ataupun Undang-Undang," terangnya.

Dijelaskan Ade, dari 4 kebijakan Kampus Merdeka, kebijakan pertama adalah otonomi bagi Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Swasta (PTS) untuk melakukan pembukaan atau pendirian program studi (prodi) baru. Otonomi ini diberikan jika PTN dan PTS tersebut memiliki akreditasi A dan B, dan telah melakukan kerja sama dengan organisasi dan/atau universitas yang masuk dalam QS Top 100 World Universities.

"Pengecualian berlaku untuk prodi kesehatan dan pendidikan. Seluruh prodi baru akan otomatis mendapatkan akreditasi C," tambahnya. Kebijakan selanjutnya pada Kampus merdeka yakni program re-akreditasi yang bersifat otomatis untuk seluruh peringkat dan bersifat sukarela bagi perguruan tinggi dan prodi yang sudah ditetapkan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) tetap berlaku selama 5 tahun namun akan diperbaharui secara otomatis.

"Untuk perguruan tinggi yang berakreditasi B dan C bisa mengajukan peningkatan akreditasi kapanpun. Evaluasi akreditasi akan dilakukan BAN-PT jika ditemukan penurunan kualitas yang meliputi pengaduan masyarakat dengan disertai bukti yang konkret, serta penurunan tajam jumlah mahasiswa baru yang mendaftar dan lulus dari prodi ataupun perguruan tinggi," sambung Ade.

Kemudian lanjut Ade, Kebijakan Kampus Merdeka yang ketiga terkait kebebasan bagi PTN Badan Layanan Umum (BLU) dan Satuan Kerja (Satker) untuk menjadi PTN Badan Hukum (PTN BH). Kemendikbud akan mempermudah persyaratan PTN BLU dan Satker untuk menjadi PTN BH tanpa terikat status akreditasi.

Sementara itu, kebijakan Kampus Merdeka yang keempat akan memberikan hak kepada mahasiswa untuk mengambil mata kuliah di luar prodi dan melakukan perubahan definisi Satuan Kredit Semester (SKS).

Perguruan tinggi wajib memberikan hak bagi mahasiswa untuk secara sukarela, jadi mahasiswa boleh mengambil ataupun tidak SKS di luar kampusnya sebanyak dua semester atau setara dengan 40 sks.

“Mahasiswa dapat mengambil sks di prodi lain di dalam kampusnya sebanyak satu semester dari total semester yang harus ditempuh namun tidak berlaku untuk prodi kesehatan. Misalnya seperti jurusan Teknik Sipil untuk lebih memanage dirinya boleh mengambil mata kuliah pada program studi Manajemen," tutupnya. (idn)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: