MENCEGAH GIZI BURUK PADA BALITA SAAT PANDEMI COVID-19
Oleh: UMI BADRIYAH, SKM, MM
(FUNGSIONAL ADMINKES DINKES PROVINSI BENGKULU)
PANDEMI Covid-19 telah terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama. Tercatat dari awal tahun 2020 kasus pertama dilaporkan di Indonesia yang sampai saat ini angka kejadian Positif Covid-19 terus mengalami kenaikan dan belum ada tanda-tanda adanya penurunan kasus. Corona virus Disease (Covid-19) merupakan virus jenis baru yang penyebarannya sudah melanda seluruh provinsi dan sebagian kabupaten/kota. Presiden Republik Indonesia telah menyatakan status penyakit ini menjadi Tanggap Darurat pada tanggal 17 Maret 2020. Pandemi Covid-19 telah berpengaruh sangat besar terhadap berbagai faktor dalam kehidupan, adanya pembatasan wilayah dan pembatasan sosial makin mempengaruhi perekonomian masyarakat.
Dampak ekonomi tersebut mengakibatkan terganggunya akses sebagian masyarakat terhadap makanan yang bergizi. Sehingga, sangat rentan terhadap munculnya gangguan kesehatan yang pada saat pandemi ini justru harus terus dipertahankan agar tetap dalam kondisi bugar dan sehat untuk dapat melawan virus covid-19. Balita sebagai kelompok yang rawan dan berisiko tinggi terhadap gangguan kesehatan perlu mendapat perhatian yang lebih serius. Jumlah balita gizi kurang dan gizi buruk (wasting) diperkirakan akan meningkat sebesar 15% di seluruh dunia pada tahun pertama pandemi covid-19. Tindakan yang tepat dan cepat diharapkan dapat menekan angka tersebut.
Kesehatan menjadi investasi utama untuk pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM). Dan pemenuhan gizi merupakan salah satu upaya untuk menciptakan generasi yang sehat dan tangguh di masa depan. Balita dengan gizi buruk akan meningkatkan angka kesakitan dan kematian serta meningkatkan risiko terjadinya stunting yang menjadi fokus perhatian pemerintah saat ini. Oleh karena itu pada masa pandemi ini, kasus gizi buruk harus dicegah. Apabila ditemukan balita dengan gizi buruk, tetap harus mendapat pelayanan secara cepat dan tepat dengan mematuhi kebijakan daerah dan protokol kesehatan. GIZI BURUK Masalah gizi terjadi karena adanya ketidakseimbangan asupan kalori atau zat gizi dengan energi yang digunakan. Masalah ini bisa kekurangan atau kelebihan energi. Kekurangan gizi ini bisa terjadi secara akut dan kronis karena asupan gizi yang tidak memadai, adanya gangguan penyerapan dan/atau metabolisme zat gizi akibat adanya penyakit. Adapun jika terjadi kelebihan energi dalam jangka waktu yang lama, maka akan menimbulkan masalah gizi lebih atau obesitas. Oleh karena itu, penting sekali untuk dapat menyeimbangkan asupan energi sehari-hari dengan kebutuhan energi yang diperlukan untuk menunjang aktivitas sehari-hari.
Dalam kesempatan ini kita akan mengupas tentang kekurangan gizi yang bisa berlanjut menjadi gizi buruk. Kekurangan gizi yang terjadi dalam jangka pendek akibat kurangnya asupan makanan bergizi dan sering sakit dapat menyebabkan terjadinya gizi buruk. Jadi, penyebab gizi buruk ini antara lain akibat asupan makanan yang tidak memadai. Baik kualitas maupun kuantitasnya. Adanya penyakit infeksi pada balita seperti diare, ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut), malaria, TBC, HIV/ AIDS, cacat bawaan, keganasan, tidak tersedianya air bersih dan jamban serta sanitasi yang buruk.
Balita dengan gizi buruk sangat rentan terhadap penyakit karena menurunnya daya tahan tubuh. Daya tahan tubuh yang sangat rendah tersebut menyebabkan balita gizi buruk sangat mudah terjangkit berbagai macam infeksi. Termasuk infeksi Covid-19. Disamping itu, balita dengan gizi buruk berdampak pada kehidupannya dalam jangka pendek dan jangka panjang. Gangguan tumbuh kembang, termasuk fungsi kognitif adalah salah satunya. Dalam jangka panjang, balita dengan gizi buruk berisiko memiliki penyakit degeneratif atau penyakit tidak menular saat dewasa yang bisa meningkatkan risiko kesakitan dan kematian.
MENCEGAH GIZI BURUK SAAT PANDEMI COVID-19 Bagaimana cara mencegah gizi buruk pada Balita saat pandemi seperti sekarang ini menjadi hal yang penting untuk diketahui. Pencegahan gizi buruk dimulai dari saat janin masih dalam kandungan ibunya dengan memastikan kecukupan gizi pada ibu dan janin. Pemerintah menyediakan Tablet Tambah Darah dan Makanan Tambahan kemasan bagi ibu hamil Kurang Energi Kronis (KEK) yang dapat diperoleh di fasilitas kesehatan untuk mencegah anemia dan kekurangan energi pada ibu hamil dan ibu bersalin.Setelah kelahirannya, pastikan bayi mendapatkan ASI saja sampai bayi berumur 6 bulan (ASI Ekslusif). Karena ASI dapat mencukupi kebutuhan bayi sampai umur 6 bulan. Setelah bayi melewati masa 6 bulan dilanjutkan dengan pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI), karena ASI saja tidak lagi mencukupi seiring pertumbuhan usianya.
Pemberian ASI diteruskan sampai anak berumur 2 tahun didampingi makanan pendamping sesuai usianya dan berpedoman pada gizi seimbang. Gizi seimbang adalah pedoman pemberian makan yang lengkap dengan komposisi makanan yang dapat memenuhi kebutuhan karbohidrat, protein, vitamin dan mineral harian. Gizi seimbang diterjemahkan dalam kehidupan sehari-hari dengan makanan yang terdiri dari makanan pokok seperti nasi dilengkapi dengan lauk hewani atau nabati serta sayur dan buah. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) diberikan kepada anak sesuai dengan usianya. Untuk anak usia 6-9 bulan, perkenalkan anak dengan makanan lumat, seperti bubur dari tepung beras putih atau beras merah dan perkenalkan dengan buah seperti air jeruk dan pisang. Protein hewani seperti telur dan ikan diperkenalkan setelah anak berusia 8 bulan dan berikan tunggal untuk melihat reaksi jika ada alergi pada anak. Saat usia 9-12 bulan, perkenalkan anak dengan makanan dengan tekstur sedikit kasar dan sudah bisa diberikan lengkap berupa nasi, lauk dan sayur. Setelah melewati 12 bulan anak sudah bisa makan makanan keluarga.
Situasi pandemi Covid-19 tentu berpengaruh pada ekonomi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pangan harian. Sebagai upaya keluarga memenuhi kebutuhan pangan hariannya bisa digalakkan kembali pemenuhan pangan lokal dengan memanfaatkan pekarangan rumah untuk memelihara ternak dan ikan sendiri, sehingga bisa memenuhi kebutuhan harian keluarga dan menanam berbagai macam sayuran.
Selain pemberian asupan makanan yang bergizi, pencegahan gizi buruk juga dilakukan dengan mencegah anak jatuh sakit antara lain dengan selalu mencuci tangan dengan menggunakan sabun dan air yang mengalir. Pemantauan pertumbuhan balita juga harus selalu dilakukan untuk mendeteksi secara dini risiko terjadinya gizi buruk pada anak. Semakin dini ditemukan kasus akan lebih baik, sehingga dapat diberikan intervensi yang lebih tepat. Seperti Pemberian Makanan Tambahan (PMT), baik dari bantuan pemerintah pusat atau daerah serta jika ditemukan adanya penyakit penyerta agar dapat segera ditangani dan diobati.
Untuk memantau pertumbuhan dan perkembangannya bawa selalu anak ke posyandu atau tempat pelayanan kesehatan terdekat. Jika di wilayahnya belum bisa mengadakan posyandu, timbang berat badan anak dengan mandiri dan liat pertumbuhannya di buku KIA. Jika ada yang ingin ditanyakan hubungi petugas kesehatan terdekat.Pastikan anak diberikan imunisasi dasar yang lengkap untuk mencegah penyakit di masa yang akan datang. Pada situasi pandemi Covid-19 ini pelayanan kesehatan masyarakat tetap dilakukan dengan mengikuti protokol kesehatan serta mengikuti arahan dari Pemerintah Daerah. Petugas kesehatan diarahkan untuk memodifikasi pelayanan dengan menggunakan sarana sosial atau daring untuk meminimalkan kontak antar manusia. Menyelamatkan generasi masa depan bisa kita lakukan dengan upaya kita bersama dalam mencegah terjadinya kasus gizi buruk. Karena mencegah lebih baik daripada mengobati. Tetap mengikuti anjuran pemerintah dalam masa pandemi ini, yaitu selalu mengunakan masker jika harus keluar rumah, hindari kerumunan dan selalu menjaga jarak, serta sering mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.(**)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: