Penerapan Multikultural, Ciri Khas Pendidikan di Bengkulu

Penerapan Multikultural, Ciri Khas Pendidikan di Bengkulu

RBO >>>  BENGKULU >>>  Dr. Moch Iqbal, M.Si berhasil menyelesaikan ujian sidang terbuka disertasi (S3) di Universitas Bengkulu (Unib), dengan judul disertasi 'Praksis Pendidikan Multikultural di Sekolah Etno Religio: Studi Kasus di SMA Sint Carolus Kota Bengkulu'. Dalam disertasi tersebut, ternyata Bengkulu sangat kental dengan pendidikan multikultural (keragaman budaya) dimulai sejak tahun 1934. Menurutnya, Bengkulu bisa menjadi rujukan pendidikan multikultural di Indonesia.

"Jauh sebelum pendidikan multi kultural muncul pada tahun 60- 70an di Amerika, yang akibatkan maraknya diskriminasi terhadap masyarakat kulit hitam, Bengkulu dan masyarakatnya yang multikultur sudah kental dengan nilai-nilai multikultural. Terlebih lagi, masyarakat Bengkulu sangat terbuka bagi semua etnis dan agama. Hampir tidak terdengar konflik di masyarakat yang berbasis etnis maupun agama," kata Dr. Moch Iqbal saat memaparkan disertasinya dihadapan para penguju, Rabu (20/1).

Dipaparkannya lebih lanjut, dalam konteks pendidikan, seperti di SMA Sint Carolus Kota Bengkulu, keterbukaan sekolah terhadap siswa dengan berbagai etnis dan agama sudah dipraktikan sejak lama. Bahkan sebelum masa kemerdekaan Indonesia. Sejak tahun 1934 berdiri HCS Sint Carolus, semacam sekolah dasar, di bawah naungan Gereja Katolik Lembaga pendidikan di bawah naungan Carolus. Yang lebih menarik lagi adalah, 1 Agustus 1938 dibuka sekolah kejuruan Huishoud school (SKP) dengan asramanya.

"Ibu Negara Indonesia yang pertama, Ibu Fatmawati menyelesaikan pendidikannya di Huishoud school St. Carolus tersebut. Semua sekolah Sint Carolus Kota Bengkulu di semua level, membuka diri dari etnis dan agama hingga sekarang. Keragaman etnis dan agama diajarkan aalah sejarah dan realitas yang sulit disangkal bahwa, sejak dahulu sekolah di Bengkulu sudah kental dengan nilai-nilai pendidikan multikultural. Menjadi sangat wajar, bila Bengkulu layak menjadi rujukan pendidikan multikultural di Indonesia," paparnya.

Menurutnya, Indonesia mempunyai modal yang sangat penting untuk menjadi bangsa besar yang maju dan beradab. Karena, semenjak dulu bahkan hingga sekarang, mempunyai modal sosial tinggi. Yaitu nilai-nilai toleransi terhadap perbedaan dan rupa-rupa keragaman. "Alhamdulillah, sejak berdirinya program S3 Pendidikan di FKIP Unib tahun 2016/2017, saya menjadi orang ke 8 lulus Doktor (S3) disini. Peristiwa ini tentu patut disyukuri terkait pengembangan sumber daya manusia di lingkungan perguruan tinggi, maupun masyarakat Bengkulu pada umumnya," kata Iqbal yang merupakan Dosen di IAIN Bengkulu, sekaligus Bakal Calon (Balon) kuat pemilihan Rektor UIN Fatwamati Bengkulu yang kini masih menjadi IAIN Bengkulu.

Untuk diketahui, Moch Iqbal yang berhasil mempertahankan disertasinya dihadapan para dewan penguji, yaitu, Prof Dr Wachidi M.Pd, Prof Dr Badeni MA, Dr Sarwit Sarwono M.Hum, Prof Dr Sukri Hamzah M.Pd, Prof Dr Rambat Nur Sasongko dan penguji Luar dari Universitas Sebelas Maret Solo (UNS), dengan IPK 3,78 memuaskan. (ach)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: