Warga Bengkulu Banyak  Bergantung di TPA Air Sebakul

Warga Bengkulu Banyak  Bergantung di TPA Air Sebakul

MESKIPUN TPA Air Sebakul itu berbau dan busuk, namun anehnya masih ada orang yang mau datang kesana. Itu bukan seorang. Tapi ada ratusan orang. Itu bukan sekali, tetapi, hampir setiap hari. Kenapa? Baca liputannnya di bawah ini.

ADE JULIANSYAH – Kota Bengkulu

radarbengkuluonline.com - Tempat Pembuangan Sampah Akhir atau biasa disebut TPA Air Sebakul rasanya sudah tidak asing lagi bagi warga Bengkulu. Apa lagi anda. Anda tahulah itu. Aromanya pasti tidak sedap. Tapi masih ada warga Bengkulu yang datang khusus kesana. Mereka mencari pundi-pundi rupiah setiap harinya.

    Salah satu dari mereka berasal dari Kecamatan Talo, Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu yang sudah menetap lama di Kota Bengkulu. Mereka biasa mengumpulkan barang-barang bekas di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Air Sebakul, Kelurahan Suka Rami, Kecamatan Selebar, Kota Bengkulu.

      Nahar (65), salah satu warga Kota Bengkulu yang tinggal di belakang Samsat Air Sebakul mengaku, ia menggantungkan hidupnya dari hasil pengumpulan barang-barang bekas di TPA Air Sebakul ini sudah 20 tahun. Meskipun perempuan yang terbilang sudah lansia, ia sanggup mencari barang-barang bekas yang masih memiliki nilai jual untuk biaya kehidupan sehari-harinya. Namun, tentu pendapatannya tidak sebanyak pemulung lain yang lebih muda darinya.

      Tidak hanya itu, Nahar mengatakan pergi ke TPA Air Sebakul hanya berjalan kaki saja. “Dapat paling 20 ribu-30 ribu. Dari pada tidak ada kerjaan. Saya tinggal sendiri. Suami juga sudah meninggal. Mau mintak sama anak, anak banyak pula urusan. Ya kadang-kadang jalan kaki, ” ujar Nahar, kepada radarbengkuluonline.com Selasa (18/01).

      Selain itu, Darmawati (50) salah seorang petani padi yang sekarang berprofesi sebagai pemulung di TPA Air Sebakul mengatakan, penghasilan yang ia dapatkan perharinya tidak menentu.

      Menurutnya,  tidak terdapat kendala dalam mengumpulkan barang-barang bekas selama ini. Barang bekas yang ia kumpulkan berupa botol-botol plastik, kotak rokok, kardus, kaleng dan lain-lain yang memiliki nilai rupiah. “Dulu petani padi. Karena sekarang ditanami sawit dan nggak ada pencarian lain. Jadi, beralih bekerja disini. Penghasilan kadang 50-80 ribu perharinya. Dan tidak ada kendala,” kata Wati.

      Bekerja mencari dan mengumpulkan barang-barang bekas, tentu tidaklah mudah dan bukan menjadi pekerjaan pilihan tentunya.

      Pekerjaan yang terbilang berisiko  di lingkungan yang kumuh dan juga kotor, tidak menyurutkan semangat Mihani (40) dan adiknya dalam mencari rezeki. Ia mengatakan, bekerja mengumpulkan barang-barang bekas yang bisa dijual terkadang sampai malam hari. “Dari jam 7 pagi, dan pulang sore. Kadang jam 8 malam,” ujar Mihani.

      Mihani mengatakan, banyak sekali warga yang bekerja di TPA Air Sebakul untuk menggantungkan hidupnya. Mereka berasal dari berbagai daerah di Kota Bengkulu. “Banyak, mungkin ada 100 orang lebih, kata Mihani.

    Mihani mengatakan, sebelum ia bekerja menjadi pemulung, ia hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa. Ia juga mengatakan ada keinginan bekerja di tempat lain, jika ada lowongan pekerjaan yang lebih baik dari pekerjaannya selama ini. Ia juga menambahkan, kalau ada modal, ia ingin membuka usaha. “Kalau ada modal ingin rasanya, membuka usaha menjual sayur,” ucap Mihani.(*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: