Perusahaan Sawit Digugat Warga Desa Penyangga Rp 95,6 Miliar

Perusahaan Sawit Digugat Warga Desa Penyangga Rp 95,6 Miliar

radarbengkuluonline.com, MUKOMUKO - Beberapa warga desa penyangga perusahaan perkebunan kelapa sawit milik PT. Daria Dharma Pratama (DDP), yakni warga dari Desa Sibak, Kecamatan Ipuh, Desa Retak Mudik, Kecamatan Sungai Rumbai, Desa Talang Baru, Desa Talang Arah dan Desa Lubuk Talang, Kecamatan Malin Deman menggugat PT. DDP sebesar Rp 95,6 miliar.

Gugatan dipercayakan warga dari 5 desa tersebut kepada Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pian Taman yang beralamat di Kota Mukomuko. Gugatan tersebut telah didaftarkan ke Pengadilan Negeri (PN) Mukomuko Kelas II dengan nomor perkara 6/Pdt.G/2022/PN Mkm.

Mengenai adanya gugatan tersebut, dibenarkan Ketua PN Mukomuko, Mooris M. Sihombing, SH., MH, melalui Humas PN Mukomuko, Yuniza Rahma Pertiwi, SH. Katanya perkara tersebut didaftarkan pada tanggal 10 Maret 2022. Ia menyebutkan, klasifikasi perkara yakni gugatan kelompok atau class action. Ini untuk pertama kalinya PN Mukomuko menggelar perkara class action.

"Betul! Klasifikasi perkaranya gugatan perwakilan kelompok atau class action. Sidang perdananya akan digelar Kamis, 21 Maret 2022. Penggugatnya Yayasan LBH Pian Taman, dengan kuasa hukumnya, Young Joan Adinata, AP., SH dan kawan-kawan. Adapun Tergugat PT. Daria Dharma Pratama. Dengan nilai sengketa Rp 95,6 miliar," jelas Humas PN Mukomuko ini saat dihubungi radarbengkuluonlinbe.com tadi siang .

Sementara itu, Ketua LBH Pian Taman, Adv. Young Jois Firnandes, SH, ketika ditemui mengatakan, tuntutan pihaknya, agar tergugat membayar secara sekaligus dan tunai ganti kerugian yang dialami para penggugat. Kerugian itu terdiri dari kerugian Immateril sebesar Rp 25 miliar dan kerugian materil sebesar Rp 70,6 miliar lebih. Sehingga totalnya mencapai Rp 95,6 miliar.

Tidak hanya itu, penggugat meminta Majelis Hakim PN Mukomuko memutuskan, memerintahkan kepada PT. DDP selaku tergugat untuk segera membangun kebun plasma sebanyak 20 persen dari luas lahan hak guna usaha (HGU) PT. DDP seluas 6.080 hektar. Serta agar tergugat segera melaksanakan kewajiban tanggung jawab terhadap sosial dan lingkungan, dalam hal ini CSR.

Selain itu, penggugat juga menuntut, agar Majelis Hakim menghukum tergugat untuk membayar uang paksa sebesar Rp 25 juta setiap harinya apabila lalai untuk menjalankan isi putusan. "Kami mewakili 5 penggugat dari 5 desa penyangga. Dalam hal ini, penggugat I dari Desa Sibak, penggugat II dari Desa Retak Mudik, penggugat III dari Desa Talang Baru, penggugat IV dari Desa Talang Arah dan penggugat V dari Lubuk Talang," jelas advokat muda yang akrab disapa Jois ini.

Rincian kerugian materil masing-masing penggugat sebesar Rp 14,1 miliar, sehingga totalnya sebesar Rp 70,6 miliar. ''Kemudian kerugian Inmateriil masing-masing penggugat sebesar Rp 5 miliar. Jika ditotal mencapai Rp 25 miliar," sambungnya.

Jois menyatakan, PT. DDP diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum, sehingga merugikan penggugat sudah sejak tahun 1987. Maka sepatutnya, tergugat bertanggungjawab atas hal tersebut. Salah satu dugaan pelanggaran yang dilakukan PT. DDP yakni tidak melaksanakan kewajiban membangun kebun masyarakat desa (plasma) seluas 20 persen dari luas HGU. Dugaan perbuatan itu menyarankan kerugian terhadap penggugat.

"Kerugian immaterial yang diderita para penggugat ini, dihitung dari kewajiban tergugat memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat desa di 5 desa, yang mestinya sudah dilakukan paling lambat 3 tahun sejak tahun 1987. Karena tidak dilaksanakan, sehingga masyarakat di 5 desa tidak bisa menikmati apa yang sudah menjadi haknya sebagai desa penyangga perusahaan tersebut," demikian Jois.

Media ini telah berusaha menghubungi pihak PT. DDP untuk meminta keterangan. Sayangnya, pihak DDP belum memberikan keterangan rinci mengenai perkara gugatan ini. "Maaf, saya sedang dalam perjalanan,” jawab Staf Legal PT. DDP, Suwaryo ketika dihubungi radarbengkuluonline.com tadi siang. (sam)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: