Orang Bengkulu Ini Angkat Orang Minang Kabau Jadi Pemimpin, Ada Apa Ya?

Orang Bengkulu Ini Angkat Orang Minang Kabau Jadi Pemimpin, Ada Apa Ya?

Rumah Fatmawati Bengkulu -Azmaliar Zaros-

PENGANTAR REDAKSI:

Bengkulu pada zaman dahulu sudah mempunyai hubungan yang baik dengan orang Minang Kabau. Malahan, saking baiknya hubungan tersebut, orang Bengkulu itu menawarkan orang Minang Kabau itu jadi pemimpin di Bengkulu. Menarik ini? Bagaimana ceritanya ya!  Silakan baca laporan khusus wartawan RADARBENGKULUONLINE.COM  beerikut ini 

 

AZMALIAR ZAROS - Kota Bengkulu

 

RADARBENGKULUONLINE.COM - Menurut Tambo Bangkahulu yang dibuat Baginda Sebayam yang menjadi raja di Kerajaan Bangkahulu 5 abad yang lalu dan disalin kembali  RM Yakub Kembang Melur tahun 938 hijrah, adapun orang yang mula-mula mendiami daerah Bangkahulu ini adalah Ratu Agung.

Menurut setengah riwayat, baginda itu termasuk bangsa manusia. Yaitu raja yang berasal dari  Kerajaan Majapahit. 

Kata setengah riwayat lagi, ia adalah keturunan  Dewa dari Gunung Bungkuk. Rakyat baginda tersebut adalah  keturunan manusia. Namanya Rejang Sawah. Orang ini rupanya tinggi dan dan badannya besar.

Ini  jika kita bandingkan dengan manusia yang lain. Pada ujung tulang sulbinya ada sedikit berlebih seperti daging. Panjangnya satu jari melintang. Besarnya pun demikian juga. Bangsa itulah dipanggil orang Rejang berekor.

BACA JUGA:Demi Pelayanan Maksimal, BPJS Kesehatan Naikan Tarif Hingga 20 Persen

Pada masa itu, Bangkahulu masih bernama Sungai Serut. Kampung istana Ratu Agung itu letaknya dimudik kuala Bangkahulu sebelah kanan. Namanya Bengkulu tinggi.

Anak dari Ratu Agung tersebut ada tujuh orang. Yaitu Raden Tjili, Manuk Mintjur, Lumang Batu, Tadjuk Rumping, Rindang Papan, Anak Dalam Muara Bangkahulu, dan Putri Gading Cempaka.

 

Kemudian setelah itu, Ratu tersebut  wafat. Sehingga diangkatlah Anak Dalam menjadi raja. Ia memerintah sekalian Rejang Sawah. Ketika Anak Dalam memerintah kerajaan, datanglah anak Raja Aceh untuk meminang Putri Gading Cempaka. Tetapi Anak Dalam enam bersaudara tersebut tidak suka menerimanya. Yang masuk dalam itu  sekarang ini dinamakan Kampung Kelawi.

 

Karena permintaan itu tidak dikabulkan, maka  diperanginyalah negeri Bangkahulu. Empat Lima kali perangkatan perang tidak berhenti-henti juga. Akibatnya,  bangkai manusia bertumpuk-tumpuk di dalam negeri ini. Sehingga di dalam daerah Bangkahulu penuh dengan bau busuk.

 

Karena bau busuk yang begitu menyengat, pada suatu ketika Anak Dalam tujuh bersaudara itu  berangkat ke Gunung Bungkuk semua. Ia sengaja pergi karena tak tahan dengan bau busuk tadi. Demikian juga orang Aceh tadi.

Karena tak tahan dengan bau busuk yang menusuk tadi, orang Aceh yang masih hidup ini sengaja kembali ke negerinya. Sehingga tinggallah Rejang Sawah yang menunggu Bangkahulu. Maka Sungai Serut akhirnya bernama Empang Kahulu. 

 


Inilah daerah Gunung Bungkuk yang posisinya kini masuk dalam Wilayah Bengkulu Tengah-Agus/Dok-

Mendengar kabar Raja Bangkahulu tidak ada lagi  dan yang menunggunya waktu itu hanya Rejang Sawah saja, maka Rejang Empat Petulai di Lebong Balik Bukit, Pesirah Empat turun ke Bangkahulu untuk membujuk Rejang Sawah. Karena, Raja Empat Petulai itu mau duduk memerintah di Bangkahulu, maka dapatlah maksud Pasirah Empat itu. 

Kedudukan Rejang Empat Petulai ada empat marga. Yaitu Marga Merigi, Marga Bermani, Marga Selupu dan Marga Jurukalang menerima Rejang Sawah.

 

Setelah memerintah beberapa lama, maka timbul perselisihan diantara pasirah itu. Yang menjadi perselisihan diantara mereka itu adalah soal batas-batas tanah yang dikuasai dalam satu marga. Sehingga terjadilah peperangan antara keempat marga itu. Dalam peristiwa itu, banyaklah terjadi kerugian diantara mereka, termasuk juga di dalamnya korban jiwa. 

 

Maharaja Sakti Datang di Bangkahulu

Di tengah-tengah peperangan berkecamuk antara marga itu, tiba –tiba datang berkunjung lima belas orang dari luar. Tetapi dalam pertempuran itu, orang tersebut tidak ikut berperang. Mereka hanya melihat saja. Tidak mau ikut campur sedikit pun.

Mereka ini seperti adat raja-raja yang besar. Seorang pemimpinya memeriksa  permasalahan yang terjadi. Kemudian dengan cara yang bijaksana  dan khidmat yang menarik, sehingga dapatlah didamaikan diantara pihak-pihak yang bertikai tersebut. 

Keempat pasirah itu amat suka kepada perdamaian itu. Karena Baginda itu terlihat begitu adil, maka dia dibawa ke dalam dusunnya dengan cara menyembelih  kerbau. Tamu ini dijamunya dengan jamuan sepatutnya. Setelah selesai makan dan minum dengan penuh rasa kebersamaan, maka pasirah itu bertanya kepada Baginda tadi. Mereka menanyakan siapa nama baginda? Dimana negeri Baginda? Dan mau kemana maksud baginda itu? 

Dengan tenang baginda tadi menjawab. Ia adalah  Baginda Maharaja Sakti. Nama negerinya Sungai Tarab Alam Minang Kabau. Mereka ini semuanya 15 orang. Dia punya 4 orang menteri, dan membawa sembilan orang angkatan. Satu anakan-anakan pinagawan.

Dia menjelaskan bahwa peraturan Alam Minang Kabau daulat di Pagaruyung, Bendahara di Sungai Tarab. Pagaruyung berpangkat Sultan. Sungai Tarab berpangkat wazir. Dan di bawah itu ada  empat Balai. Yaitu, Kadhi di Padang Ganting, Machudum di Sumanik, Indomo di Siruaso, Tuan Gadang di Batipuh. 

Sungai Tarab bernama titah, karena apa-apa titah dari Sultan turun pada bendahara. Dari bendahara , maka melimpah kepada menteri-menteri yang empat balai. 

Sultan ini bernama Seri Maharaja Diraja. Ia berjalan ke rantau ini ialah dengan izin daulat yang dipertuan untuk melihat isi Pulau Perca. Ia mau melihat bangsa manusia yang menunggunya. Karena dengan ditakdirkan Allah SWT takluknya semua, kerajan lima dan kurnia daripada yang dipertuan, semuanya memakai cupak dan gantang ukuran dan timbangan adat dan limbago alam Minang Kabau. 

Karena raja belum mengetahui semua jenis bangsa manusia yang berada di bawah perintahnya, maka dia dititahkan oleh Syah Alam berjalan keliling rantau Pulau Perca ini. Setelah mendengar keterangan itu, makin bertambah –tambah kasih sayang mereka. 

Ia amat memuliakan baginda itu. Lalu ia menjunjung sembah serta menceritakan  asal usul permulaannya mendapat negeri Bangkahulu serta menerangkan asal usul bangsanya. Segala pesirah itu meminta baginda agar dapat menjadi raja di kerajaan Bangkahulu.

 

Maharaja Sakti Diminta Jadi Raja

Setelah mendengar permintaan itu, Baginda Maharaja Sakti mengatakan sangat senang mendengar permintaan kepala-kepala suku di negeri ini. Dia mengucapkan seribu kali terima kasih . Karena, permintaan tersebut  menjadi satu gunung intan.

 Dia mengatakan, tiap-tiap kampung hendaklah ada kepalanya atau penghulunya. Tiap –tiap luak ada larasnya, tiap-tiap negeri ada rajanya. Dan negeri Bangkahulu ini belum berdiri kerajaan. Dia menyarankan suku-suku yang ada di Bangkahulu ini sepatutnya  untuk cari seorang raja dari mereka tersebut. Maksudnya, kalau ada raja disini , dia bisa menyelesaikan perselisihan  diantara kepala-kepala suku itu segera.

Sedangkan permintaan suku-suku yang menghendaki dirinya jadi raja di Bangkahulu, dia mengatakan orang seperti dia belumlah patut menjadi raja di kerajaan ini. Karena isyarat menjadi raja  kerajaan itu amatlah banyak. Apalagi raja itu tidak dengan cukup syaratnya, niscaya rakyat di dalam negeri tidak yakin. 

Selama ini, sesungguhnya tiap-tiap yang menjadi kerajaan di rantau Pulau Perca ini keluar dari alam Minang Kabau juga, dari Pagaruyung atau dari Sungai Tarab. Tetapi tak dapat tidak, hendaklah meminta dahulu kepada daulat Pagaruyung. 

BACA JUGA:Gubernur Rohidin: PMK Adalah Wabah Massal, Vaksinasi Adalah Solusinya

Jikalau sudah diperkenankan permintaanya kepada yang dipertuan ketika itu, dan mengizinkan bagian akan anak cucunya atau adik sanaknya dari Pagaruyung atau dari Sungai Tarab serta diberi dengan segala angkatan kerajaan sebagaimana adat alam Minangkabau menjadi tanda-tanda kerajaan turunan dari Sultan Maharaja Diraja daulat yang dipertuan di Pagaruyung maka dia juga belum tentu bisa mengabulkannya.

Karena, pekerjaannya belum selesai. Sebab, dia akan berangkat di sebelah selatan dan di sebelah timur untuk menyempurnakan  pekerjaan yang masih belum selesai.

Dia menyarankan, jikal betul  mau mendirikan raja kerajaan, sebaiknya segera pergi menghadap daulat yang dipertuan di Pagaruyung untuk menyampaikan maksud tersebut secara langsung.

 Setelah selesai berkata –kata itu, maka  Baginda Maharaja Sakti serta segala pengiringnya berangkat menuju ke ujung Pulau Perca sebelah selatan. Segala pasirah  itu pun tinggallah dengan sedih karena bercerai dengan baginda itu. Setelah baginda itu berangkat,maka keempat pasirah itu mufakat pula untuk berangkat ke alam Minang Kabau.  

Pesirah Bangkahulu Berangkat ke Ranah Minang 

Setelah semufakat semua, berjalanlah mereka menuju Minang Kabau. Setelah berjalan beberapa lama, sampailah mereka di daerah yang dituju itu. Lalu masuk menghadap Menteri empat balai serta menceritakan maksud kedatangan mereka.

Pada suatu hari, segala pesirah itu dibawa oleh menteri empat balai masuk di Kampung Dalam untuk menghadap Syah Alam sebagaimana adat istiadat selama ini. Setelah sampai dihadapan Sultan, mereka itu kemudian menjunjung sembah serta sujud ke bawah duli yang dipertuan. 

Kemudian  bertuturlah pesirah itu dari mulanya mendapat negeri Bangkahulu  sampai dia bertemu Baginda Maharaja Sakti. Kemudian juga menyampaikan soal keinginan dia yang sudah meminta Baginda itu menjadi raja Kerajaan di Bangkahulu.

Dia juga menyampaikan  semua jawaban yang dikatakan Baginda Maharaja Sakti waktu itu. Kemudian  mereka memohon seorang kalifah daripada yang dipertuan untuk menjadi kerajaan di Bangkahulu.

Setelah Sultan mendengar akan hal yang demikian, Baginda jadi tersanjung. Dia berkata,’’Atas permintaan kamu, boleh hamba perkenankan. Tetapi atas siapakah yang kamu tentukan namanya?’’tanyanya.

Mereka menjawab, bahwa yang mereka minta itu adalah Tuan Baginda Maharaja Sakti. Karena, mereka sudah merasakan keadilannya sewaktu dia di Bangkahulu. Baginda tatkala itu sudah berhasil mendamaikan perselisihan diantara pesirah  empat di Bangkahulu.

Atau siapa saja yang dikarunia akan kerajaan di Bangkahulu, mereka akan menjunjungnya dengan hati yang suci dan muka yang jernih.

Kemudian yang dipertuan berkata.’’Jika demikian, tunggulah dahulu disini. Nanti akan disuruh untuk cari Baginda Maharaja Sakti.’’

 

Setelah itu, Syah Alam memerintahkan orang mencari Maharaja Sakti. Setelah berjalan beberapa lama, maka bertemulah Baginda itu di Bukit Siguntang. Yaitu antara Palembang dengan Jambi. Lalu, sujudlah pesuruh tadi dan dia mengatakan segala perintah Sultan akan baginda itu. Seketika itu juga tuan Baginda Maharaja Sakti kembali ke Minang Kabau.

Tak berapa lama sampailah dia ke Pagaruyung. Lalu masuk ke Kampung Dalam menghadap daulat yang dipertuan serta menjunjung sembah dengan mengatakan segala hal ihwal dalam perjalanan, sebagaimana perintah yang dikehendaki oleh yang dipertuan. 

Setelah itu, Sultan menyampaikan maksud dan niat pesirah yang datang dari Bangkahulu tadi. Yaitu, meminta dia jadi raja di kerajaan Bangkahulu. Setelah mendengar permintaan itu, dia menjunjung sembah dan  mengatakan tidak mau menjadi raja di kerajaan Bangkahulu.

Karena , tidak ada berdiri isyaratnya. Karena itu, dia minta carikan orang lain saja di alam anak cucu di Pagaruyung  atau Sungai Tarab agar tidak mengecewakan orang.

Lagi pula, tiap-tiap kerajaan di dalam Pulau Perca ini belum terkenal  di tempat lain selain dari Pagaruyung dan Sungai Tarab. Ini, bukan kata Bakijek bagurinda, bukannya kata bersending berlancung dan bukannya kata berdengki berkhianat. Kata itu ialah dengan benar. Jika pekerjaan itu diterima, bila bertemu selisih dengan malu, terbenam alam Minang Kabau. Tuan juga yang menanggung malu. 

Mimpi Yang Dipertuan Membawa Berkah

Setelah itu, mufakat  itu pun  terhenti. Karena, Sultan sedang mencari pikiran. Setelah dua tiga malam  belakangan itu, Sultan bermimpi. Yang dipertuan melihat satu perarakan yang amat indah yang banyak manusia memikulnya.

Maka kedengaranlah oleh Yang Dipertuan orang mengusung itu berkata dengan temannya dengan mengatakan,’’Baginda Maharaja Sakti yang di dalam perarakan itu mau diantarkan ke Gunung Bungkukhulu Bangkahulu.’’

Pada pagi harinya maka Sultan menyuruh panggil Baginda Maharaja Sakti masuk ke Kampung Dalam. Setelah berhadapan muka yang dipertuan bersabda kepada Baginda Maharaja Sakti supaya disuruh panggil menteri yang empat Balai serta menyuruh bawa pesirah yang dari Bangkahulu.

Apabila sudah hadir semuanya, maka yang dipertuan menceritakan akan mimpi Baginda seperti yang sudah diceritakan di atas tadi.

Kemudian,  yang dipertuan berkata, pada hari ini hamba mempersaksikan kepada sekalian yang ada didalam majelis ini bahwa aku izinkan saudaraku yang bergelar Baginda Maharaja Sakti menjadi kerajaan di Bangkahulu dengan permintaan empat pesirah dari Bangkahulu. Sesudah itu , maka tuan Baginda Maharaja Sakti langsung mengangkat sembah.

’’Ampun Tuanku, jika demikian juga titah Syah Alam, apa boleh buat. Akan tetapi betul dan ihklas hatinya pesirah-pesirah keempat itu hendaklah dihadapan Syah Alam dengan perjanjian teguh diantara pesirah dengan raja supaya jangan menjadi perselisihan di belakang hari.''

Maka pesirah –pesirah  itu pun menurutlah seperti kehendak Baginda itu dengan membuat perjanjian dihadapan Daulat yang dipertuan serta dengan menteri Empat balai.

 

Isi Perjanjian:

Pertama, Raja tinggal di Pesisir laut dan pesirah dan perwatin tinggal di ulu.

Kedua, jika musuh datang dari laut, raja yang mempertahankan. Jika musuh datang dari Gunung, pesirah dan perwatin yang mempertahankan.

Ketiga, segala hutan dan rimba pesirah dan perwatin tidak boleh melarangnya jika raja atau anak cucunya mau membuat ladang atau kebun atau mengambil kayu pendek  atau panjang.

Sekiranya kalau orang luaran datang menumpang berladang atau berkebun atau mengambil kayu, rotan, damar dan segala jenis isi hutan hendaklah dengan izin dari raja, maka boleh pesirah atau perwatin memberikannya.

Keempat, tiap –tiap tahun apabila anak buah sudah menuai padi hendaklah menghantarkan persembahan kepada raja berupa beras sekulak, ayam seekor, kelapa sebuah. Di dalam satu bubungan, tiap-tiap bilangan bubungan akan jadi makanan  raja dari tahun ke tahun. Itulah tanda-anda anak buah meminta raja, karena bukan raja minta diangkat.

Kelima, waktu raja mudik kehulu memeriksa anak buahnya, tiap-tiap bubungan  hendaklah memberi beras sekulak, kelapa sebuah, ayam segenggam tunjuk banyak kakinya. Itulah makanan raja dan segala pengiringya selama berjalan.

Keenam, raja atau anak cucu raja jika tumbuh kerja baik atau kerja buruk jika raja mufakat dengan pesirah dan perwatin  serta memberi garam atau kain hitam tak dapat tiada anak buah persirah atau perwatin menolong dengan beras dan tukarannya sekulak garam.

Ketujuh, sewa segala labuhan dan kuala-kuala raja yang empunya. Tidak dapat oleh pesirah perwatin. Akan tetapi pesirah perwatin sendiri tidak kena bea kuala atau labuhan.

Kedelapan, segala jenis bicara  yang kecil pesirah perwatin kuasa menghabiskan di tanah uluan. Jika bicara yang besar hendaklah pesirah perwatin membawa dihadapan raja bersama-sama menghabiskan. Dari uang gawe dibagi dua. Satu bagi dapat oleh pesirah yang empunya marga dengan perwatin yang empunya dusun. Dan satu bagi lagi kembali kepada raja. 

Kesembilan, jika hilang pesirah, raja yang menggantinya. 

 

 


Azmaliar Zaros-Azmaliar Zaros-

Maharaja Sakti Diangkat Jadi Raja di Bangkahulu 

Demikianlah perjanjian yang dibuat dihadapan Tuanku Sultan Maharaja Diraja di Pagaruyung serta menteri yang empat. Kedudukan teguh selama-lamanya. Tidak lapuk di hujan dan tidak lekang dipanas. Itulah persumpahan Pesirah Empat dengan Raja Bangkahulu tatkala pesirah –pesirah itu meminta raja dari Pagaruyung.

Selama gagak hitam selama air hanyut, ke lurah sama menurun, ke bukit sama mendaki. Hilang sama dicari, terbenam sama diselam. Bersumpah  bersepado, minum air dituntung keris. Barangsiapa mungkir dari perjanjian dimakan kutuk. Bisa kami dimakan kutuk Quran 30 juz. Di bawah tidak berakar, di atas tidak berpucuk, ke darat tidak boleh makan, ke air tidak boleh minum, jatuh murka Allah taala seberat-beratnya.

Itu adalah isi persumpahan atas kedua pihak yang disaksikan kepada bumi dan langit, bulan dan matahari dihadapan Tuanku Sultan Maharaja Diraja tatkala pesirah empat dari Bangkahulu meminta Raja di Pagaruyung.

Setelah selesai membuat perjanjian itu, maka yang dipertuan menyuruh mendirikan  alam halilipan tunggak dan panji-panji serta segala angkatan kerajaan . Didirikan pula  puadi tinggi, bantal berapit kanan dan kiri, simpai terbentang di atas belingkung pucuk beranyam. Dayang-dayang dua kali tujuh berdiri, emas ditanai terbentang, cindai dijejakkan persajian dua kali tujuh. Bila sudah tersedia semuanya, maka berbunyi gendang berkalang dipanggang persapan dua kali tujuh dipasang meriam sekitar alamat mengangkat Raja Kerajaan. Dikurnia oleh Sultan angkatan kerajaan dan kebesaran kepada tuanku Baginda Maharaja Sakti .

BACA JUGA:Dewan Minta Hindari Konflik Saat Pembangunan Jembatan Layang DDTS Berlangsung

1.Dua buah sejorong namanya. Satu besar dan satu kecil. Hampir serupa meriam bentuknya.

2.Secarik Simindang kiri retak seratus tiga puluh memancung sakti mengamuk sendirinya . Bentuknya hampir serupa pedang.

3.Payung gedang berukur dengan kain kuning.

4.Tombak benderang berumbai janggut jinggi.

5.Alam Halilipan.

6. Mirwal panji-panji.

7.Panji-panji.

8. Kotak tempat sirih berpalut dengan emas.

9.Kendi air minum berpalut dengan emas.

10. Gong kelentang muktabar alam.

Demikianlah kebesaran yang dikarunia oleh Daulat Yang Dipertuan kepada Tuanku Baginda Maharaja Sakti.      

Ketika baginda menerima kurnia penobatan dan kebesaran angkatan kerajan ini dan berjabatan tangan degan Daulat yang dipertuan, maka berbunyilah petus tunggal, sehingga gemetar puncak rumah kampung Dalam. Oleh sebab itulah, maka oleh Syah Alam Marga Tuanku Baginda Maharaja Sakti itu dinamakan Semitul. Karna petus itu semitul kata Rejang. 

Marga Pesirah Empat itu adalah Marigi, Bermani, Selupu, Jurukalang, lima dengan Semitul. Karena itulah maka di Pagaruyung  atau di sungai Tarab tidak ada suku Semitul lantaran nama marga itu diambil dari mukjizat kebesaran taklala raja naik kerajaan.

Dari hal perdana menteri  baginda yang berempat , yaitu Sahap Agam Melalo Singkarak Senanding Bingka mengikut serta dalam perjalanan Baginda ke rantau Bangkahulu.

 

Diamanatkan Bertahta di Sungai Lemau

 

 Ketika semuanya sudah siap, maka baginda bermohon ke bawah duli Yang Dipertuan. Lalu, ia berangkat dengan diiringi oleh pesirah –pesirah itu. Saat itu, yang dipertuan beramanat kepada Tuanku Baginda Maharaja Sakti. Diselamatkan Allah engkau sampai dirantau Bangkahulu.

Nanti engkau tanya dihulu, sungai mana ditunggu Gunung Bungkuk itu, maka dikuala itulah tempat engkau duduk bertahta supaya engkau selamat dalam kerajaan.

Setelah  lama berjalan, sampailah rombongan kerajaan itu di Kuala air Sungai Lemau. Ditunjukkan oleh pesirah-pesirah itu, bahwa inilah air sungai yang hulunya ditunggu Gunung Bungkuk. Maka disanalah orang disuruh baginda mencencang lati di pinggir air sebelah utara.

Itulah dinamai oleh Baginda tempat terakhir baginda berjalan dari alam Minang Kabau. Sebab itulah maka raja Bangkahulu bernama Sungai Lemau. Karena,  amanat yang dipertuan Tuanku Seri Maharaja Dirajaja tinggal di Sungai Lemau itu.

Pada hari yang telah ditentukan, Pasirah Empat menyuruh menghimpun segala rakyat. Isi marga, segala perwatin ditiap-tiap dusun disuruh memotong kerbau serta membuat perjamuan untuk pengangkatan jadinya kerajaan Bangkahulu tahun 865 hijriah .

Ketika telah terhimpun semuanya, maka diterangkanlah dimuka umum bahwa Tuanku Baginda Maharaja Sakti menjadi raja di kerajaan di dalam negeri Bangkahulu. Maka diangkat pula lagi sebagaimana yang sudah dikerjakan oleh yang dipertuan takkala di Pagaruyung dahulu.

Maka negeri Bangkahulu diserahkan oleh pesirah yang empat itu kepada Tuangku Baginda Maharaja  Sakti  dengan segala isinya. Baik dan buruk, hitam dan putih di dalam tangan Tuanku Baginda Maharaja Sakti.

Setelah baginda  memegang kerajaan negeri Bangkahulu, maka ditentukannyalah bagian-bagian tanah bumi, hutan, pala dan batas pesirah empat itu masing-masing dan batas dengan Rejang Sawah. Ketika itulah berdiri adat dengan lembaga.

Adat yang dipakai lembago yang dituang air mengarus ilir, adat mengarus mudik. Dibuatlah cupak dan gantang. Ukuran dan timbangan. Maka tetaplah negeri Bangkahulu berdiri dengan adatnya. Berdirilah keadilan dan makmur. Rakyat bertambah banyak. Beras murah. Padi menjadi-jadi. 

 

Menikah dengan Putri Gading Cempaka 

 

Adapun yang ditetapkan perbatasan Bangkahulu dengan Inderapura yaitu dari Teratak Air Hitam sampai ke Bukit Barisan batas sebelah utara. Sebelah selatan berbatasan dengan air Lempuing sampai Bukit Barisan. Di sebelah timur berbatasan dengan bukit barisan, yakni batas dengan Palembang. Itulah pegangan pemerintahan raja Bangkahulu yang disebut raja Sungai Lemau.

 

Tuanku Baginda Maharaja Sakti ini kemudian menikah. Ia beristrikan dengan Putri Gading Cempaka. Yaitu saudara dari Anak Dalam Muara Bangkahlu yang diambil dari Gunung Bungkuk.

Ia mempunyai anak satu orang yang berjenis kelamin laki-laki. Namanya Aria Bakau. Ia tinggal di Selebar. Ketika itu, dia mengambil pegangan. Yaitu, Bangkahulu hingga ke Tapak Jedah.

 

Ketika Baginda Maharaja Sakti meninggal, maka Baginda Aria Bakau dijemput  oleh pesirah perwatin kembali ke Bangkahulu. Kemudian, dia diangkat menjadi kerajaan Bangkahulu menggantikan bapaknya. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: