Sikap Kesederhanaan, Hikmah Dari Isra’ dan Mi'raj Nabi Muhammad SAW

Jumat 17-02-2023,00:22 WIB
Oleh: Adam

 

Dari : Masjid Besar Al-Amin, RT.03 RW.04 Kelurahan Kandang Kecamatan Kampung Melayu

Oleh : Ustadz Mawardi, M.Pd.I 

(Guru Agama SMKN 2 Kota Bengkulu, Dosen UIN FAS, dan Dosen Universitas Dehasen)

 

Hadirin Sidang Jum'ah Yang Dimuliakan Allah

RADARBENGKULUONLINE.COM - Perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Bayt al-Magdis, kemudian naik ke Sidrat al-Muntaha, bahkan melampuinya, serta kembalinya ke Makkah dalam waktu yang sangat singkat, merupakan tantangan terbesar sesudah Al-Qur'an disodorkan oleh Tuhan kepada umat manusia. 

Peristiwa ini membuktikan bahwa ‘Ilm dan Kudrat Tuhan meliputi dan menjangkau, bahkan mengatasi segala yang ‘finite’ (terbatas) dan ‘infinite’ (tak terbatas) tanpa terbatas waktu dan ruang.

 Banyak kaum empiris dan rasionalis, yang melepaskan diri dari bimbingan wahyu, tidak mempercayainya, bahkan menggugat eksistensinya, karena tidak sesuai dengan hukum-hukum alam.  Bahkan tidak dapat dibuktikan oleh patokan-patokan logika.

Dengan ini kita sebagai insan yang beriman pandekatan yang paling tepat dan sederhana (tidak memerlukan teori-teori kajian ilmiah yang empiris dan rasional) untuk dapat memahaminya adalah cukup dengan pendekatan “Imaniy” sebagaimana yang ditempuh oleh sahabat nabi Abu Bakar Al Shiddiq.

Seperti tergambar dalam ucapannya : ”Apabila Muhammad yang memberitakannya, pastilah benar adanya.”

 Dan jika keilmiahan yang dituntut, maka Al-Qur'anlah yang harus menjadi pusat rujukan / referensinya, melalui pengamatan terhadap sistematika dan uraian Al-Qur'an tentang Isra’ Mi’raj.

Dalam kaitan tuntutan keilmiahan dalam memandang peristiwa Agung Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW, dapatlah kiranya dirumuskan kerangka berpikirnya dengan sistematika sebagai berikut : Para ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu apapun menyatakan bahwa segala sesuatu pasti memiliki pendahuluan yang mengantar atau menyebabkannya. 

Sebagai pakar Al-Qur'an, Imam al-Suyuthi berpendapat bahwa pengantar satu uraian dalam Al-Qur'an adalah uraian yang terdapat dalam surat sebelumnya. 

Sedangkan inti uraian satu surat dipahami dari nama surat tersebut. Dengan demikian, maka pengantar uraian peristiwa Isra’ Mi’raj adalah surat yang dinamai Tuhan dengan sebutan Al-Nahl, yang berarti “lebah.

Hadirin Sidang Jum'ah Yang Dimuliakan Allah

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah mengapa surat Al - Isra’ didahului oleh An - Nahl, mengapa lebah yang mengantarkannya ? Lebah dipilih oleh Tuhan untuk menggambarkan keajaiban ciptaanNya, agar menjadi pengantar keajaiban pembuatNya dalam peristiwa Isra’ Mi’raj.

 Lebah juga dipilih untuk menjadi pengantar bagi bagian yang menjelaskan manusia seutuhnya. Karena manusia seutuhnya adalah “Manusia Mukmin” yang menurut Nabi Muhammad SAW adalah bagaikan lebah, tidak makan kecuali yang baik dan indah, seperti kembang yang semerbak ; tidak menghasilkan sesuatu kecuali yang baik dan berguna, seperti madu yang dihasilkan lebah itu. 

Oleh karenanya, hanya pendekatan “Imaniy” yang lahir dari pribadi Mu’minlah yang mempercayai peristiwa Isra’ Mi’raj. 

Dari segi lain, dalam surat Al - Isra’ sendiri, berulang kali ditegaskan tentang keterbatasan pengetahuan manusia serta sikap yang harus diambilnya menyangkut keterbatasan tersebut.

 Allah SWT. berfirman  :

Artinya : “Dia (Allah) menciptakan apa-apa (mahluk) yang kamu tidak mengetahuinya. Sesungguhnya Allah SWT mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan kecuali sedikit”. (QS. An Nahl Ayat: 8,74, Dan Qs. Al-Isra' : 85).

Disamping itu, sebelum Al-Qur'an mengakhiri pengantarnya tentang peristiwa Isra’ Mi’raj ini, digambarkannya bagaimana kelak orang-orang yang tidak mempercayainya, dan bagaimana juga sikap yang harus diambil nabi terhadap orag-oran yang mengingkarinya. 

Allah SWT berfirman dalam surat Al Nahl : 127 – 128.

Artinya : “Bersabarlah wahai Muhammad; tiadalah kesabaranmu melainkan dengan pertolongan Allah. Janganlah kamu bersedih hati terhadap (keingkaran) mereka. Janganlah pula kamu bersempit dada terhadap apa-apa yang mereka tipu dayakan. Allah SWT beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebajikan”.

 

Dan “Salat” ini pulalah yang merupakan inti dari peristiwa Isra’ dan Mi’raj ini. Salat pada hakekatnya merupakan kebutuhan mutlak untuk mewujudkan manusia seutuhnya, kebutuhan akal pikiran dan jiwa manusia untuk mengejawantahkan diri ketika berhubungan dengan kholiqnya Allah SWT.

Salat juga dibutuhkan oleh masyarakat manusia, karena salat dalam pengertiannya yang luas, merupakan dasar-dasar pembangunan, terutama pembangunan diri dan kepribadian.

Sehingga merupakan tanda bagi kebejatan akhlak dan kerendahan moral, apabila seseorang datang menghadapkan dirinya kepada Tuhan hanya pada saat ia didesak oleh kebutuhannya.

Ke dua, petunjuk-petunjuk lain yang ditemukan dalam rangkaian ayat-ayat yang menjelaskan peristiwa Isra’ dan Mi’raj, adalah membangun manusia seutuhnya menuju masyarakat adil dan makmur.

 

Kategori :