RADARBENGKULU- Ratusan masyarakat dari berbagai lapisan, organisasi Kelompok Pemuda (OKP), Organisasi Kemasyarakatan, dan Petani, berunjuk rasa pada sore hari (26 Juli) di depan Kantor Gubernur Bengkulu. Seperti biasa, para pengunjuk rasa membentangkan spanduk dengan berbagai tulisan.
Aksi ini diawasi ketat oleh polisi. Seperti dalam orasi Koordinator Lapangan (Cool Lap) Rabil Fali, pihaknya menyampaikan 10 tuntutan yang harus dilaksanakan Pemprov Bengkulu pada peringatan Hari Tani ke-68.
Ini tuntutannya:
Meminta Gubernur Bungkulu selaku Ketua Tim Satgas Reforma Agraria (GTRA) untuk mengatasi konflik petani sesuai arahan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang (Pokok-pokok Agraria) dan Kekuasaan Presiden. Keputusan Nomor 86 tentang Reformasi Agraria akan mulai berlaku pada tahun 2018.
"Kami mendesak Gubernur Bengkulu untuk segera mengevaluasi dan mengkaji ulang seluruh izin usaha yang ada di Bengkulu serta menghentikan kegiatan usaha ilegal dan pelanggarannya,"
Meminta kepada Ketua Tim Satgas Reforma Agraria (GTRA) Kabupaten/Kota Bengkulu untuk melibatkan petani dalam menyelesaikan perselisihan yang ada.
Meminta Kapolda Bengkulu tetap netral dalam pengamanan.
Meminta Kementerian ATR/BPN melalui Pemerintah Bengkulu tidak memperbarui HGU yang saat ini sudah berselisih dengan masyarakat.
-Mengecam pendekatan agresif aparat keamanan dalam menyelesaikan permasalahan pertanian di Provinsi Bengkulu.
- kepada Pemerintah Provinsi Bengkulu untuk memantau pelaksanaan distribusi alat mesin pertanian dan pupuk bersubsidi kepada petani di Provinsi Bengkulu.
- kepada Pemerintah Bengkulu melalui dinas terkait untuk memastikan petani di Provinsi Bengkulu mempunyai akses terhadap alsintan dan pupuk tambahan.
- Mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk memastikan pasokan pangan dan stabilitas harga. Hal ini merupakan kewajiban pemerintah berdasarkan Undang-Undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012.
Meningkatkan akses dan kontrol masyarakat terhadap lahan pertanian melalui kepemilikan lahan melalui reformasi lahan dan peningkatan akses. Lebih lanjut dikatakannya, saat ini terdapat beberapa konflik di Provinsi Bengkulu yang dianggap Gubernur Bengkulu belum terselesaikan bahkan ada tindakan yang dianggap merugikan masyarakat setempat, khususnya petani.
Selanjutnya, para pengunjuk rasa meminta gubernur menyelesaikan sengketa land reform antara pemerintah dan perusahaan di Provinsi Bengkulu. Ia mencontohkan konflik yang masih berlangsung seperti di Provinsi Mukomuko, Bengkulu Utara, dan Seluma. “Contohnya di Malin Deman, Kabupaten Mukomko, petani yang menggarap lahan yang diyakini milik PT kerap mendapat ancaman bahkan penyerangan dari pihak perusahaan. Begitu pula dengan sengketa lahan di Kabupaten,” jelasnya.