"Untuk menghilangkan jejak, polisi pada awalnya mengambil jalan ke arah selatan. Setelah jelas tidak ada orang yang mengikuti kami, mereka memutar haluan ke Utara menuju Muko-Muko, sekitar 240 kilometer dari Bengkulu, dimana kami akan bermalam. Ada tiga belas sungai lebar berlumpur dan banyak buaya, yang harus diseberangi. Dan tidak ada jembatan diatas sungai itu. Kami menyeberanginya dengan rakit dan perahu buatan penduduk. Pukul lima petang hari berikutnya, rombongan yang kelelahan itu sampai di Muko-Muko," tertulis dalam buku Bab 17; Pelarian, halaman 181.
Tanah dang langit Mukomuko pernah menjadi pelindung bagi "Putra Sang Fajar". Memang tak lama, hanya beberapa jam saja. Dari pukul 5 sore, sampai pukul 3 dini hari esoknya. Hanya 10 jam saja.
BACA JUGA:Kisah Masa Kecil Fatmawati Anak Tokoh Muhammadiyah di Bengkulu
Sukarno bercerita dengan Cindy Adam, rombongan Bung Karno bermalam di rumah panggung di Mukomuko.
Kemudian melanjutkan perjalanan pada pukul 3 pagi. Tidak lagi menggunakan mobil pickup. Kendaraan diganti dengan yang lebih sederhana, yakni gerobak sapi atau pedati.
Tak jarang Bapak Proklamator itu harus berjalan kaki karena jalan yang belum memadai. Hingga bertemu kendaraan Belanda dan langsung menuju Padang.