Allah SWT memiliki cara yang tak terhingga dan unik luar biasa dalam rangka mengangkat derajat manusia. Oleh karena itu sangat penting bagi kita untuk mengembangkan sikap dan perilaku sabar dalam diri kita. Baik sabar ketika mendapatkan kesulitan maupun ketika memperoleh kemudahan.
Oleh karena itu, Rasulullah SAW pernah bersabda dalam sebuah kesempatan bahwa, “Kesabaran itu terbagi menjadi tiga. Sabar dalam menghadapi musibah, sabar dalam menjalankan ketaatan dan sabar dalam meninggalkan kemaksiatan.”
Pertama, sabar ketika menghadapi musibah, misalnya saja musibah kecelakaan. Secara lahiriah, mungkin kita akan beranggapan bahwa kecelakaan itu terjadi lantaran kurangnya kewaspadaan dalam berkendara.
Namun sebenarnya, ada makna tersirat dari cobaan itu. Bisa jadi itu sebuah teguran, atau mungkin pula cobaan dari Allah SWT yang tak lain adalah untuk mendidik kita agar naik ke tingkat keimanan yang lebih tinggi.
Semua cobaan terjadi karena kehendak Allah SWT, dan itu merupakan hal yang terbaik baginya, serta di balik musibah pasti ada hikmah.
Kedua, sabar dalam menjalankan ketaatan. Ketaatan itu membutuhkan kesabaran yang harus terus menerus dijaga. Mengapa ? Karena ketaatan itu akan membebani seseorang. Karena, dengan menjalankan ketaatan berarti ada kewajiban yang harus selalu dilakukan.
Salat malam itu berat. Karena, harus melawan kantuk dan dinginnya malam. Infaq itu berat, apalagi ketika dalam kesusahan. Itu semuanya membutuhkan kesabaran.
Ketiga, sabar dalam meninggalkan kemaksiatan. Kita sadar, bahwa di dalam jiwa kita ini ada yang namanya nafsu yang selalu memerintahkan kepada kejelekan. Itu artinya, bahwa kita harus senantiasa sabar dengan menahan diri dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama. Seperti menipu, berzina, menyebarkan kebencian, mengganggu orang lain dan sebagainya.
Jamaah Jumat rahimakumullah ..!!
Kita perlu menakar tingkat kesabaran itu dalam diri kita. Mengoreksi diri. Apakah selama ini kita telah benar-benar bersabar atas ujian-Nya ?
Ataukah sabar kita hanya sampai di mulut dan belum turun ke hati ? Atau bahkan kita lebih sering berprasangka atas ujian-Nya, kendati sebenarnya kita tahu ada ‘hikmah’ dalam setiap kejadian yang tidak diperkenankan.