Antara Harapan dan Kenyataan: Menjawab Fenomena Kekerasan Seksual di Indonesia

Rabu 19-06-2024,12:16 WIB
Oleh: Tim redaksi

Penulis Achmad Megantara S.H

Mahasiswa Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Andalas, Sumatra Barat.

Indonesia adalah negara hukum. Hampir setiap tulisan yang dibuat oleh mahasiswa di fakultas hukum khususnya pasti menyebutkan demikian.

Hal ini terkait dengan penjaminan dalam melindungi hak rakyatnya.

Hak rakyat dalam hal ini adalah mendapatkan perlindungan terkait harkat dan martabatnya sebagai manusia. Sebagai negara hukum, salah satu cara untuk memberikan keabsahan dalam penegakan hukum terhadap kekerasan seksual adalah dengan membentuk hukum positif terkait perbuatan tersebut, sehingga di Bulan April, Tahun 2022 telah di undangkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU-TPKS). 

Dalam catatan tahunan (CATAHU) yang dikeluarkan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak (PPPA) sendiri mencatat sebanyak 431.471 kasus kekerasan terhadap perempuan yang terbagi kedalam beberapa ranah dan dari 3.062 kasus kekerasan terhadap perempuan di ranah publik dan komunitas, tercatat 58% merupakan kekerasan seksual.

Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang menyerang harkat martabat seseorang yang berhubungan dengan fungsi reproduksi akibat adanya relasi kuasa yang timpang.

Fenomena kekerasan seksual sendiri di Indonesia bukan merupakan hal yang baru.

Hampir setiap hari kita mendengar terjadinya peristiwa tersebut. Kekerasan seksual sudah menjadi momok yang menakutkan bagi semua kalangan, baik bagi

pria/wanita, dewasa maupun anak-anak, lingkup regional maupun internasional.

Sejarah singkat pembentukan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan seksual di 

Indonesia dimulai sejak tahun 2014, oleh legislator di Indonesia sejak masuk di dalam pembahasan di DPR tahun 2016, dan baru pada tahun 2022 ditetapkan sebagai produk baru dalam menangani kekerasan seksual di Indonesia. 

Undang-Undang ini sendiri tidak lahir begitu saja.

Kelahirannya merupakan jawaban atas kebingungan bagaimana memberikan penegakan hukum yang adil bagi korban kekerasan seksual.

Setelah dibentuknya undang-undang tersebut, ada harapan besar bagi semua pihak terhadap penegakan hukum yang adil dan berprespektif kepada korban.

Kategori :