Supriyadi, perwakilan masyarakat dari Air Palik, Bengkulu Utara, mengungkapkan kekecewaannya karena banyak hal yang dibahas tanpa memberikan jalan keluar konkrit.
Salah satu isu utama adalah mengenai lahan plasma yang seharusnya menjadi hak masyarakat, tetapi diklaim tidak pernah disosialisasikan kepada mereka.
“Di ruangan tadi disebutkan bahwa sudah dibagikan 114 hektar kepada masyarakat, namun masyarakat merasa tidak pernah menerima lahan plasma tersebut,” ungkap Supriyadi.
Ia juga menyoroti ketidakjelasan dalam pengukuran lahan yang dipersengketakan, dimana pihak ATR/BPN seolah mempersilakan masyarakat untuk mengukur ulang sendiri tanpa melibatkan mereka dalam proses pengukuran sebelumnya.
“Masa kami yang harus membiayai. Ini kan tugas ATR/BPN, masyarakat harus dilibatkan,” tegasnya.
Selain masalah lahan, penggunaan jalan umum oleh PT BRS juga menjadi sorotan. Supriyadi menyoroti bahwa kendaraan berat milik perusahaan kerap merusak jalan umum, menyebabkan kondisi berlumpur dan membahayakan keselamatan warga. Padahal, perusahaan seharusnya memiliki akses jalan sendiri.
"Pihak Pemprov sudah menyatakan, dalam enam bulan perusahaan harus membuat jalan khusus. Tapi nyatanya, bertahun-tahun mereka masih memakai jalan umum, jalan yang sebenarnya fasilitas masyarakat,” tutur Supriyadi, menyoroti dampak negatif penggunaan jalan ini bagi warga setempat.