Pemkab Bengkulu Utara Dinilai Kurang Responsif Selesaikan Konflik Agraria

Kamis 07-11-2024,05:12 WIB
Reporter : Windi Junius
Editor : Syariah muhammadin

“Para petani ini rencananya akan dimasukkan ke dalam tim GTRA. Kami melihat progres di Mukomuko cukup progresif karena mereka langsung melibatkan petani dalam pembicaraan. Namun, di Bengkulu Utara sampai sekarang belum ada tanda-tanda ke arah itu,” terang Ali.

Ali juga menyatakan bahwa para petani di Bengkulu Utara telah bersiap untuk mengambil langkah lebih jauh jika pemerintah setempat tetap tidak merespon. Ia menambahkan, para petani tersebut berencana mendatangi kantor pemerintah sendiri jika dalam waktu dekat undangan tidak kunjung datang.

“Iya, informasinya para petani masih menunggu undangan tersebut. Namun, jika tidak ada panggilan, besar kemungkinan mereka akan datang langsung ke pemerintah setempat untuk meminta penjelasan,” tutur Ali.

Melihat kondisi yang berbeda antara Kabupaten Mukomuko dan Kabupaten Bengkulu Utara dalam merespon konflik agraria ini, Ali Akbar berharap agar Pemkab Bengkulu Utara segera mengambil langkah serupa dengan yang dilakukan di Mukomuko. Menurutnya, jika pemerintah kabupaten berkomitmen kuat, proses penyelesaian konflik ini akan lebih cepat dan hasilnya bisa lebih berpihak pada masyarakat.

“Kami berharap pemerintah Bengkulu Utara bisa segera mengundang para petani, seperti yang dilakukan di Mukomuko. Dialog terbuka dengan petani sangat penting untuk mendapatkan solusi yang adil bagi semua pihak,” ujar Ali.

Sementara itu, Asisten II Sekretariat Daerah Provinsi Bengkulu, Raden Ahmad Denni, mengakui bahwa pertemuan yang diinisiasi Pemprov sebanyak tiga kali belum berhasil mencapai hasil yang memuaskan. Hal ini disebabkan oleh sikap masing-masing pihak yang masih teguh pada pendiriannya. Denni menjelaskan, pihak provinsi hanya memiliki peran sebagai fasilitator dan tidak dapat memaksakan penyelesaian konflik karena sesuai aturan, kewenangan utama ada di pemerintah kabupaten.

“Kita sudah mengadakan tiga kali rapat, namun belum menemui titik terang karena kedua belah pihak tetap teguh pada pendiriannya masing-masing. Kami di Pemprov hanya memfasilitasi sesuai dengan peraturan yang ada. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014, jika konflik agraria terjadi dalam satu kabupaten, maka penyelesaiannya menjadi kewenangan pemerintah kabupaten,” jelas Denni.

Pemprov Bengkulu, lanjut Denni, telah menjalankan fungsinya sesuai aturan dan mengarahkan masyarakat untuk menempuh jalur hukum jika tidak ada kesepakatan di tingkat kabupaten. Menurutnya, hal ini merupakan upaya agar penyelesaian konflik agraria bisa dilaksanakan dengan transparan dan sesuai prosedur yang berlaku.

“Kalau memang tidak menemui titik terang, kami arahkan masyarakat untuk menempuh jalur hukum. Dengan begitu, permasalahan bisa dipecahkan dengan dasar hukum yang jelas,” sambung Denni. (Wij)

Kategori :