Gesmawasbi mendesak Bawaslu untuk segera menindaklanjuti laporan ini dengan investigasi mendalam.
Menurut Jevi, keterlibatan ASN dan ketua RT/RW dalam politik praktis merupakan pelanggaran serius terhadap asas netralitas pemilu.
“Bawaslu harus mengambil langkah tegas. Jika dibiarkan, ini akan menjadi preseden buruk bagi demokrasi kita. Bagaimana bisa pemimpin masyarakat seperti RT/RW dipolitisasi?” kata Jevi
Sementara itu Koordinator Divisi Pengawasan Pemilu dari Panwascam Selebar Sahbandar, membenarkan adanya pertemuan tersebut, akan tetapi dirinya tidak mengetahui secara pasti apakah yang pertemuan itu merupakan ketua RT.
Lantaran adanya larangan masuk bagi Panwascam ke kediaman Helmi Hasan. Menurutnya, larangan tersebut menghambat tugas pengawasan langsung.
"Kami sempat berkoordinasi dengan Bawaslu Kota Bengkulu, dan mereka menyatakan bahwa kami memang tidak bisa masuk tanpa izin. Jadi, kami hanya mengawasi dari luar. Kami tidak tahu pasti siapa saja yang hadir di dalam," terang Sahbandar.
Sikap ini dianggap oleh Gesmawasbi sebagai upaya menghalangi tugas pengawasan pemilu, yang semakin memperkuat dugaan adanya pelanggaran dalam pertemuan tersebut.
Menanggapi tuduhan ini, tim hukum Helmi Hasan-Mian, Agustam Rachman, dengan tegas membantah adanya mobilisasi atau upaya tidak netral.
Ia menyebut tudingan tersebut sebagai fitnah yang dilancarkan oleh pihak lawan politik.
"“Itu fitnah keji yang mengarah pada upaya kriminalisasi para RT/RW,” ungkap Agustam.
Disisi lain pihak Bawaslu Provinsi Bengkulu masih menelaah laporan yang masuk.
Ketua Bawaslu Provinsi Bengkulu, Rinaldi, menyatakan bahwa pihaknya akan bekerja secara profesional untuk memastikan pemilu berjalan jujur dan adil.
"Kami akan memproses laporan ini sesuai prosedur. Semua pihak harus menghormati aturan yang berlaku," tegas Rinaldi.