RADAR BENGKULU – Polemik belum cairnya Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Sekretariat DPRD (Setwan) Provinsi Bengkulu makin memanas. Hingga kini, hak mereka yang tertunggak sejak Mei 2024 belum juga dibayarkan.
Upaya fasilitasi yang dilakukan Komisi I DPRD Provinsi Bengkulu pun seakan bertepuk sebelah tangan. Ketua Komisi I, H. Zainal, S.Sos, M.Si, dengan tegas menyatakan bahwa Sekwan wajib membayarkan SPPD tersebut, tanpa alasan apa pun.
"Kita sudah berupaya memfasilitasi. Apapun bentuknya dan dari mana uangnya, SPPD itu harus dibayar," ujar Zainal.
Menurutnya, jika dana perjalanan dinas yang sudah dianggarkan tidak dicairkan, ada indikasi kuat terjadi penyalahgunaan anggaran.
"Kalau anggaran sudah ada tapi tidak dibayarkan, ini bisa mengarah ke indikasi penggelapan," tegasnya.
BACA JUGA: ASN Sekretariat DPRD Provinsi Bengkulu Tagih Pembayaran Gaji dan Pencairan Perjalanan Dinas
Komisi I DPRD Bengkulu sebenarnya telah memberikan waktu kepada Sekwan untuk melaporkan jumlah pegawai yang belum menerima haknya beserta nominal yang belum dicairkan. Namun, hingga tenggat waktu yang ditentukan, laporan itu tak kunjung diterima.
"Saat rapat fasilitasi, kami beri waktu tiga hari untuk menyampaikan data. Tapi sampai sekarang, tak ada laporan yang masuk," ungkap politisi PKB ini dengan nada kecewa.
Menurutnya, sikap Sekwan yang mengabaikan keputusan ini bukan hanya merugikan pegawai, tetapi juga mencoreng kredibilitas lembaga.
DPRD Bengkulu pun tak tinggal diam. Zainal menyebut pihaknya akan berkoordinasi dengan pimpinan DPRD guna mencari solusi dan langkah tegas atas masalah ini.
"Kami akan berkoordinasi dengan pimpinan. Kalau ada petunjuk lebih lanjut, tentu akan kami tindaklanjuti dengan langkah konkrit," tandasnya.
Buntut dari persoalan ini, para pegawai di lingkungan Setwan mulai gerah. Mereka mempertanyakan hak yang belum cair sejak pertengahan tahun lalu.
"Sejak Mei 2024, SPPD kami tidak kunjung dibayarkan. Jumlahnya bervariasi. Ada yang Rp 3 juta, ada juga yang sampai Rp 7 juta. Kami sudah berulang kali menanyakan, tapi tidak ada kejelasan," ungkap salah seorang pegawai yang enggan disebutkan namanya.
Ketidakpastian ini membuat para pegawai kecewa. Sebab, perjalanan dinas yang mereka lakukan bukan sekadar formalitas, melainkan tugas resmi yang sudah dijalankan dengan dana pribadi terlebih dahulu.