“Kejadian ini menambah panjang daftar kasus penyelundupan satwa liar dari Enggano. Kami berharap pengungkapan ini bisa menjadi pembelajaran bersama, bahwa melalulintaskan satwa liar dilindungi adalah tindakan yang tidak bisa dibenarkan,” kata Nurhamidah.
Kasus penyelundupan burung betet Enggano memberi peringatan serius bahwa upaya konservasi satwa di Bengkulu masih menghadapi jalan terjal. Perlu kesadaran bersama, baik pemerintah, aparat penegak hukum, maupun masyarakat, untuk menghentikan rantai perdagangan satwa liar.
BACA JUGA:Provinsi Bengkulu Tingkatkan Investasi Lewat BLINC 2.0, Targetkan Rp 10,3 Triliun
Jika tidak, satwa-satwa endemik Enggano hanya akan tinggal nama. Populasi yang semakin menipis bisa berakhir pada kepunahan, sebuah kerugian ekologis yang tidak tergantikan.
“Yang paling penting adalah mencegah. Karena sekali satwa hilang dari habitatnya, mustahil kita bisa mengembalikannya,” tutur Nurhamidah.