“Sampai detik ini kami belum menerima ikatan kontrak apapun,” tegas Heru.
Ia menyebut, pihaknya sudah mulai melakukan pengumpulan informasi awal dan berkoordinasi dengan Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa (UKPBJ).
“Kami sudah berkoordinasi dengan UKPBJ. Jika masyarakat memiliki informasi tambahan terkait proyek ini, kami sangat terbuka untuk menerima laporan,” ujarnya.
Langkah ini, kata Heru, merupakan bagian dari upaya Inspektorat memastikan setiap proses pembangunan di lingkungan Pemerintah Provinsi Bengkulu berjalan sesuai dengan prinsip akuntabilitas dan transparansi.
Sebelumnya, publik menyoroti proyek rehabilitasi rumah dinas Ketua DPRD Bengkulu yang disebut-sebut bernilai sekitar Rp 1,3 miliar. Namun, hasil penelusuran di situs resmi Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Provinsi Bengkulu menunjukkan, tidak ada daftar kegiatan pengadaan untuk proyek tersebut.
Yang tercantum di laman LPSE hanyalah proyek rehabilitasi rumah dinas Wakil Ketua DPRD Provinsi Bengkulu dengan nilai sekitar Rp 2,4 miliar.
Perbedaan ini memunculkan tanda tanya besar mengenai status proyek rehabilitasi rumah dinas Ketua DPRD yang kini tengah diperbincangkan.
Kasus ini menambah daftar panjang persoalan administratif di lingkungan pemerintahan daerah yang berpotensi menimbulkan kerugian negara. Para pengamat menilai, jika benar proyek sudah dikerjakan tanpa kontrak, maka tanggung jawab tidak hanya berhenti pada pihak penyedia jasa, tetapi juga menyentuh pejabat pengguna anggaran dan pejabat pelaksana teknis kegiatan.