Ini Saran Akademisi Mengatasi Gejolak Kenaikan Pajak Kendaraan di Provinsi Bengkulu
Gejolak Kenaikan Pajak Kendaraan, Akademisi Bengkulu Sarankan Ini-Ist-
RADAR BENGKULU — Kenaikan pajak kendaraan yang belakangan ramai dibicarakan masyarakat Bengkulu menuai reaksi beragam. Meski secara legal formal kebijakan ini sah, namun kegaduhan yang muncul menunjukkan adanya celah komunikasi antara eksekutif, legislatif, dan publik.
Pengamat Kebijakan Publik, DR. Mastrjon, akademisi Universitas Dehasen Bengkulu, menilai pemerintah perlu segera melakukan evaluasi dan harmonisasi kebijakan agar program bantuan rakyat tetap berjalan tanpa memberatkan masyarakat.
“Kenaikan pajak ini tidak lahir dari hitungan pendek. Ini adalah konsekuensi dari kebijakan sebelumnya yang kini mulai berlaku. Tapi memang perlu dilihat lagi dinamika ekonomi masyarakat saat ini,” ujar Mastrjon
Ia menjelaskan, polemik ini salah satunya dipicu oleh berakhirnya diskresi kebijakan Gubernur sebelumnya, Rosjonsyah, yang sempat memberikan keringanan pajak kendaraan.
“Diskon pajak yang dulu diberikan pak Rosjonsyah jadi Plt Gubernur berakhir pada 7 Mei lalu, maka Perda pun otomatis berlaku. Disinilah masyarakat merasa terkejut dengan tiba-tiba naik,” katanya.
Namun begitu, Mastrjon menegaskan bahwa pengambilan kebijakan fiskal seperti ini tidak bisa dilakukan sepihak. “Idealnya, sebelum diberlakukan, pemerintah harus melibatkan beberapa OPD untuk menghitung dan mengkaji apakah memang perlu kenaikan, atau justru ada ruang untuk menghapus atau mengurangi pajak,” ujarnya.
Ia menyebutkan bahwa Kemendagri sebenarnya telah mengatur mekanisme teknis pengurangan pajak daerah, termasuk dalam kondisi tertentu bisa dilakukan penghapusan pajak, khususnya pada kendaraan yang masa pakainya sudah di atas 10 tahun.
“Tetapi kemampuan fiskal daerah juga harus dihitung dengan saksama. Misalnya, target PAD dari kesepakatan antara eksekutif dan legislatif itu naik, dari sebelumnya Rp 900 miliar menjadi Rp 1,2 triliun. Itu artinya ada sumber pendapatan baru untuk membiayai program-program gubernur. Seperti ambulance gratis, sekolah gratis, dan program bantuan rakyat lainnya,” jelasnya.
Mastrijon mengingatkan, jika pengurangan pajak dilakukan tanpa kalkulasi matang, maka program-program tersebut bisa terganggu. “Jika pendapatan terganggu, otomatis sekolah gratis, layanan kesehatan, infrastruktur seperti jembatan yang sedang dibangun, semuanya bisa tertunda. Padahal itu adalah program yang langsung menyentuh kebutuhan rakyat,” paparnya.
Di sisi lain, ia menyoroti aspek komunikasi pemerintahan yang menurutnya menjadi pemicu utama kegaduhan. “Saya melihat ada sumbatan komunikasi antara eksekutif dan legislatif. Kenaikan pajak ini seolah-olah tiba-tiba bagi masyarakat. Padahal, ini sudah disusun sejak lama dan tinggal diberlakukan,” katanya.
Ia pun menilai bahwa seharusnya pemerintah memanfaatkan waktu sosialisasi sebelum Perda diberlakukan, yakni lima bulan sebelumnya. “Jika sosialisasi tidak dilakukan, ya beginilah dampaknya. Tapi jika sudah disosialisasikan, tinggal dilihat apa hasil temuannya. Jangan sampai Gubernur membuat keputusan tanpa data yang valid,” tegasnya.
Menurutnya, situasi saat ini justru bisa menjadi momentum bagi pemerintah daerah untuk memperbaiki tata kelola kebijakan. “Kegaduhan ini bagus juga sebagai umpan balik. Di sinilah evaluasi dibutuhkan. Pemerintah harus melihat, apakah kebijakan ini sudah selaras dengan visi-misi daerah dan tidak mengganggu program bantuan rakyat,” ujarnya.
Mastrijon juga menyinggung potensi sumber pendapatan lain yang masih bisa digali. Salah satunya dari sektor pertambangan. “Provinsi Bengkulu ini punya potensi besar di tambang batubara, mineral logam, dan lainnya. Ini bisa menjadi sumber PAD baru jika dikelola dengan baik oleh eksekutif dan legislatif,” ucapnya.
Ia juga mengingatkan pentingnya komunikasi politik antara lembaga pemerintahan. “Perlu harmonisasi antara eksekutif dan legislatif. Supaya arah kebijakan ini satu napas, tidak kontradiktif. Kalau program bantu rakyat seperti pendidikan dan BPJS gratis sudah bagus, jangan sampai terganggu hanya karena polemik pajak,” pesannya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
