Aktivis Lingkungan Nilai Visi-Misi Capres-Cawapres Belum Berpihak
Editor:
radar|
Rabu 06-02-2019,22:03 WIB
RBO, BENGKULU - Sektor energi akan menjadi salah satu materi dalam debat pemilihan presiden (pilpres) babak kedua yang berlangsung pada 17 Februari 2019. Sayangnya, dalam visi dan misi kedua pasangan calon kepala negara, energi belum dipandang sebagai bagian vital dalam menghadirkan kesejahteraan bagi rakyat.
Sebuah gerakan #BersihkanIndonesia, gabungan 37 lembaga non-partisan (termasuk Kanopi Bengkulu, Kelopak, WCC dan Pupa Bengkulu) menilai kedua pasangan capres masih mengandalkan energi kotor batu bara untuk pemenuhan energi nasional.
“Kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden masih terjebak sebatas jargon dan tidak memiliki peta jalan yang jelas untuk mencapai kedaulatan energi listrik yang bebas dari energi fosil batu bara,” ungkap Ketua Kanopi Bengkulu, Ali Akbar kepada radarbengkuluonline.com, Rabu (6/2).
Sementara pengembangan energi listrik dari batu bara lewat proyek-proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) untuk pemenuhan energi nasional terbukti semakin menyengsarakan rakyat. Puluhan ribu nelayan dan petani terutama di pesisir Sumatera mulai dari Lampung, Bengkulu, Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Meulaboh, Nangroe Aceh Darussalam semakin berkurang pendapatannya karena laut dan daerah pesisir tempat mereka mencari ikan dan bertani rusak oleh operasional PLTU batu bara. Potret kehidupan di hilir bisnis kotor batu bara ini telah mendorong kemiskinan ke level yang mengkhawatirkan.
Pada setiap fase keberadaan proyek mulai dari pra-konstruksi hingga operasi telah terbukti menyengsarakan rakyat. Seperti yang dialami belasan petani penggarap lahan di tapak PLTU Teluk Sepang yang kehilangan tanam tumbuh tanpa ganti rugi yang adil. Sementara pengoperasian PLTU batu bara di Pangkalan Susu, Sumatera Utara telah menyengsarakan nelayan karena jumlah tangkapan menurun drastis. Begitu pula yang dialami petani padi sawah di sekitar PLTU batu bara Keban Agung, Sumatera Selatan yang mengalami penurunan produksi padi.
Mirisnya kata Ali, saat ini pemerintah sedang menambah pembangkit listrik berbasis batu bara di delapan provinsi di Sumatera. Yaitu Bengkulu, Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, dan Sumatera Selatan dengan daya 7.004 Megawatt (MW). Di Bengkulu, penolakan terhadap energi kotor PLTU batu bara berkapasitas 2 x 110 Megawatt di Kelurahan Teluk Sepang sudah disuarakan rakyat bersama organisasi masyarakat sipil sejak awal rencana pendirian proyek itu.
“Kami ingin capres Jokowi dan capres Prabowo memberi harapan bahwa Indonesia akan meninggalkan batu bara dan mulai bicara bagaimana peralihan pemanfaatan energi bersih terbarukan menjadi sumber utama energi listrik Indonesia. Karena fakta lainnya, PLTU Batu bara kini menjadi pembunuh senyap dan bertanggungjawab atas kematian dini 6.500 jiwa per tahunnya,” katanya.
Direktur Kelopak Bengkulu, Deddy mengatakan, “Kami sudah pelajari visi-misi keduanya. Sayangnya, capres Jokowi dan capres Prabowo masih mengandalkan pemanfaatan batu bara untuk energi nasional dan tidak ada satu pun yang bicara tentang dampak-dampak masif yang tengah dihadapi para petani, nelayan di pesisir dan warga di desa-desa di daerah tambang batu bara,” katanya.
Kondisi ini menurut dia menjadi pelajaran penting bahwa teori meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui proyek-proyek PLTU batu bara hanyalah ilusi. Kebijakan energi nasional seharusnya sejalan dengan ketahanan pangan, baik darat maupun laut, bukan justru membunuhnya. Kedua capres harus mengakhiri ilusi ini.
Sementara itu laporan terbaru #coalruption menyebutkan ada hubungan yang kental antara bisnis tambang batu bara dengan pendanaan politik di tingkat daerah dan nasional, terutama pilpres. Jika kedua capres tidak ingin dihubungkan dengan bisnis kotor ini, mereka harus bicara tentang peralihan dari pemanfaatan batubara ke energi baru terbarukan sebagai tumpuan energi nasional.
“Tren global adalah mengganti batu bara dengan energi baru terbarukan. Dan Indonesia dengan kekayaan energi surya dan sumber energi baru terbarukan lainnya, bisa membawa bangsa ini lebih baik dan menjadi pemimpin global. Pertanyaannya adalah, apakah Capres Jokowi dan Capres Prabowo akan membawa bangsa ini ke energi bersih dan ikut tren global atau masih ingin berkubang pada energi kotor. Mereka harus jawab ini,” kata Deddy.(idn)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: