Desa Harapan Makmur, Benteng Kemakmuran Ditengah Pandemi
radarbengkuluonline.com - HANTAMAN pandemi virus Corona atau Covid-19 berdampak buruk pada semua sektor. Termasuk para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di seluruh Indonesia. Tak terkecuali di Provinsi Bengkulu. Beragam cara pun dilakukan oleh para pelaku UMKM agar tetap eksis (bertahan) di tengah badai pandemi Covid-19 yang sudah dua tahun melanda dunia.
Seperti yang dilakukan oleh Suminah, salah seorang pelaku UMKM, warga Desa Harapan Makmur, Kecamatan Pondok Kubang, Kabupaten Bengkulu Tengah (Benteng-red) Provinsi Bengkulu ini. Meski dalam situasi pandemi Covid-19, ia tidak lantas hanya berpangku tangan meratapi situasi sulit saat ini. Ia tetap bangkit dan produktif dimasa pandemi Covid-19.
Tak hanya itu, ia melakukan migrasi pola pemasaran produk usahanya dari offline ke online atau digitalisasi marketing agar tetap survive dimasa pandemi Covid-19.
AGUSTIAN - BENGKULU
Minggu (21/11) pagi, sang mentari tampak berseri-seri menyinari Desa Harapan Makmur yang terletak 20 kilometer dari pusat Kota Bengkulu. Sinarnya yang cerah seolah-olah memberikan semangat dan harapan baru bagi kemakmuran masyarakat di desa setempat sesuai dengan nama desanya, Harapan Makmur.
Desa Harapan Makmur memang dikenal sebagai desa eks transmigrasi yang sukses memproduksi berbagai macam produk UMKM yang terbuat dari olahan serat pelepah pohon pisang. Ada satu sosok wanita yang sangat berjasa yang mengenalkan hasil olahan produk UMKM terbuat dari serat pelepah pohon pisang yang produknya kini sudah mendunia.
Dia adalah Suminah.Ibu Rumah Tangga (IRT) ini berhasil menyulap limbah pelepah pohon pisang yang selama ini hanya dianggap sampah oleh masyarakat menjadi barang bernilai ekonomi tinggi. Tak ingin sukses sendiri, Suminah juga sukses memberdayakan warga desanya agar tetap produktif dimasa pandemi Covid-19.
Atas dedikasinya itu, produk UMKM terbuat dari serat pohon pisang dengan Brand Mega Souvenir yang dibuat oleh Suminah pernah diikutkan dalam pameran di berbagai negara oleh Kementerian Perindustrian dan Ekonomi Kreatif RI. Diantaranya ke negara Cina, Ukraina dan negara Eropa lainnya.
Dijelaskan Suminah, siapa yang tak kenal dengan tanaman pohon pisang? Buah sejuta umat yang kaya kandungan gizi ini dapat tumbuh dimana saja. Terutama di kawasan tropis.
Sayangnya, lanjut dia, selama ini masyarakat hanya melirik manfaat dari buah pisangnya saja yang bernilai ekonomis. Sedangkan bagian lain dari pisang seperti pelepah pohon pisang dibuang begitu saja selesai memanen. Karena, dianggap sebagai limbah sampah yang tak berguna.
Namun hal itu berbeda dengan Suminah. Dengan tangan dinginnya, limbah pelepah pohon pisang diolahnya menjadi berbagai jenis produk souvenir yang harganya jauh lebih mahal dari buah pisang yang biasa dijual dipasaran.
Suminah bercerita awal mula ketertarikannya menggeluti kerajinan pelepah kulit pohon pisang ini. Karena, sewaktu kecil ia sering diminta membantu tetangganya yang berprofesi sebagai pembuat kain, dan ia diminta menjaga hasil produksi kain tersebut. "Saat masih kecil tetangga saya yang bikin kain sering minta saya menunggui barang hasil rajutannya. Jadi, saya kepingin tahu," ungkapnya, kepada radarbengkuluonline.com.
Selain dari tetangganya, inspirasi pengolahan bahan pelepah kulit pohon pisang menjadi barang souvenir juga didapat Sumiati dari Bude nya (tante-red).
"Saya lihat Bude saya ngikat buntelan tembakau menggunakan pelepah pohon pisang. Jadi, saya coba-coba saja rajut jadi tas," ulas nenek 1 orang cucu ini.
Rasa ingin tahunya yang sangat tinggi membuatnya terus berinovasi dan menekuni kerajinan rajutan benang di kemudian hari. Ia pun kemudian mengikuti kompetisi kerajinan berbahan alami. Terpilihlah pelepah pohon pisang sebagai bahan dasar. Ia pun memenangkan perlombaan itu.
Setelah pindah dari Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur ke Provinsi Bengkulu karena mengikuti program transmigrasi tahun 1995, Suminah mulai usaha dengan merajut tas dari benang dan manik-manik. "Saat itu ada lomba produk kerajinan berbahan alami. Maka, saya ikut dengan tas rajutan kulit pelepah pohon pisang. Alhamdulillah menang. Sejak itu saya tambah semangat untuk berkarya," terangnya.
Sempat Dianggap Tak Waras
Aktivitas Suminah yang tak lazim mengolah limbah pelepah pisang menjadi produk yang memiliki nilai lebih sebelumnya sempat dicemooh oleh warga desanya. Bahkan, karena dianggap aneh, Suminah sempat dianggap tak waras. Pasalnya, warga merasa geli melihat ibu tiga anak ini mengumpulkan pelepah pohon pisang. Lalu, dipotongnya pelepah pisang menjadi ibarat kain. Kemudian dijemur di sinar matahari di depan rumah.
Namun, hal itu justru menjadi cambuk bagi Suminah untuk terus berinovasi menciptakan produk souvenir terbuat dari pelepah pohon pisang. "Warga nanya itu buat apa? Seperti tidak ada kerjaan saja," cerita wanita kelahiran Nganjuk 12 Agustus 1968 ini.
Dijelaskan, sempat terbersit dihatinya agar tidak melanjutkan aktivitasnya itu, karena dianggap tidak akan berhasil. Namun berkat keuletannya masa-masa kritis itu pun dapat dilewatinya.
Diterangkan, tahun 2012 ia mulai mengembangkan beragam pernak-pernik berbahan pelepah pohon pisang. Seperti tas, tempat tisu, gantungan kunci, dompet dan topi untuk memenuhi pesanan konsumen yang sifatnya terbatas. Seperti untuk acara pernikahan.
Namun, bisnis yang masih sederhana itu membuat Suminah tidak puas dan terus memutar otak untuk menemukan produk yang dapat menghasilan uang lebih banyak lagi. Yakni membuat produk sepatu High Hell (hak tinggi) berbahan pelepah pohon pisang.
Bahan Baku Mudah Didapat, Serap Tenaga Kerja
Untuk mendapatkan bahan baku pelepah pohon pisang untuk membuat berbagai souvenir, Suminah tidak mengalami kesulitan. Apalagi, ia mempunyai kebun pisang seluas setengah hektare. Belum lagi ia juga memberdayakan warga desanya agar ikut menanam pohon pisang.
Awalnya Suminah masih agak sedikit kesulitan mengaplikasikan idenya menjadi suatu produk jadi. Salahsatunya kendala mendapatkan bahan baku berkualitas.
Dijelaskan Suminah, pelepah pisang yang memiliki serat bertekstur khusus yang menjadi keunggulan tersendiri ketika dibuat menjadi suatu produk karena menimbulkan efek unik. Di sisi lain, bahan ini juga memiliki kadar air yang tinggi serta sangat bergetah, sehingga diperlukan suatu proses panjang untuk menjadi bahan baku yang benar-benar layak diolah menjadi sepatu. "Saking seringnya mencoba, saya lupa berapa kali. Pertama, pelepah pisang saya ambil dari kebun. Saya potong-potong. Kemudian dijemur, direndam, sampai berulang-ulang hingga benar-benar kering," jelasnya.
Namun, faktanya bahan baku pelepah pisang tersebut masih lembab juga. Ia kemudian terus mencoba. Upaya tak kenal henti itu akhirnya membuahkan hasil. Suminah akhirnya berhasil menemukan formula dengan cara dikeringkan menggunakan oven. "Saya coba terus, sampai dikatakan tetangga tidak waras. Namun saya akhirnya mendapatkan formula agar mendapatkan serat kulit pelepah pisang yang berkualitas," jelasnya.
Untuk lebih mahir lagi dalam membuat membuat souvenir, khususnya sepatu High Hell dari serat pelepah kulit pisang, Suminah berkesempatan menimba ilmu pembuatan sepatu ke Balai Persepatuan Indonesia di Sidoarjo, Jawa Timur selama dua minggu.
Setelah yakin dengan formula yang ada, ditambah pengamalan menimba ilmu membuat sepatu di Sidoarjo, Suminah pun mulai membuat sepatu pertamanya bermodalkan desain dan pola yang didapatkan saat pelatihan di Sidoarjo. Lambat tapi pasti, akhirnya produk yang dihasilkannya mulai dilirik konsumen dalam negeri dan luar negeri. "Selain unik, produk kita juga digandrungi konsumen dari berbagai kalangan. Karena, produk kita desainnya mengikuti perkembangan mode saat ini. Saya juga membuat sepatu High Hell (hak tinggi) dari serat pelepah pohon pisang bermotif kain batik basurek khas Bengkulu," ungkapnya.
Sementara itu, semakin banyak pesanan membuat Suminah harus merekrut tenaga kerja. Awalnya ia kesulitan. Namun, dengan pendekatan akhirnya sejumlah tetangganya mau memanfaatkan kesempatan emas tersebut untuk bekerja dan belajar membuat souvenir dari pelepah pohon pisang.
Tak hanya itu, kini, Suminah juga memberdayakan ibu-ibu di Desa Harapan Makmur yang sebagian besar petani untuk menjadi penyuplai bahan baku pelepah pohon pisang. "Nanti mereka jual ke saya. Cara mengeringkan dan memilih pelepah pisang yang baik sudah saya ajarkan kepada mereka. Berapa pun banyaknya akan diterima, Karena, permintaan pasar selalu ada," jelasnya.
Diterangkan Suminah, ada sekitar 10 warga desa yang saat ini sudah mendapatkan penghasilan tambahan dari hasil menjual bahan baku pelepah pohon pisang. Serta ada 5 orang warga yang bekerja membantunya membuat souvenir pelepah pohon pisang. "Setelah diajari, warga desa saya sudah mahir memproses bahan baku pelepah pisang. Namun, untuk membuat suatu produk hingga finishing jadi terbilang belum bisa. Karena, terkendala ketersediaan bahan penolong. Seperti kulit, heel, lem, insol, dan pengilap," terangnya.
Dijelaskan, karena belum tersedia di Bengkulu, ia harus memesan bahan-bahan penolong pembuat souvenir dari Jawa. Untuk proses finishing, masih Suminah yang melakukan. Tapi kedepan ia berharap warga mampu berdikari membangun bisnisnya sendiri. Karena, pangsa pasar sangat terbuka.
Mengenai harga sepatu High Heel (hak tinggi) pelepah pisang juga relatif terjangkau. Yakni dibanderol dengan berkisar mulai dari harga Rp 150 ribu hingga Rp 300 ribu. Untuk harga topi mulai dari Rp 80 ribu hingga 100 ribu. Tas mulai dari harga Rp 50 ribu hingga harga Rp 500 ribu dan harga kotak tisu mulai dari harga Rp 30 ribu hingga harga Rp 100 ribu. Cukup terjangkaunya harga karena ada ketersediaan bahan baku yang cukup melimpah. "Saya awalnya merintis usaha ini dengan modal sekitar Rp 200 ribu. Namun karena ulet, omzet usaha ini sudah mencapai puluhan juta per bulan dan memiliki lima orang pekerja. Serta, memberdayakan 10 orang warga sekitar," jelasnya.
"Saya tidak takut tersaingi. Malah saya senang kalau bisa membantu banyak orang. Apalagi sekarang masih dalam masa pandemi Covid-19, dimana sektor perekonomian terpukul," jelasnya.
Prestasi dan Produk UMKM Tembus Pasar internasional
Atas kegigihan dan kerja keras Suminah dalam mengolah serat limbah pelepah pohon pisang menjadi hasil karya yang tak kalah dengan sepatu pabrikan, kendati dikerjakan manual dengan tangan telah mendapatkan banyak penghargaan.
Diantaranya, dianugerahi Duta Mutiara Bangsa Berhasanah dari Kementerian Perindustrian dan Ekonomi Kreatif RI. Bahkan, ia pernah ditempatkan sebagai nominasi terbaik dalam anugerah City Micro Award (CMA) yang diselenggarakan oleh Universitas Indonesia dalam kategori wirausaha mikro berwawasan lingkungan.
Tak hanya itu, produk UMKM nya telah sering diikutkan dalam festival di kota-kota besar di Indonesia dan luar negeri. Bahkan, sepatu High Heel dari pelepah pisang buatan Suminah yang menjadi produk andalannya juga pernah dipamerkan di Cina hingga ke Ukraina.
Produk UMKM buatan Suminah tidak hanya melayani pasar lokal Indonesia. Namun, kini sudah merambah hingga pasar Eropa dan Cina. Di pasar Eropa produk UMKM Suminah tembus di pasar Eropa melalui reseller asal Spanyol.
Ditambahkan dia, produk buatannya ramah lingkungan sehingga disukai orang luar negeri.
Ia bersyukur produk buatannya dipakai di benua Eropa. Ia menargetkan produk berbahan baku pelepah pisang ini bisa masuk pasar Eropa dalam skala lebih luas lagi dengan terus meningkatkan kualitas produk. "Saya juga sudah mematenkan sepatu pelepah pisang menjadi produk khusus saya.Dimasa pandemi Covid-19 ini saya menerapkan digitalisasi marketing, ini menjawab tantangan bisnis akibat imbas pembatasan aktivitas dan mobilitas masyarakat. Anak saya membantu saya dalam memasarkan produk diberbagai media sosial dan market place," pungkas wanita yang juga membina 12 UKM yang ada di Kabupaten Bengkulu Tengah (Benteng) ini.
Dibagian lain, Suwarno suami Suminah juga mengakui kegigihan istrinya dalam menekuni profesi dan memberdayakan masyarakat desa agar mampu berdikari dengan semangat pantang menyerah.
Menurutnya, meski sudah sukses, istrinya juga tidak berubah. Tetap menjadi sosok yang bersyukur dan rendah hati. Karena alasannya untuk membantu orang banyak. "Anak-anak sekolah semua, meskipun ia sendiri tidak bersekolah secara layak. Salah satu cita-citanya bisa menyekolahkan anak-anak jika perlu hingga jenjang pendidikan S2," jelasnya.
Sementara itu, Bupati Kabupaten Benteng Dr.H.Ferry Ramli,SH,MH mengatakan, keberadaan pengrajin UMKM di Kabupaten Benteng ikut membantu pemerintah dalam menyediakan lapangan kerja. Apalagi saat ini masa pandemi Covid-19 yang memukul sektor perekonomian.
Selain itu, prestasi-prestasi yang ditorehkan para pelaku UMKM juga ikut mengharumkan nama Kabupaten Benteng, Provinsi Bengkulu ditingkat nasional dan internasional. Salah satunya kerajinan dari serat pelepah pohon pisang. "Pemkab Benteng akan terus mendorong dan mendukung perkembangan kerajinan UMKM agar terus tumbuh dan berkembang, sehingga rakyat semakin sejahtera." (**)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: