Kepala BKKBN RI: Stunting Itu Tidak Ada Obatnya

Kepala BKKBN RI: Stunting Itu Tidak Ada Obatnya

Prakonsepsi Nikah & 1.000 Hari Kehidupan Kunci Atasi Stunting

radarbengkuluonline.com - BENGKULU - Kepala BKKBN RI, Dr. (HC) dr. Hasto Wardoyo, SP.OG (K) hadir di Bengkulu dalam rangka memberikan Advokasi pemangku kebijakan daerah dalam rangka percepatan penurunan stunting di Provinsi Bengkulu.

Kepala BKKBN RI menegaskan bahwa stunting itu tidak ada obatnya. Kunci mengatasi persoalan stunting adalah di 1.000 hari kelahiran dan 3 bulan sebelum menikah calon pengantin disehatkan terlebih dahulu melalui prakonsepsi.

"Harus masif dan terstruktur. Ini berdasarkan Perpres No 72 Tahun 2021 Tentang Percepatan Penurunan Stunting. Di dalam Perpres menunjuk Kepala BKKBN RI menjadi ketua tim percepatan itu. Dari sini kita buat tim pendamping keluarga. Yaitu sejak sebelum hamil, sedang hamil, sudah hamil sampai merawat anak sebelum 2 tahun. Selain itu kesehatan lingkungan juga menjadi perhatian kita. Jamban, irigasi dan tidak ada yang kumuh dan akses pangan yang penting sekali dijaga untuk memenuhi gizi seimbang. Stunting di Indonesia saat ini mencapai 27,67 persen. Kondisi kini hampir dari 3 orang itu salah satunya stunting," katanya.

Kata Hasto, Orang yang stunting itu memiliki 3 kerugian. Pertama, yakni sulit untuk tumbuh tinggi. Kedua, orang stunting sulit untuk menjadi profesor. Kerugian ketiga, orang stunting itu dihari tuanya cenderung central obesity (gemuk pada bagian tengah tubuh/buncit). Jika memiliki ini, berpotensi memiliki serangan jantung, struk dll. Orang stunting tidak produktif. Kondisi ini akan merepotkan negara.

Kunci masalah ini adalah di generasi muda. Calon pengantin harus bagus kesehatannya. Jika bagus, mereka akan menghasilkan anak yang bagus juga. Ini hampir dipastikan tidak stunting.

"Kita kawal generasi muda ini dari awal sebelum nikah. Kita lakukan prakonsepsi pada mereka. Kita dampingi mereka. Sebelum nikah, kita cek kondisi kesehatan mereka. Cek lingkar lengan calon pengantin wanita. Cek HB dll yang dapat memastikan bahwa calon pengantin dapat menghasilkan anak yang tidak stunting," tegasnya.

Sudah jelas stunting ini tidak ada obatnya, lalu bagaimana caranya? Lanjut Hasto, kunci mau mencegah stunting dilakukan di 1.000 kehidupan pertama. Sejak awal hamil sampai dengan usia anak 2 tahun.

"Jika Gubernur Bengkulu ini mengatasi masalah stunting, jangan kejar anak stuntingnya. Karena itu sangat sulit. Karena mekanisme penganggaran pemerintah daerah untuk mengatasi stunting itu banyak waktu, sehingga anak yang stunting itu sudah lewat dua tahun semua. Jika Gubernur Bengkulu ingin tambah berhasil atasi stunting, maka lakukanlah diawal," ucapnya.

Gubernur Bengkulu Dr. H. Rohidin Mersyah menyatakan, mengatasi soal stunting di Bengkulu salah satunya dilakukan dengan cara menyediakan bahan pangan lokal yang bergizi dan beragam. BACA JUGA: Gubernur Bengkulu: ASN Dilarang Cuti saat Nataru

"Bengkulu miliki 540 KM garis pantai, 9 kabupaten 1 kota, hanya 3 kabupaten saja yang tidak dekat dengan laut. Kondisi ini strategis sekali bagi Bengkulu untuk mengatasi stunting dengan memenuhi gizi lewat protein hewani dengan mengkonsumsi ikan laut. Lalu sektor pertanian kita Bengkulu juga baik untuk memenuhi gizi seimbang dari sayur mayur. Dari aspek ketersediaan keanekaragamana pangan Bengkulu ini sudah cukup dan tidak ada persoalan. Persoalan stunting di Bengkulu ini bisa jadi akibat pemahaman masyarakat yang kurang, gaya hidup masyarakat sekarang. Ini contoh ya. Di Kota Bengkulu masih terdapat anak stunting. Padahal orang tuanya berpenghasilan lumayan, orang tuanya terdidik. Lalu anaknya stunting. Setelah kita selidiki ternyata orang tuanya memberikan anak makan mie instan saja, asal anak suka orang tua tidak repot. Ini contoh kecil saja di era sekarang ini," kata Rohidin.

Diharapkan dengan advokasi hari ini, dapat menimbulkan pemahaman dan pengetahuan yang kuat. Sehingga akan menimbulkan komitmen bersama, rencana aksi di lapangan. Misalkan bagaimana kedepan dari komitemen bersama itu menghasilkan air bersih dan sanitasi yang layak untuk masyarakat. Lalu menyediakan jamban sehat, pendampingan pola asuh sampai dengan meningkatkan penghasilan orang tua untuk memenuhi gizi seimbang pada keluarganya. (ae2/adv)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: