Sebelum Disebut Bunga Rafflesia, Ini Nama Lokalnya
Sebelum Disebut Bunga Rafflesia, Ini Nama Lokalnya--
MANNA, RADARBENGKULU,DISWAY.ID - Ada nama lain sebelum dikenal dengan sebutan Bunga Rafflesia. Ternyata bunga ini punya nama lokal yang tidak kalah menterengnya. Bunga raksasa berkelopak lima yang menempel di tumbuhan inang ini sudah menjadi ciri khas atau icon Provinsi Bengkulu.
Dari beberapa catatan sejarah, penyematan nama Rafflesia, itu sudah dimulai sejak Tahun 1818. Setelah Gubernur Bengkulu di masa penjajahan Inggris, Thomas Stamford Raffles memerintahkan untuk melakukan ekspedisi di daratan Bengkulu.
Ahli botani bernama Dr. Joseph Arnold terlibat dalam ekspedisi yang digagas Thomas Raffles itu.
Saat ekspedisi, Joseph Arnold menemukan tumbuhan parasit obligat - tumbuhan yang menggantungkan hidup terhadap tumbuhan inang - di tepi Sungai Air Manna, di Desa Lubuk Tapi, yang sekarang masuk wilayah Kecamatan Ulu Manna. Desa itu seakan menjadi "tanah kelahiran" bunga unik ini.
BACA JUGA:Beri Hadiah Logam Mulia, Pemkot Bengkulu Apresiasi Kedisiplinan OPD
BACA JUGA:Semi Final Leg Pertama Indonesia VS Vietnam Tanpa Gol, Ini Jadwal Pertandingan Selanjutnya
Sebelum di kenal dengan nama rafflesia, ternyata ada sebutan lain bagi warga Desa Lubuk Tapi dan sekitarnya.
Ibu Sabidah (65) warga Desa Keban Jati, Kecamatan Ulu Manna menuturkan. Dikisaran tahun 1960 an, bunga rafflesia masih sangat banyak ditemukan di sekitar desa. Khusunya di kawasan danau - area perkebunan warga Lubuk Tapi dan Kayu Ajaran.
Dulu, di tahun 1960 an, kata pensiunan Penyuluh pertanian ini, masyarakat mengenal bunga tersebut dengan nama "Tighau Embun".
Tighau, berarti jamur. Itu lantaran Puspa langka itu hidup mirip seperti jamur, yang mana menempel di batang atau akar tanaman inang.
"Bahasa Manna, jamur itu tighau. Jamur kan kebanyakan menempel di batang, walaupun kebanyakan di batang mati. Karena bunga rafflesia ini nempel di batang seperti jamur, maka dianggap jamur atau tighau oleh masyarakat Ulu Manna tempo dulu," kisahnya.
Sementara kata "embun" itu merujuk pada bintik-bintik putih yang menghiasi kelompok bunga berwarna merah.
"Ya, mirip bintik embun pagi yang biasa menempel di dedaunan. Jadi disebutlah Tighau Embun," ujarnya.
BACA JUGA: Makin Tertarik, Trifting Sepatu Second Branded jadi Penghasil Cuan
Sampai era 60 an, masyarakat masih kerap menyebut bunga rafflesia dengan nama tighau embun. Seiring berjalannya waktu, dan dorongan pemerintah kala itu, bunga tersebut semakin populer dengan nama rafflesia.
Masih dikisahkan Ibu Sabidah, pada tahun 60 an sampai 80 an. Masih sangat mudah menemukan bunga rafflesia di sekitar desa Lubuk Tapi. Puluhan, bahkan ratusan bunga rafflesia kerap mekar di hutan-hutan sekitar desa.
Setelah hutan berubah menjadi perkebunan kopi dan durian kala itu, bunga rafflesia menjadi langka.
"Tapi harap maklum, masyarakat desa kami ini mayoritas menggantungkan hidup dengan berkebun," ujarnya.
BACA JUGA: Disayangkan, Pemilik Karaoke Ini Laporkan Empat Oknum Polisi ke Polda, Tolong Tindaklanjuti
"Kalau dulu, yang paling banyak di temukan itu. Ya, di kawasan Danau. Tidak jauh dari hutan lindung (Cagar Alam) di Desa Lubuk Tapi. Cagar Alam itu informasinya tempat pertama kali bunga Rafflesia Arnoldi ditemukan oleh tim peneliti jaman Inggris dulu. Dulu cagar alam itu ada jalan lama. Jalan Lubuk Tapi - Kayu Ajaran bukan jalan yang sekarang. Jalan lama lewat tepi sungai Manna," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: