Menggapai Rida Allah di Bulan Sya'ban
H. Henderi Kusmidi-Adam-
Dari : Masjid Jami' Babussalam, Jl.P.Natadirja KM.8 Kelurahan Jalan Gedang Kecamatan Gading Cempaka
Oleh : H. Henderi Kusmidi
(Dosen UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu dan Imam Masjid Besar Jami’ Babussalam Jalan Gedang Kota Bengkulu)
Ma’asyiral mukminin rahimakumullah, Sidang Jamaah Jumat yang mulia,
RADARBENGKULUONLINE.COM - Marilah kita bersama-sama menjaga kualitas iman dan takwa kita kepada Allah SWT dengan senantiasa menjalankan perintahNya dan menjauhi larangan-Nya dengan penuh kesadaran dan keinsyafan.
Karena hanya dengan iman dan takwa lah jalan kita mendekati Allah SWT dalam mencapai kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat, seperti yang difirmankan Allah dalam Yunus 63-64:
Artinya: orang-orang yang beriman dan senantiasa bertakwa. Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan di akhirat. Tidak ada perubahan bagi janji-janji Allah SWT. Demikian itulah kemenangan yang agung.”
Hadirin kaum muslimin yang semoga dirahmati Allah SWT,
Syukur alhamdulillah kita panjatkan ke hadirat Allah yang Maha kuasa, karena hari ini kita sudah berada di bulan Sya'ban. Sya'ban adalah bulan kedelapan dalam penanggalan hijriah.
Secara bahasa kata "sya'ban" mempunyai arti "berkelompok". Nama ini disesuaikan dengan tradisi bangsa Arab yang berkelompok mencari nafkah pada bulan itu. Sya'ban termasuk bulan yang dimuliakan oleh Rasulullah SAW. Salah satu cara Rasulullah SAW memuliakan bulan Sya’ban adalah beliau banyak berpuasa pada bulan ini.
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam an-Nasa'i dan Abu Dawud dan disahihkan oleh Ibnu Huzaimah menyatakan, Usamah berkata pada Rasululllah SAW, “Wahai Rasulullah, saya tak melihat Rasul melakukan puasa (sunnah) sebanyak yang Rasul lakukan dalam bulan Sya'ban.”
Rasul menjawab: “Bulan Sya'ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadan yang dilupakan oleh kebanyakan orang.”
Karena letaknya antara bulan Rajab dengan bulan Ramadan. Bulan Sya’ban adalah bulan diangkatnya amal-amal. Karenanya, aku menginginkan pada saat diangkatnya amalku, aku dalam keadaan sedang berpuasa.” (HR Nasa'i)
Hadirin Jamaah yang berbahagia
Oleh karena itu, marilah di awal-awal bulan Sya'ban ini kita perkokoh keimanan dan ketakwaan kita. Mumpung masih ada waktu dan umur, mumpung ada bulan Sya'ban yang penuh dengan keutamaan dan keistimewaan.
Kata “sya’ban” juga berasal dari kata syi'ab bisa dimaknai sebagai jalan setapak menuju puncak. Artinya bulan Sya'ban adalah bulan persiapan yang disediakan oleh Allah SWT kepada hamba-Nya untuk menapaki dan menjelajahi keimanannya sebagai persiapan menghadapi puncak bulan Ramadan.
Meniti perjalanan menuju puncak bukanlah hal yang mudah. Minimal memerlukan persiapan-persiapan yang terkadang sangat melelahkan dan menguras energi. Ingatlah pekerjaan mendaki gunung yang mengharuskan berbagai macam pelatihan.
Begitu pula meniti langkah menuju puncak selama bulan Sya'ban, tentunya pendakian itu mengharuskan kesungguhan hati dan niat yang suci.
Mendaki adalah usaha menuju yang lebih tinggi yang harus dilalui dengan susah dan payah. Kepayahan itu akan terasa ketika kita memilih berpuasa di bulan Sya'ban sebagai bentuk pendakian menuju puncak, persiapan menyambut bulan suci Ramadan.
Ma'asyiral mu'minin rahimakumullah
Pendakian menuju puncak di bulan Sya'ban ini juga dapat dilakukan dengan cara banyak beristigfar dan meminta ampun atas segala dosa yang telah kita lakukan di bulan-bulan sebelumnya. Baik dosa yang kasat mata maupun dosa yang adanya di dalam hati dan tidak kasat mata, dan justru dosa terakhir inilah yang terkadang lebih menumpuk di bandingkan dosa kelakuan. Ujub, riya’ (pamer agar dilihat orang lain), sum'ah (pamer agar didengar orang lain), takabur, dan lain sebagainya: Coba kita dalami an-Nahl ayat 78:
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.”
Bukankah ayat tersebut seolah mewajibkan manusia agar selalu insyaf dan sadar bahwa berbagai anugerah kita di dunia ini—jabatan, kekuatan, kekayaan, kegagahan, kepandaian dan ilmu, semuanya adalah pemberian Allah SWT, dan manusia pada awalnya tidak mengerti suatu apa pun.
Karenanya, jikalau sampai terbersit dalam hati kita sebagai manusia akan kepemilikan dan ke-aku-an, sadarlah bahwa itu adalah kesombongan dan ketakaburan. Apalagi jikalau perasaan itu disertai dengan kesengajaan menafikan Allah subhanahu wata’ala maka segeralah bertaubat. Allah sendiri mengancam orang-orang seperti ini dalam Surat Thaha ayat 124:
“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta."
Dengan demikian, ma'asyiral Muslimin, wajiblah setiap manusia itu selalu bersujud dan berbakti kepada Allah subhanahu wata’ala setiap saat, setiap waktu.
Semakin berpangkat, semakin pandai, semakin kaya, semakin berada, semakin berilmu dengan sederet gelar dan titel yang kita capai maka sujudnya harus semakin dalam dan penuh makna.
Sebagai penghujung khutbah ini, marilah di waktu yang istimewa ini di bulan Sy'aban yang penuh fadhilah ini, kita mendaki bersama dengan menjalankan berbagai amal shaleh dan meminta pengampunan atau maghfirah-Nya, sehingga kita akan sampai di puncak nanti sebagai insan yang siap menjalankan keinsaniahannya di depan Sang Khaliq.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: