KHOTBAH IDUL FITRI: RAMADHAN DAN PEMBENTUKAN KARAKTER MANUSIA BERTAQWA

 KHOTBAH IDUL FITRI: RAMADHAN DAN PEMBENTUKAN KARAKTER   MANUSIA BERTAQWA

Oleh: Armin Tedy, S.Th.I., M. Ag-Adam-

 

Oleh: Armin Tedy, S.Th.I., M. Ag (Dosen UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu)

Disampaikan di Lapas Kelas II b Arga Makmur, Bengkulu Utara

 

 

 

Allahu Akbar 2x, wa Lillah al-Hamd

Jama’ah sholat Ied yang berbahagia.

 

 

 

RADARBENGKULU.DISWAY.ID - Di ufuk barat, ketika surya tenggelam menghilang, malampun  datang  bersama rembulan yang berhiaskan bintang gemintang. Lantunan dan kumandang takbir terus menggema, membumbung tinggi menelusuri alam semesta.

Hingga pagi yang indah ini, dengan senyuman hangat sang mentari lembut menyapa seluruh umat  Islam di berbagai sisi  di seluruh bagian  belahan bumi. Kitapun telah berada pada suasana yang fitri.

Dengan penuh rasa ikhlas  dari hati,  kalimat Takbir, Tahlil dan Tahmid  terus  membasahi bibir ini. Meresap ke dalam  jiwa  dan sanubari.  Sehingga mampu menggemuruhkan dada untuk senantiasa mengagungkan nama Allah.

Tiada nama yang patut disanjung seagung nama-Nya. Tiada kata yang bisa sempurna untuk melukiskan betapa agungnya nama-Mu ya  Allah.

Oleh karenanya, rasa syukur dan puja yang tak terhingga kita sampaikan kepada Allah. Atas segala limpahan nikmat dan karunia-Nya.  Dialah Sang Pengatur  roda kehidupan manusia. Yang selalu memberikan anugerah.

Tanpa pernah lupa dan merasa lelah hingga   kita  berada dalam suasana hari Raya Besar Idul  Fitri 1444 H.  Semoga dengan ungkapan terima kasih yang selalu terpatri dalam hati untuk sang Illahi, kita semua yang ada di sini digolongkan pada hamba-hamba-Nya yang terpilih dan berkumpul di surganya nanti. Amin

Sholawat dan salam  semoga tetap tercurah kepada kekasih Illahi. Tokoh sejati dan panutan dalam hidup ini. Manusia dengan akhlaqnya yang mulia, yang hidupnya tidak tersentuh dosa dan matinya bergaransi masuk surga.

Dialah Nabi Muhammad Saw sang pemimpin umat. Manusia terhebat dan paling tepat untuk dijadikan kiblat.  Semoga dengan shalawat yang terpanjat buat Nabi Muhammad, para keluarga dan juga sahabat kita semua yang ada di sini akan mendapatkan syafaat dan pada gilirannya kita selamat dan berbahagia di hari kiamat. Amin Ya Robbal ‘Alamin.

Allahu Akbar 2x, wa Lillah al-Hamd

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Ramadan telah berlalu dalam kehidupan kita saat ini, maka ketauhilah bahwa Ramadan adalah hari-hari di mana kita memintal benang-benang pakaian takwa.

Hari demi hari kita telah memintalnya dengan harapan pada akhir Ramadannya atau ketika hari kemenangan Idul Fitri yang saat ini telah tiba, pakaian itu telah sempurnalah sudah dan bisa kita kenakan di hari raya dan seterusnya.

Pakaian taqwa bukan hanya untuk dipakai sekali. Setelah itu dilepas kembali. Tapi, seharusnya pakaian takwa ini kita pakai sepanjang kehidupan kita. Termasuk sampai Ramadan berikutnya.

Dimana kita akan memeriksa pakaian takwa itu kembali barangkali ada lubang, kotor, sobek yang perlu kita cuci, lalu dijahit dan dirajut kembali. 

Demikianlah  benang-benang yang dirajut selama bulan puasa untuk menghasilkan pakaian takwa. Pakaian itu kiranya selalu dikenakan oleh setiap kita, dimanapun dan kapanpun kita  berada.

Janganlah sampai kita merusak atau merobek pakaian takwa yang ada yang dengan susah payah telah kita tenun dalam bulan puasa. Sebagaiamana seorang wanita tua yang diilustrasikan oleh Allah Swt dalam firmanNya: 

“Dan janganlah kalian seperti seorang perempuan yang mengurai kembali benang yang sudah dipintalnya dengan kuat menjadi cerai berai”. (QS. An-Nahl: 92).

Allahu Akbar 3x

Walillahi, hamd

 

Sadarilah....Kehidupan sekarang semakin menghadirkan beragam dinamika dan problematika. Semakin banyaknya berkembang norma-norma yang terkadang dibangun atas dasar hawa nafsu semata.

Diformat tapi  bertentangan dengan syariat agama. Ironinya, hal itu diindahkan begitu saja dengan dalil sudah menjadi kesepakatan bersama. Sehingga semakin bias bahkan tidak jelas antara kebaikan dan kejahatan. Asalkan  disebut trend dan  modern serta biar dikatakan kren.

Sering kali manusia perilaku tidak sesuai dengan nilai agama. Sebuah dosa dianggap biasa. Yang tabupun menjadi sesuatu  yang lumrah. Sebaliknya, yang baik dianggap nyeleneh. Bahkan  terkadang dianggap aneh. Sesuatu yang bathil dianggap sebagai kebenaran dan yang haq dianggap sebuah kesalahan.

Bahkan pengkaburan antara yang haq dan yang bathil sudah demikian membudaya dan nyata. Kadang tidak jelas antara orang yang berbuat kerusakan dengan orang yang sedang melakukan perbaikan.

Orang menjadi bingung. Mana yang sunnah dan mana yang disebut bid’ah. Mana mahasiswa dan remaja yang  memang aktivis dan manapula yang  sebenarnya disebut teroris. 

Padahal, pada dasarnya bagi orang-orang yang bertaqwa, hal yang demikian sejatinya tidak akan membingungkannya.

Orang yang bertaqwa tetap dengan mudah dapat memilah antara yang haq dan yang bathil. Karena Allah memberikan kepadanya furqan. Sebagaimana firmanNya:

 

Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqon dan menghapuskan segala kesalahan-kesalahanmu dan mengampuni (dosa-dosa)mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. (QS. Al Anfal: 29)

 

Furqon disini dimaksudkan sebagai petunjuk, pertolongan yang dapat membedakan secara jelas antara yang haq dan yang bathil.

Begitulah puasa  Ramadan yang telah kita  jalani, ada satu tujuan yang pasti. Yakni agar menjadikan kita orang yang bertaqwa kepada Illahi.  Lalu tercapaikah kita dengan yang menjadi tujuan ini? Sudah sepantasnya kita harus merenungkannya kembali.

Bahwa Allah telah menjelaskan diantara  indikator  orang-orang yang bertaqwa dalam al-Qur’an, seperi pada  Surat Al Baqarah ayat 3 dan 4 disebutkan:

 (yaitu) orang-orang yang beriman kepada yang ghaib, menegakkan shalat, dan dari apa yang telah kami rizqikan kepada mereka, mereka menginfaqkannya. Dan mereka yang beriman kepada kitab yang telah diturunkan kepada mu (Al Quran) dan kitab-kitab yang diturunkan sebelum kamu, serta terhadap kehidupan akhirat mereka meyakininya. (QS. Al Baqarah: 3 – 4) 

 

Berdasarkan ayat-ayat yang ada, bahwa dalam diri orang yang bertaqwa secara garis besar terintegrasikan karakter yang tiga  sebagai berikut:

Pertama, Orang yang bertaqwa adalah orang Islam yang melaksanakan rukun-rukunnya, bersyahadat bahwa tidak ada ilah kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan-Nya, menegakkan salat wajib yang lima, membayar zakat jiwa dan harta, melaksanakan puasa sebulan lamanya , dan menunaikan haji dalam memenuhi panggilan-Nya. 

Rukun Islam ini merupakan bentuk  ibadah mahdhah. Sehingga dalam pelaksanaannya ada tata cara yang jelas dan nyata (process and procedure).

Dan seorang yang bertaqwa kepada Allah akan melaksanakan itu semua dengan benar  sesuai ketentuannya dengan niat ikhlas  untuk mencari ridla Allah semata.

Selain itu seorang yang bertaqwa tentunya akan mencari keutamaan-keutamaan dalam menjalankan ibadah. Beribadah penuh penghayatan dan pengamalan. Bukan  sekadar menggugurkan kewajiban, apalagi ikut-ikutan. Karena orang bertaqwa akan berusaha dalam  melaksanakan ibadah secara maksimal. Bukan secara   minimal, apalagi asal. 

 

Jamaah kaum muslim rahimakumullah

Kedua, Orang yang bertaqwa adalah orang-orang yang beriman kepada Allah.  Keimanan seseorang kepada Allah tidak akan sempurna apabila ia tidak beriman kepada malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab yang telah diturunkan-Nya, para Rasul Allah, hari akhir, dan taqdir Allah.

Oleh karena itu, keenam rukun iman  wajib dimantapkan dan dijadikan sebuah keyakinan sampai berakhirnya kehidupan.

Selain itu, untuk mencapai kesempurnaan iman, seseorang harus meyakininya dalam hati, mengucapkannya dengan lisan dan mengamalkannya dengan anggota badan.

Orang yang beriman tidak cukup sekadar percaya terhadap keenam rukun iman  yang ada. Tanpa ada konsekuensi-konsekuensi dan aplikasnya. Dalam diri seseorang yang beriman juga harus tumbuh berbagai sikap. Seperti sangat cintanya kepada Allah. (QS. Al Baqarah: 165).

Bahkan dituntut cintanya kepada Allah melebihi cintanya kepada selainNya. (QS. At Taubah: 24). Tidak ragu terhadap apa yang diturunkan Allah dan apa yang dituntunkan Rasulullah. (QS. Al Hujurat: 15). 

 

Allahu akbar Allahu akbar wa lillahilhamd

 

Ketiga, Orang yang bertaqwa adalah orang-orang yang selalu berbuat ihsan, membalas kejahatan dengan kebaikan. Karena, ia selalu menyadari bahwa Allah senantiasa memberikan pengawasan.

Oleh karena itu ia suka berinfak dan bersedekah. Bukan hanya pada bulan puasa, tapi sepanjang hidup yang dimilikinya. Orangnya tidak mudah pemarah dan suka memaafkan kesalahan orang yang pernah ada.

Allah berfirman yang artinya: (yaitu) orang-rang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. (QS.Ali Imran 134-135)

 

Ingatlah, bahwa orang yang berbuat ihsan dengan membantu meringankan beban orang lain akan dibalasi oleh Allah dengan diringankan bebannya di hari kiamat nanti. 

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

“Barang siapa melapangkan kesusahan dari kesusahan dunia seseorang mukmin, Allah akan melapangkan dari kesusahannya di hari qiamat. Barang siapa melepaskan kesusahan seseorang mukmin, Allah akan melepaskan kesusahannya di dunia dan di akhirat… (HR. Muslim)

Hadirin yang kami muliakan

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam diri orang yang bertaqwa, secara garis besar terintegrasikan karakter yang tiga. Yaitu Islam, iman dan ihsan.

Untuk dapat mengintegrasikan ketiga karakter taqwa tersebut pada diri kita, maka harus dilandasi pemahaman yang baik mengenai ketiganya. Dan tentunya uraian singkat di atas tidaklah mencukupi untuk dapat memahami ketiganya secara sempurna.

Oleh karena itu, kita dituntut untuk selalu mencari ilmu untuk memahaminya dan dituntut untuk selalu mendidik dan melatih diri kita, sebagaimana yang telah kita lakukan selama satu bulan puasa. Kita telah ditempa dalam penataran Ramadan.

Kita telah digembleng dalam kuliah Ramadan. Janganlah penataran tersebut tidak menghasilkan apa-apa. Janganlah perkuliahan ini hanya meninggalkan sesuatu yang sia-sia. Marilah kita sambut hari-hari ke depan dengan semangat dan nilai Ramadan.

Amalan-amalan baik dan ibadah yang telah kita laksanakan hendaknya terus diupayakan sepanjang kehidupan. Bukan hanya dilakukan  pada`bulan Ramadan. Justru selepas Ramadan nanti merupakan waktu untuk menguji konsistensi diri. Karena perjuangan dan tantangan berat telah menanti. Apakah puasa di bulan Ramadan ini berhasil meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah sejara hakiki .

Adakah kita tetap akan  menjadi pribadi taat atau kembali menjadi manusia jahat yang suka bermaksiat. Maka jadilah Rabbaniyun, bukan Ramadaniyun. Jadilah hamba Allah yang senantiasa beribadah sepanjang hidupnya, bukan beribadah pada bulan Ramadan saja.

Akhirnya, marilah kita memohon kepada Allah. Semoga kita, keluarga dan saudara-saudara kita serta para pemimpin kita senantiasa diberikan hidayah oleh Allah. Sehingga termasuk golongan orang yang bertaqwa kepadaNya.

Ya Aziz Allah yang Maha Bijaksana, kami malu berbicara pada-Mu Ya Allah,  maka kami berbicara pada diri sendiri dan kepada hamba-Mu yang berada di sini.  Duhai manusia yang sering berbuat dosa dan tidak taat, masihkah kita menunggu teguran Allah yang lebih dahsyat. Karena kita masih selalu berbuat jahat? Perlukah kita menunggu tak lagi berupa teguran, tapi laknat. Karena kita bangga berbuat maksiat. Kapankah kita sungguh-sungguh bertobat.?

Dalam suasana pagi yang teduh, dengan hati yang khusyu, tunduk dan tawadu serta penuh harap bertahtahkan pinta  diakhir khutbah, mari kita bersama-sama berdoa kepada Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Bijaksana.

 

Ya Allah, yang menyelamatkan Nuh dari topan badai dan banjir yang menenggelamkan dunia, Yang menyelamatkan Ibrahim dari kobaran api yang menyala, Yang menyelamatkan Isa dari salib kaum durjana, Yang menyelamatkan Yunus dari tenggelamnya, Yang menyelamatkan Nabi Muhammad dari makar kaum kafir Quraisy, kaum Yahudi dan yang menentang ajarannya. Lailaha Illa anta, subhanaka inna kunna min al-Zhalimin.

Ya Allah, kumpulkanlah hati-hati kami di atas dasar kecintaan kepada-Mu. Pertemukanlah pada jalan ketaatan  kepada-Mu. Satukanlah kami selalu di jalan dakwah-Mu. Ikatlah kami di atas janji setia demi membela syariat-Mu.  Ya Allah, tetapkan kami dari hamba-Mu yang istiqomah. Ingatkan kami di kala alpa. Sadarkan kami ketika berbuat dosa. Jauhkan kami dari marabahaya dan bencana. Ampunkan kami dari segala yang telah salah dan dosa yang telah  tercipta.

Ya Allah, selamatkanlah  kami, anak-anak dan generasi kami, seluruh  keluarga kami, penduduk negeri ini daerah tempat tinggal kami, negeri dan republik tercinta ini.

Ya Allah, jauhkanlah kami dari para penguasa yang zholim lagi lalim. Berikan kepada kami pemimpin dari manusiamu  yang alim,  yang dapat memberikan secercah harapan dan kesejahteraan, yang menciptakan rasa adil dan kedamaian. Bukan mereka yang menumpuk kekayaan dan melakukan kezholiman. 

Rabbana aatina fiddun-ya hasanah wafil aakhiroti hasanah waqina 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: